Situs Nyai Subang Larang yang terletak tidak jauh dari pusat Kota Subang akan membuat Parents belajar soal kehidupan kerajaan Sunda tempo dulu. Parents juga dapat belajar silsilah Raja Sunda Prabu Siliwangi yang dianggap pernah singgah di situs itu.
Dinikahi Raja Sunda Prabu Siliwangi, Nyai Subang Larang menyimpan banyak misteri kehidupan, mulai dari situs yang ada di beberapa tempat seperti Banten dan Jawa Barat. Hingga soal kehidupannya.
Itulah mengapa, banyak sejarawan hingga saat ini masih terus mencari kebenaran soal fakta kehidupan Nyai Subang Larang yang terkenal.
Seperti apa fakta menarik kehidupan Nyai Subang Larang? Mari kita simak selengkapnya dalam pemaparan berikut ini!
Fakta Menarik Nyai Subang Larang
Situs Peninggalan sebagai Saksi Sejarah Hidup Nyai Subang Larang
Situs Peninggalan sebagai Saksi Sejarah Hidup (Pasundan Express)
Para sejarawan dan budayawan Jawa Barat pada Mei 2011 lalu ramai mengunjungi hutan jati di desa Nanggerang, Kecamatan Binong Kabupaten Subang.
Bukan tanpa alasan, telah ditemukan berbagai peninggalan benda bersejarah yang diduga milik Nyai Subang Larang di daerah tersebut. Tepatnya, di hutan jati yang disebut Muara Jati dan Teluk Agung yang dikenal dengan sebutan Astana Panjang.
Warga banyak yang tak mengetahui bahwa sejarah daerah itu disebut Astana Panjang. Padahal, warga sekitar sudah sering menemukan benda-benda kuno di tempat tersebut sejak tahun 1980-an.
Berdasarkan pada hasil penelusuran Abah Dasep Arifin sejarawan dari Bogor yang sudah puluhan tahun mencari jejak makam Nyai Subang Larang, maka situs peninggalan Nyai Subang Larang ditetapkan di lokasi tersebut.
Berbagai peninggalan yang ditemukan dan kesamaan nama-nama tempat dengan latar belakang kehidupan Subang Larang zaman dahulu semakin menguatkan tempat ini merupakan sejarah hidup istri Prabu Siliwangi.
Artikel terkait: 7 Kerajaan Hindu yang Pernah Berjaya di Indonesia dan Sejarahnya
Cagar Budaya Teluk Agung Nyai Subang Larang
Cagar Budaya Teluk Agung
Di daerah Cipunagara juga terdapat makam eyang Gelok yang diyakini sebagai pengiring Nyai Subang Larang semasa hidupnya.
Kemudian, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabardalam hal ini Kepala Disparbud Jabar, Herdiwan, mengukuhkan cagar budaya Teluk Agung sebagai cagar budaya baru pada 30 Juni 2011. Penetapan itu turut dilakukan oleh Acil Bimbo dan Dasep Arifin, dari Dewan Kasepuhan Padjadjaran.
Artikel terkait: Legenda Dongeng Ciung Wanara, Orang Sunda Wajib Tahu
Awal Mula Kisah Nyai Subang Larang
Kisah Nyai Subang Larang tercatat dalam Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN) karya Pangeran Arya Cerbon yang dibuat pada tahun 1720.
Menurut CPCN, Subang Larang bernama asli Kubang Kencana Ningrum, beliau lahir tahun 1404 dari ayah yang bernama Ki Gedeng Tapa.
Ki Gedeng Tapa merupakan syahbandar pelabuhan Muara Jati, sebuah pelabuhan penting di utara Jawa Barat yang termasuk kekuasaan nagari atau kerajaan kecil Singapura.
Sedangkan Prabu Siliwangi awalnya bernama Pamanahrasa putra dari Prabu Anggalarang dari kerajaan Galuh. Saat itu, Jawa Barat dikuasai dua Kerajaan besar yang masih berkerabat, yaitu Kerajaan Galuh yang berpusat di Ciamis dan Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran yang terletak di Bogor.
Kerajaan Sunda dipimpin oleh Raja Susuk Tunggal yang masih bersaudara dengan prabu Anggalarang. Dua kerajaan besar tersebut menguasai beberapa nagari atau kerajaan kecil seperti Singapura, Japura, Wanagiri dan sebagainya.
Rombongan armada Cina yang dipimpin Laksamana Zheng He (Cheng Ho) yang beragama Islam di Muara Jati datang sekitar tahun 1415. Saat itu, Islam mulai dikenal di sana.
Seorang ulama Islam bernama Syekh Hasanuddin bin Yusuf Sidik yang menumpang perahu dagang dari Campa juga tiba pada tahun 1418. Campa saat ini termasuk wilayah Vietnam dan sebagian Kamboja.
Artikel terkait: Pakaian Adat Sunda, Dahulu Dibedakan Berdasarkan Status Sosial
Sejarah Nyai Subang Larang
Syekh Hasanuddin kemudian akrab dengan Ki Gedeng Tapa, di saat inilah kemungkinan Ki Gendeng Tapa memeluk agama Islam. Syekh Hasanudin kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pasantren di daerah Pura, Desa Talagasari, Karawang bernama Pesantren Quro yang membuatnya dikenal dengan nama Syekh Quro.
Di pesantren tersebut, Ki Gendeng Tapa menitipkan Nyai Subang Larang untuk belajar Islam kepada Syekh Quro selama dua tahun. Di tempat itu, Syeh Quro memberikan gelar Sub Ang larang atau pahlawan berkuda kepadanya.
Sekitar tahun 1420 Subang Larang Kembali ke Muara Jati. Pada tahun sama, Ki Gedeng Tapa menggelar sayembara tarung satria dengan pemenangnya berhak memperistri sang putri.
Dalam sayembara tersebut, Pamanah Rasa tampil sebagai pemenang dan berhak memperistri Nyai Subang Larang. Padahal, lawan terberat Pamanah Rasa saat itu adalah Amuk Marugul putra Prabu Susuk Tunggal (Kerajaan Sunda) yang ternyata masih ada hubungan saudara dengannya.
Setelah berhasil memenangkan sayembara, Pamanah Rasa menikahi Subang Larang di pesantren Syekh Quro.
Prabu Siliwangi Jatuh Cinta pada Subang Larang
Prabu Siliwangi Jatuh Cinta pada Subang Larang
Sumber lain menyebutkan, Pamanah Rasa jatuh cinta kepada Subang Larang setelah mendengar suara Subang Larang mengaji di pesantren Syekh Quro bukan karena memenangkan sayembara.
Di tahun sama, peperangan antara nagari Singapura yang dipimpin Pamanah Rasa dan nagari Japura yang dipimpin Amuk Marugul pecah. Kemudian, Pamanah Rasa yang di kemudian hari diangkat menjadi raja dan bergelar Prabu Siliwangi kembali memenangkan peperangan tersebut.
Pamanah Rasa pergi ke Pakuan, kerajaan Sunda, dan bertemu dengan Kentring Manik Mayang Sunda adik Amuk Marugul yang juga putri prabu Susuk Tunggal atau uwa-nya sendiri.
Meski sudah menikahi Subang Larang, dia juga menjadikan Kentring Manik Mayang Sunda sebagai pendamping hidup. Setelah pernikahan tersebut, Pamanah Rasa diangkat menjadi putra mahkota oleh Susuk Tunggal karena dianggap lebih cakap di bandingkan Amuk Marugul.
Pamanah Rasa kemudian membawa Subang Larang tinggal di keraton Pakuan Pajajaran, Bogor bersama istri-istrinya yang lain.
Dipercaya Mendirikan Pesantren
Berdasarkan penelusuran Abah Dasep Arifin, Subang Larang semasa hidupnya dipercaya mendirikan pesantren bernama Kobong Amparan Alit yang terletak di Teluk Agung, Desa Nanggerang Kecamatan, Binong.
Nama Kobong Amparan Alit diperkirakan berubah menjadi daerah yang kini disebut Babakan Alit, yang juga berada di sekitar kawasan Teluk Agung, desa Nanggerang.
Anak Keturunan Penyebar Agama Islam di Jawa Barat
Anak Keturunan Penyebar Agama Islam di Jawa Barat (mubadalah.id)
Nyai Subang Larang wafat di keraton Pakuan sekitar tahun 1441. Jenazahnya pun dibawa abdi dalemnya untuk dimakamkan di Muara Jati.
Sementara itu, salah satu abdi dalemnya dikenal dengan nama Eyang Gelok dimakamkan di kampung Cipicung, desa Kosambi, kecamatan Cipunagara.
Subang Larang memiliki tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang yang lahir pada tahun 1423, Nyai Lara Santang yang lahir tahun 1426, dan Raja Sangara yang lahir pada tahun 1428.
Sepeninggalnya Subang Larang, anak-anaknya keluar dari Keraton Pakuan untuk memperdalam agama Islam. Ketiga anaknya tersebut kemudian memegang peranan penting mengubah Jawa Bagian Barat menjadi daerah penyebaran Islam.
Pangeran Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana menjadi penguasa Cirebon, yaitu pendiri kesultanan Cirebon.
Sementara Larasantang memiliki anak bernama Syarif Hidayatullah yang dikenal sebagai Sunan Gunungjati.
Sedangkan Rajasangara yang dikenal dengan nama Kiansantang menurut sebuah legenda, telah membuat Prabu Siliwangi memilih pergi meninggalkan keraton Pakuan dan menghilang di Hutan Sancang di selatan Garut daripada masuk Islam di hadapan anaknya sendiri.
Itulah fakta menarik Nyai Subang Larang. Meski ada beberapa mengenai riwayat perjalanan tentangnya, termasuk tempat-tempat yang pernah disinggahinya, keberadaan Nyai Subang Larang sangatlah penting.
Terutama, dalam perjalanan sejarah sosial, religi, dan politik di daerah Sunda. Semoga informasinya bermanfaat ya Parents!
Baca juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.