Kasus pelecehan seksual Via Vallen sedang ramai dibicarakan. Belum lama ini, perempuan yang berprofesi sebagai penyanyi dangdut ini sempat mengunggah sebuah tulisan di Instagram Story miliknya. Menceritakan bahwa baru saja mendapatkan pelecehan seksual secara verbal di dunia maya.
Di mana ada seorang pria yang memintanya bernyanyi di atas tempat tidur dengan mengenakan pakaian seksi. Tak lama kemudian, ia pun kembali mengunggah percakapan antara dirinya dengan pria yang melakukan pelecehan tersebut.
Namun nama pria yang dimaksud sebenarnya tidak ditampilkan. Walaupun begitu, belakangan warganet menduga bahwa pria yang dimaksud adalah striker Persija Jakarta, Marko Simic.
Pelecehan seksual Via Vallen
Mendapat pelecehan seperti itu, Vallen pun tidak tinggal diam. Dengan tegas ia mengatakan bahwa dirinya bukan tipe perempuan seperti itu.
Perempuan berusia 26 tahun ini pun juga menegaskan dengan mengatakan, “As a singer, I was being humiliated by a famous football player in my country right now,” tulis Via Vallen.
Beragam respon akhirnya diterima oleh Via. Bentuk dukungan juga hadir, seperti dibuat sebuah spanduk putih bertuliskan “Save Via Vallen” yang muncul di tempat berlangsungnya laga antara PSMS Medan kontra Persib Bandung di Stadion Teladan Medan, Sumatera Utara, Selasa (5/6/2018), seperti yang sudah diberitakan oleh Kompas.com.
Mirisnya, saat Via Vallen bersuara, tidak semua orang bisa berempati dengan kasus pelecehan seksual yang ia alami. Tidak sedikit warganet yang seakan membenarkan pelaku melakukan pelecehan pada Via dan menyayangkan mengapa masalah ini diungkapkan lewat sosial media. Lebih menyedihkan lagi suara sumbang ini dilontarkan oleh sesama perempuan.
Bukankah, idealnya sesama perempuan kita harus bisa saling menguatkan satu sama lain? Saling memberikan dukungan? Terlebih pada kasus pelecehan seksual seperti yang dialami Via Vallen? Bukan sebaliknya, korban malah disalahkan dan di-bully.
Mengetahui fakta ini, kami seluruh warna theasianParent Indonesia justru merasa geram. Hingga akhirnya timbul pertanyaan, “Kenapa sering kali perempuan lebih jahat pada perempuan lainnya?”
Pertanyaan ini pun disuarakan oleh Alexander Thian, social media influencer sekaligus penulis. Dalam Insta Story-nya ia menyayangkan kondisi di mana perempuan sulit berempati pada perempuan lain.
Berikut insta story miliknya :
Dalam hal ini saya pun sempat bertanya kepada Irma Gustiana Andriani dari Lembaga Psikologi Terapan UI (LPTUI).
Berikut kutipan percakapan saya dengan psikolog yang kerap disapa dengan panggilan Ayank Irma terkait dengan kasus pelecehan seksual Via Vallen.
Sampai sekarang, sering kali ditemukan fenomena perempuan justru sulit memberikan dukungan pada perempuan lainnya, malah cenderung menyalahkan. Termasuk pada kasus pelecehan seksual Via Vallen ini.
Sebenarnya apa, sih, yang melatarbelakagi hal tersebut? Mengapa tidak sedikit perempuan yang cenderung menyudutkan perempuan lain?
Sebenarnya yang namanya nyinyir dari zaman belum ada sosial media juga sudah jadi “kebiasaan” para kaum perempuan. Makin tambah nyinyir lagi setelah ada sosmed ini. Menyedihkan memang. Tapi, memberikan komentar pedas, terutama bagi mereka yang menggunakan akun palsu.
Secara psikologis, insting primitif manusia adalah berusaha untuk pertahankan diri dan menunjukkan keunggulannya, entah dengan cara apapun. Nah, pada perempuan ternyata dari beberapa penelitian memang ditemukan bahwa sikap ini jauh lebih dominan.
Di mana kondisi ini bisa kita lihat bahwa tidak sedikit perempuan yang melihat perempuan lain yang lebih cantik, maka dia pun akan mencari upaya untuk menunjukkan eksistensi. Kadang bisa merasa terancam dengan keberadaan orang lain, bahkan ya bisa jadi pada artis populer sekalipun. Selalu ada celah orang nyinyir dengan mencari kesalahan si artis A atau B.
Apa yang mendorong perempuan bisa bersikap seperti itu? Seakan tidak memiliki empati pada perempuan lain?
Pribadi-pribadi perempuan semacam ini biasanya memang kurang matang dalam kesehariannya, entah bersikap atau dalam membuat keputusan. Belum lagi dengan budaya kita yang menempatkan kaum perempuan itu berbeda dari kaum laki-laki.
Kalau anak laki-laki sejak kecil sejatinya sudah diarahkan pada hal-hal yang sifatnya kompetitif seperti olahraga, jadi mereka bisa bersaing secara sehat. Sayangnya, pada anak perempuan seringkali kebutuhan seperti itu tidak dianggap penting, karena perempuan cenderung diharapkan bisa lebih menurut sama aturan-aturan. Akibatnya, ya, tidak semua anak perempuan bisa belajar berkompetisi dengan tepat.
Apa kondisi di atas juga yang bisa menyebabkan perempuan seringkali lebih nyinyir dibandingkan laki-laki?
Iya, benar sekali. Mereka yang tidak gampang nyinyir, artinya kepribadiannya memang sudah matang dan sehat. Bisa jadi mereka memang diasuh di lingkungan yang positif dari kecil.
Untuk menghindari perilaku nyinyir, apa yang perlu diperhatikan?
Ya, pola asuh memang sangat memengaruhi seseorang bisa memiliki kepribadian yang matang, apalagi ketika anak memasuki usia remaja. Teman atau lingkungan pergaulan juga akan memberikan dampak besar.
Memang idealnya sesama perempuan bisa belajar untuk mengembangkan rasa empati. Termasuk belajar mengelola emosi sehingga memiliki kontrol diri yang positif. Selain itu, dengan sering-sering berkumpul dengan orang-orang positif juga akan sangat membantu.
Baca juga:
Pelecehan seksual di jalan dengan modus remas payudara, peringatan agar wanita selalu waspada!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.