Dunia anak adalah dunia bermain. Adilkah jika kita memaksa mereka belajar?
Sejumlah Sekolah Dasar menerapkan aturan bahwa seorang anak baru dapat diterima menjadi siswa apabila ia sudah dapat melakukan calistung (membaca, menulis serta berhitung). Persyaratan semacam ini menimbulkan semacam paranoia pada para orang tua, sehingga mereka cenderung memilih sekolah yang memasukkan calistung pada kurikulum pendidikan anak usia dini, baik itu kelompok bermain (playgroup) maupun Taman Kanak-kanak, dengan harapan agar anak telah mahir calistung saat ia duduk di kelas satu SD.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi mengatakan pada Kompas, jenjang pendidikan anak usia dini semestinya tidak membebani anak dengan mengharuskan mereka untuk belajar calistung. Hal ini karena hanya anak di atas usia 5 tahun yang benar-benar siap dalam berbagai aspek untuk mempelajari kemampuan dasar tersebut.
Jangan habiskan masa kanak-kanak mereka dengan memforsir pelajaran calistung.
Kita sama-sama tahu bahwa anak-anak yang mendapatkan pendidikan anak usia dini adalah mereka yang masih berusia balita, di mana anak justru akan belajar banyak hal pada saat ia bermain bersama teman-teman seusianya. Lagipula masa balita adalah masa terbaik untuk mengembangkan aspek motorik, sehingga akan lebih tepat jika metode pembelajaran dilakukan melalui permainan yang dilakukan secara individu atau berkelompok dan membuat ketrampilan tangan (prakarya).
Jika kita memaksa anak balita kita untuk belajar calistung, atau sebuah sekolah PAUD memasukkan calistung dalam kurikulumnya, ini bisa mengakibatkan anak akan mengalami gangguan kejiwaan pada masa pertumbuhannya. Gangguan kejiwaan ini disebut dengan mental hectic, dan putra putri Anda yang manis itu bisa berubah menjadi pemberontak karenanya.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sudjarwo mengatakan, ”Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis.”
Sementara itu, Paulin Sudwikatmono, kepala sekolah sebuah pendidikan anak usia dini di Jakarta mengatakan, para orang tua cenderung memilih pendidikan anak usia dini yang dapat membuat orang tua merasa bangga dengan hasil yang diraih oleh anaknya. Padahal memilih pendidikan anak usia dini yang dapat membangun pondasi kuat agar anak dapat berkembang secara alami jauh lebih penting.
Paulin menambahkan, sebelum belajar menulis anak perlu didampingi untuk melakukan hal-hal yang dapat menstimulasi motorik halusnya melalui cara-cara yang menyenangkan. Jangan sampai pendidikan anak usia dini malah mengakibatkan stres dini pada anak.
Orang tua yang berpandangan bahwa anak tak perlu terlalu lama bermain berarti telah menutup pintu bagi peluang si anak untuk lebih kreatif serta belajar menjalin komunikasi yang baik dengan lingkungannya. Kebijaksanaan orang tua dalam memilih pendidikan anak usia dini yang memihak terhadap perkembangan alami anak akhirnya menjadi satu-satunya solusi.
Memang benar kita hidup di zaman yang serba instan, namun ada baiknya kita biarkan anak berproses secara alami agar dapat menemukan serta menyimpulkan hal-hal menakjubkan dalam dunia mereka. Apa pendapat Anda tentang calistung sejak dini?
Referensi :
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.