Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 27 – 29 April 2018, tim theAsianparent Indonesia mendapatkan undangan untuk menonton pertunjukkan yang diadakan oleh Papermoon Puppet Theatre, kelompok teater boneka dari Yogyakarta. Tentu ini merupakan undangan yang istimewa karena Papermoon jarang sekali membuat pementasan untuk anak.
Bila Parents menonton film AADC 2, ada salah satu adegan di mana Cinta dan Rangga menonton sebuah pertunjukkan boneka karya Papermoon Puppet Theatre. Meski hanya tampil sebentar dalam film, namun sejak saat itu banyak orang penasaran ingin bisa menonton pertunjukkannya langsung.
Maka, undangan ini tentu tidak kami sia-siakan. Kami hadir dan menikmati pertunjukkan serta ingin membagikannya dengan para pembaca theAsianparent.
Cerita Anak, karya kolaborasi seniman Yogyakarta dan Australia
Cerita anak merupakan proyek kerjasama antara Papermoon Puppet Theatre dengan Polyglot Theatre dari Australia. Karya ini pernah dipentaskan di Melbourne 2017 dan kali ini ‘pulang kampung’ dengan dipentaskan di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta.
Sebenarnya, pertunjukkan ‘Cerita Anak’ ini dikhususkan untuk anak usia 2 -8 tahun bersama dengan orangtua yang menjadi pendampingnya. Selama tiga hari, pada setiap pementasan ada 20 pasang orangtua – anak yang terpilih menjadi ‘penumpang’.
Berbeda dari pertunjukkan ketika di Melbourne, pada pentas di Yogya ini, Papermoon dan Polyglot sepakat untuk membuka tiket untuk mereka yang ingin menonton. Kapasitasnya tentu lebih banyak dibanding tiket penumpang.
Saya beruntung bisa menikmati jadi penumpang dan juga penonton sehingga memiliki sudut pandang yang berbeda sekaligus memberikan rasa yang berbeda setelah pertunjukkan.
Di hari pertama, saya berkesempatan menjadi penumpang. Meski saya tidak membawa anak, namun saya senang sekali bisa ikut menjadi ‘pemain’ dadakan di pentas Papermoon.
Ya, 20 pasang penumpang ini memang menjadi pemain dadakan, tanpa briefing sama sekali. Awalnya, para penumpang diminta berbaris terlebih dahulu.
Kami dibawa masuk ke sebuah ruangan setelah sebelumnya diminta melepas alas kaki. Para orangtua dan anak ini diberikan karton, krayon, serta gunting.
Kami semua diajak membuat ikan dan hewan-hewan laut lainnya menggunakan peralatan yang ada. Rasanya bahagia sekali melihat kolaborasi orangtua dan anak dalam melaksanakan ‘tugas’ yang diminta.
Anaknya menggambar ikan (bahkan makhluk-makhluk abstrak lainnya!) sementara ibu atau ayah akan membantu menggunting mengikuti bentuk yang telah digambarkan anak. Setelah itu, di bagian badan ikan ditempelkan magnet-magnet menggunakan selotip dibantu oleh kru Papermoon.
Puas menggambar dan menggunting, kami lalu diajak menuju sebuah ruangan besar lainnya. Saya sibuk menebak-nebak dalam hati, kejutan apa lagi yang kira-kira sudah disiapkan oleh Papermoon Puppet Theatre.
Menjadi ‘pemain’ dadakan di pentas Papermoon Puppet Theatre
Di ruangan besar yang sekelilingnya ditutup kain-kain putih, kami melihat sebuah kapal kayu besar. Saya masuk dengan perasaan kagum, benar-benar setting panggung yang bagus.
Kemudian, kru Papermoon mulai mengajak anak-anak bermain-main seolah-olah kami berada di pantai. Ada kain biru yang ditiup kipas dan dikibas-kibaskan seakan-akan ombak, ada perahu-perahu kecil yang bisa didorong oleh anak-anak yang sebenarnya terbuat dari bangku yang dimodifikasi.
Awalnya anak-anak ragu harus berbuat apa, tapi tak butuh waktu lama, mereka semua menikmati permainan pura-pura ini. Ada yang pura-pura berenang, main ciprat-cipratan air (meski airnya tidak ada!), melihat burung camar yang terbang, naik-turun kapal, dan sebagainya.
Justru yang saya perhatikan, beberapa orangtua canggung ketika harus mengikuti permainan. Ada yang akhirnya hanya berdiri-berdiri di pinggir ruangan sambil memerhatikan anaknya bermain lari-larian ke sana ke mari.
Tidak lama, kami diminta naik ke atas kapal. Kami menyusun bangku-bangku dan duduk bersama, para orangtua memangku anak-anaknya yang masih kecil.
Wah, petualangan pun dimulai!
Bertualang naik kapal dalam Cerita Anak
Kami duduk sambil pura-pura terombang-ambing di dalam kapal. Kadang kami harus merunduk ketika ombak begitu tinggi, kadang terasa cipratan air (yang sebenarnya disemprotkan oleh pemain Papermoon Puppet Theatre yang berperan sebagai awak kapal).
Setelah beberapa saat bergoyang-goyang dalam kapal, akhirnya laut mulai tenang. Kru kapal mengajak kami memancing ikan menggunakan bambu yang diberi tali dan ujungnya dipasangi magnet.
Ah, sekarang saya paham mengapa di awal kami diminta membuat ikan! Ternyata ikan-ikan itu menjadi properti pada pertunjukkan. Benar-benar ide yang brilian!
Kegiatan memancing selesai karena tiba-tiba cuaca buruk datang. Lighting di ruangan dibuat seolah-olah mendung dan akan turun badai.
Sekali lagi kami diajak duduk manis di dalam kapal. Kali ini ombaknya begitu dahsyat membuat kami terombang-ambing. Beberapa anak mulai menangis ketakutan. Para orangtua panik dan sibuk menenangkan anak-anak.
Saya jadi merasa berada di dalam kapal sungguhan yang sedang terjebak badai di tengah laut. Tiba-tiba, kapalnya tenggelam!
Setting kapal sudah menutup tinggi. Lampu berubah menjadi lebih gelap persis seperti di dasar lautan.
Muncul berbagai ikan dengan bentuk yang lebih seram. Ada ikan pari, ada ubur-ubur, ada ikan-ikan besar yang menakutkan.
Beberapa anak yang awalnya menangis, mulai sedikit terhibur ketika kru kapal datang dengan wayang-wayang berbentuk ikan dan senter kecil. Anak-anak bisa bermain bayangan meski kami ditutupi kain putih tinggi.
Entah berapa lama kami berada di dalam kegelapan lautan, hingga kemudian cuaca kembali cerah. Di kejauhan tampak daratan.
Muka anak-anak kembali ceria, begitu pula dengan orangtua yang merasa lega. Saya sendiri merasa seperti punya harapan baru setelah sekian lama terombang-ambing dalam kapal.
Pertunjukkan selesai dan lampu-lampu di luar panggung menyala. Saat itulah saya baru menyadari jika semua aksi kami ditonton oleh ratusan orang.
Benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa!
Rasa haru saat menjadi penonton Cerita Anak Project karya Papermoon Puppet Theatre
Dua hari setelah merasakan jadi penumpang, saya sekali lagi menikmati Cerita Anak Project dari sisi yang berbeda, yaitu dengan menjadi penonton. Kami duduk mengelilingi panggung ber-setting kapal.
Isi pertunjukkannya masih sama, tetapi ada perasaan lain yang membuat saya terkesiap: anak-anak itu yang menjadi penumpang tidak tahu akan dibawa ke mana, tidak tahu akan naik kapal yang nantinya akan tenggelam.
Anak-anak itu asyik bermain karena itulah dunia mereka. Seketika saya teringat anak-anak pengungsi yang harus kabur dari negaranya yang tengah berkonflik demi menyelamatkan nyawa. Mereka tidak pernah tahu akan dibawa ke mana dan akan seperti apa nasib mereka berikutnya. Yang mereka tahu hanyalah bermain.
Berbeda dari para orangtua yang bermain sebagai penumpang. Wajah-wajah khawatir mereka mewakili wajah para orang dewasa yang menjadi pengungsi. Mungkin mereka menyadari adanya bahaya, mungkin tidak ada harapan di tempat yang akan dituju oleh kapal yang membawa mereka.
Bila saat menjadi penumpang saya merasa bahagia melihat wajah-wajah polos anak-anak serta bonding orangtua dan anak sepanjang pertunjukkan, justru saat duduk menonton saya malah sibuk menangis.
Lampu menyala menandakan pertunjukkan telah usai, tetapi saya masih kesulitan menenangkan diri. Saya masih menangis sesenggukan untuk beberapa saat sampai seluruh pemain keluar dan membungkuk memberi hormat.
Ternyata memang pertunjukkan Cerita Anak ini diangkat dari kisah perjalanan seorang anak asal Sri Lanka yang mencari suaka di Australia. Hebatnya, Papermoon Puppet Theatre dan Polyglot Theatre bisa mengemas pertunjukkan ini dengan sangat apik.
Meski tanpa dialog, semua orang bisa mengerti alur cerita. Keluar dari ruang pertunjukkan, ada yang tersenyum bahagia, ada juga yang matanya sembab seperti habis menangis.
Ajaib, pertunjukkan ini berhasil memberikan sensari rasa yang berbeda bagi semua yang datang menikmatinya.
Penasaran ingin menonton karya Papermoon Puppet Theatre
Bila Parents tertarik menonton pentas Papermoon Puppet terutama karya yang ditujukan khusus untuk anak, sepertinya Anda harus bersabar. Memang Papermoon tidak secara rutin menggelar pentas, apalagi yang ditujukan khusus untuk anak.
Agar Anda mendapatkan informasi terbaru seputar pementasan, silakan follow akun Instagram Papermoon Puppet Theatre.
https://www.instagram.com/p/BOUB4kKgrNa/?tagged=pestaboneka5
Tahun ini, Papermoon juga akan kembali mengadakan Pesta Boneka, sebuah festival boneka internasional yang diadakan dua tahun sekali sejak tahun 2008 di Yogyakarta. Anda bisa menonton pertunjukan teater boneka dari berbagai negara, mengikuti workshop, bahkan menikmati masakan yang dibuat oleh para puppeteer alias kru teater boneka.
Parents, punya pengalaman menarik mengajak anak menonton pertunjukkan? Share kisah Anda di kolom komentar, yuk!
Photos courtesy of Indra Wicaksono
Baca juga:
5 Tips Saat Membawa Anak ke Bioskop untuk Pertama Kali
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.