Hati-hati! DBD lebih rentan dialami anak-anak, ini alasannya!

undefined

Sektiar 90% dari seluruh total pasien DBD di awal tahun 2019 adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Tahukah Parents bahwa di awal tahun 2019 ini, ternyata jumlah pasien DBD di Indonesia semakin meningkat?

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dalam periode 1 Januari hingga 3 Februari 2019, jumlah pasien DBD t sudah mencapai 16.692. Ironisnya, sekitar 169 di antara para pasien DBD tersebut meninggal dunia.

Tak hanya itu, dari sekian banyak jumlah pasien DBD, nyatanya hampir 90% menyerang anak-anak di bawah usia 15 tahun. Maka dari itu, Parents tentu saja diharapkan untuk bisa lebih mawas akan bahaya serangan penyakit DBD yang saat ini sedang marak terjadi.

Artikel terkait : Waspada penyakit DBD saat hamil, bisa mengakibatkan kematian janin

Alasan pasien DBD mayoritas adalah anak-anak

pasien dbd

DBD rentan terjadi pada anak karena beberapa alasan, Parents wajib ketahui, ya.

Telah diketahui bahwa di antara banyaknya pasien DBD tahun ini, ternyata sekitar 90% di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Menurut Upik, hal itu bisa terjadi karena anak-anak cenderung lebih banyak beraktivitas di luar rumah.

“Anak-anak di bawah usia 15 tahun itu kan umumnya anak sekolah. Mereka kemungkinannya terkena penyakit DBD karena di sekolah, karena nyamuk aedes aegypti lebih sering mengisap darah di dalam rumah dan gedung, termasuk sekolah,” jelasnya saat ditemui usai acara ‘Media Briefing bersama My Baby’ pada Selasa, 19 Februari 2019.

“Apabila di rumah kita sudah bersih, maka kemungkinannya bisa dari tempat lain. Seperti, ya, dari gedung sekolah, atau ketika anak-anak sedang pergi ke pusat perbelanjaan, nyamuk bisa ada di sana,” kata Upik.

Lalu, sekolah memang bisa menjadi salah satu tempat penyebaran penyakit DBD. Menurut Upik, pasalnya sering kali di kolong meja dan kursi sekolah yang anak-anak tempati ternyata banyak nyamuk berkembang biak, serta kamar mandi sekolah yang sering banyak jentik nyamuk tak terawasi dengan baik.

Di samping itu, alasan lain mengapa DBD justru lebih sering menyerang anak-anak juga disebabkan karena sistem imunnya berbeda dengan orang dewasa. Di mana pembuluh darah anak kecil juga lebih rapuh ketimbang orang dewasa.

Hal inilah yang menjadi pemicu mengapa pasien penyakit DBD kebanyakan adalah anak-anak di bawah 15 tahun. Dengan demikian, Parents pun diharapkan bisa melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya, agar si kecil dan anggota keluarga lainnya tidak menambah deret panjang pasien DBD.

Gejala Demam Berdarah Dangue pada anak

Hati-hati! DBD lebih rentan dialami anak-anak, ini alasannya!

Ada beberapa gejala DBD yang sebaiknya Parents waspadai terjadi pada si kecil

Artikel Terkait : Akhirnya, Vaksin DBD Pertama di Dunia Akan Beredar di Indonesia

Demam berdarah bisa terjadi mulai dari hari ke-2 hingga 14 hari setelah seorang anak digigit nyamuk yang terinfeksi. Gejalanya sendiri rupanya bisa muncul pada hari ke-4. Beberapa tanda dan gejala yang sebaiknya diwaspadai antara lain :

  • Demam tinggi, bisa mencapai 40 °C.
  • Terdapat ruam atau bintik-bintik merah di berbagai bagian tubuh.
  • Mengalami sakit kepala parah.
  • Nyeri di beberapa bagian tubuh mulai dari sendi, tulang, dan belakang mata.
  • Menjadi lebih mudah memar.
  • Perdarahan ringan di hidung maupun gusi.

Pencegahan DBD pada anak

Hati-hati! DBD lebih rentan dialami anak-anak, ini alasannya!

Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah DBD pada anak

Untuk mencegah penyebaran penyakit DBD, sebanarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan Parents. Tentunya dimulai dengan dengan melakukan gerakan 3M. Di antaranya seperti menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular demam berdarah.

“Sebenarnya dengan melakukan 3M itu sudah sangat efektif untuk mengantisipasi nyamuk penyebar demam berdarah berkembang biak. Gerakan 3M ini pun sangat mudah tidak memerlukan biaya lagi,” ujar Prof. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. PhD.

“Hanya orang-orang yang rasanya sangat malas untuk melakukan 3M, masyarakat kurang peduli untuk melakukan 3M. Jika masyarakat mau dan peduli untuk melakukan 3M, maka penyebaran penyakit DBD dapat dihindari,” imbuh Upik selaku Kepala Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman (UKPHP) Institut Pertanian Bogor (IPB).

Upaya pencegahan semaksimal mungkin bisa dilakukan dengan beragam cara, mulai dengan melakukan 3M (menutup, menguras, dan mengubur) serta melakukan lternatif pencegahan penyebaran virus DBD lainnya, yaitu dengan pengasapan atau fogging.

Sudahkah Parents melakukan upaya ini?

Sumber : Kids Health

Baca juga :

Kenali Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) Agar Anak-anak Terhindar Darinya

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.