Anda merasa mudah marah? Marah pada pasangan, anak, teman atau justru marah pada diri sendiri?
Meskipun marah merupakan salah satu bentuk emosi yang sangat wajar dan bisa dirasakan oleh siapa pun, namun tetap saja perlu dikelola dengan baik. Jangan sampai meledak hingga pada akhirnya bisa memicu beragam konflik.
Mudah marah? Pentingnya memahami anger awarness
Pada dasarnya, ada beragam faktor yang bisa menyebabkan seseorang marah. Termasuk dengan banyaknya tuntutan dan tekanan hidup yang seringkali membuat banyak orang mudah marah.
Untuk mengatasi dan mengelola rasa marah, dr, Jiemi Ardian Sp.KJ mengingatkan pentingnya mengenal lebih dalam tentang apa itu ‘anger awareness‘.
Dalam akun Instagram pribadinya, dr. Jiemi menjelaskan bahwa kemarahan sebenarnya sebuah emosi yang sangat kompleks dengan beragam lapisan alasan, intensitas, dan motif yang menyertainya.
“Beberapa kemarahan mungkin rasional dirasakan seperti marah ketika makan siangmu diambil oleh orang lain. Namun beberapa kemarahan juga jelas tidak rasional, misalnya kamu memukul pasanganmu karena dia belum menyiapkan kopi,” ujarnya.
Medical Doctor, Psychiatrist, and Hypnoterapist ini kemudian menjelaskan bahwa kemarahan yang diarahkan ke dalam diri (anger turned inward) menjadi salah satu penyebab depresi.
Adapun kemarahan yang diarahkan ke luar, bisa berakibat pada pemecatan, kantor polisi, penjara, pengacara, pengadilan untuk perceraian, rumah sakit, atau kuburan.
Banyak orang berusaha melawan amarah sampai mengalami stroke, tekanan darah tinggi, sakit jantung, luka pada lambung, penggunaan obat-obatan terlarang, mabuk-mabukan, atau hingga kecelakaan merenggut nyawa mereka.
Kemarahan memang tidak secara langsung mengakibatkan penyakit kronis seperti diabetes melitus atau pun penyakit autoimun. Namun, tetap saja kemarahan yang tidak diselesaikan dengan baik dapat menjadi pembunuh perlahan.
“Diamkan amarahmu dan stres akibat amarah di tubuhmu akan membunuhmu perlahan. Ini bukan cara kematian yang menyenangkan,” tegas dr. Jiemi.
Artikel terkait: 5 Alasan mengapa membiarkan anak perempuan punya kemarahan itu baik untuknya
Akibat kemarahan, risiko apa saja yang bisa timbul?
Saat ini, ada begitu banyak akibat dari kemarahan yang dapat kita lihat di berita televisi. Mulai dari video viral tentang seseorang yang marah di jalan tol, melakukan kekerasan kepada pihak lain pasangan yang membunuh suami atau istrinya, dan lain sebagainya.
“Amarah yang didiamkan bukanlah amarah yang dapat diselesaikan. Kemarahan membuat seseorang gelap mata, lalu menumpahkan dengan pukulan, atau makian.
Jika amarah ini dicampur dengan keberanian dari minuman beralkohol atau obat terlarang, masalah yang tadinya bukan apa-apa bisa berakhir di penjara,” jelas dr. Jiemi.
Menurut dr. Jiemi, kemarahan juga berhubungan dengan ketidaksabaran dan ketidakmampuan dalam melepaskan emosi, menahan diri, serta mundur sejenak.
Seseorang yang merusak hubunganya, dipecat dari pekerjaan, dan hidup yang tidak damai karena diizinkan oleh dirinya sendiri.
“Oleh karena itu, kalau sampai orang-orang di sekitarmu menganggap ‘pokoknya jangan buat dia marah’ atasmu, berarti kamu sudah perlu mencari pertolongan untuk menyelesaikan amarahmu,” jelasnya.
Mudah marah, bagaimana mengendalikannya?
dr. Jiemi mengingatkan bahwa mengelola rasa marah tentu saja memerlukan proses yang panjang. Analoginya, seorang yang ahli bela diri tidak akan menjadi tiba-tiba sakti dengan latihan 1 atau 2 kali latihan saja. Seorang ahli meditasi tidak tiba-tiba dapat menenangkan diri hanya dengan latihan 1 atau 2 menit. Termasuk seorang binaragawan yang tidak menjadi berotot dengan hanya mengangkat latihan 1 atau 2 kilogram.
“Sekalipun para ahli ini sudah mencapai keterampilan yang tinggi, mereka akan tetap berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Latihan mengendalikan amarah tidak dimulai ketika amarah tersebut memuncak, melainkan jauh sebelum itu,” ujarnya.
Saat merasa marah, dr. Jiemi mengingatkan untuk melakukan beberapa hal ini untuk mengatasinya :
1. Sadari tombol emosional
Setiap orang punya topik-topik tertentu yang membuatnya mudah tercetus emosinya. Jika tiba-tiba Anda memiliki banyak topik yang membuat marah dan kesulitan dalam mengendalikannya, maka Anda membutuhkan bimbingan psikolog dalam mengatasi amarah ini.
“Sadari di mana ada topik-topik dalam dirimu yang sensitif. Ketika topik-topik tersebut diangkat, sadari adanya perubahan dalam tuuh dan emosi yang terjadi. Pada tahap-tahap awal sebisa mungkin mundurlah dan berhentilah ketika kamu merasa sudah sensitif,” jelas Jiemi.
2. Berhenti sejenak
Berhentilah sejenak ketika Anda sudah mengalami perubahan emosi atau amarah. Lebih baik, tunda untuk melakukan apapun, tunda untuk merespon, tunda untuk melakukan sesuatu, tunda gerakan tubuh untuk mengayun apalagi memukul, tunda dan langkahkan kaki mundur dari lokasi yang membuat Anda merasa marah.
“Berilah jeda antara emosimu dan tindakanmu. Jeda ini dapat menyelematkan banyak hubungan. Berhentilah sejenak dan jangan merespon,” ujar Jiemi.
“Bisa jadi pikiran pertama mau kamu ingin membunuh orang tersebut. Dengan jeda, pikiran kedua mungkin kamu akan berpikir untuk memukul orang tersebut.
Kemudian waktu selanjutnya, pikiran ketiga mungkin kamu akan memaki orang tersebut. Jeda berikutnya, pikiran keempat mungkin kamu akan berpikir untuk menegur orang tersebut. Selanjutnya, pikiran kelima mungkin kamu hanya akan berbicara dengan orang tersebut.
Dan pikiran selanjutnya mungkin kamu tidak mau bertindak apa-apa lagi dan mengabaikanya saja. Jeda dapat menyelamatkan banyak nyawa,” tambahnya.
3. Bernapaslah
Tubuh merespon atas emosi. Begitu juga emosi merespon atas perubahan tubuh. Jika Anda sudah menyadari emosi terlebih dahulu maka bernapaslah untuk meredakan emosi.
Saat menyadari Anda mudah marah, maka bernapaslah 4-4-4-4.
Maksudnya, tarik napas dalam 4 hitungan, kemudian tahan selama 4 hitungan, keluarkan perlahan dalam 4 hitungan, tahan lagi nafasmu selama 4 hitungan, dan tarik nafas kembali dalam perhitungan. Lakukan kesemuanya ini sebanyak 4 kali.
Ulangi sampai Anda bisa berpikir jernih.
4. Tanamkan dalam diri tidak perlu benar atau menang dalam sebuah argumen
Sadari bahwa kita tidak perlu selalu benar dan tidak perlu selalu menang. Bisa jadi kita adalah orang yang keliru, bisa jadi apa yang kita percayai dan perjuangkan sekarang sebenarnya tidak terlalu benar.
Sadari bahwa mungkin orang lain juga memiliki nilai kebenaran. Saat mendapat kritikan, sebanarnya yang dikritik adalah argumen kita dan bukan diri kita. Apabila dikritik, toh sebenarnya juga tidak menjadi lebih rendah akibat kritik tersebut.
“Yang membuat diri kita menjadi tampak lebih rendah justru amarah yang kita keluarkan akibat kritik. Sadari pula apa yang kita pandang benar bisa jadi keliru dimata orang lain. Sadari bahwa kita tidak selalu benar. Jadi biasa sajalah dalam menilai diri,” jelas dr. Jiemi.
“Namun jika kamu sungguh-sungguh sering mengalami masalah dalam amarah dan itu membuat hubunganmu terganggu secara signifikan. Saran saya temuilah professional untuk membantumu berlatih menyadari amarah. Dan yang saya maksud profesional di sini adalah psikolog klinis atau psikiater,” tegasnya.