Melihat betapa tenang dan luwesnya Nagita Slavina mengurus buah hati barunya, Rayyanza, mengingatkan saya tentang pengalaman melahirkan anak kedua. Belajar dari pengalaman anak pertama, melahirkan anak kedua memang lebih tenang dan siap mentalnya, terlebih jarak anak pertama dan anak kedua kami sekitar 7 tahun. Berbagai mitos pascamelahirkan yang dulu sangat disarankan oleh ibu saat cucu pertama dari anak perempuannya lahir juga tidak saya lakukan di lahiran kedua ini.
Terlebih pengalaman kami tinggal di Jepang juga membuat kami lebih terbuka lagi wawasannya. Berikut ini empat mitos pascamelahirkan yang kini saya tinggalkan meski dulu pernah saya lakukan saat melahirkan anak pertama.
1. Menaruh gunting dan peniti di dekat bantal bayi
Menjadi ibu kala itu memang pengalaman pertama saya dan harus diakui tanpa cukup pengetahuan tentang hamil dan kesiapan melahirkan. Pun sama halnya dengan ibu saya, menjadi nenek dari anak perempuannya adalah pengalaman pertamanya. Beliau pun mengisahkan bagaimana dulu membesarkan bayinya.
Tetangga pun ikut memberi saran ini itu yang akhirnya membuat saya dan ibu juga pusing sendiri. Kami pun ikut saja, pasrah melakukannya. Salah satunya adalah menaruh gunting dan peniti di dekat bantal bayi. Meski tidak tahu fungsinya apa, saya waktu itu menuruti saja karena memang tak terlalu ambil pusing juga.
Ternyata di kelahiran anak kedua, tetap saja ada yang menyarankan hal itu, lho. Tetapi saya tak menaruh kedua benda tersebut karena tidak tahu fungsi ilmiahnya apa. Lagipula, kami juga berpikir kalau anak negara lain mungkin tak diberi demikian. Jadi, kami pun memutuskan untuk tidak melakukannya. Lagipula, kalau tujuannya agar tidak diganggu makhluk tak kasat mata, kita bisa membacakan doa memohon perlindungan Tuhan juga.
Artikel terkait: 6 Mitos Tentang Cesar yang sering Bunda dengar dan terbukti salah
2. Tidak keluar rumah sebelum 40 hari, mitos pascamelahirkan yang kini kutinggalkan
Setelah melahirkan anak pertama saya, selain ke puskesmas untuk imunisasi, saya tidak keluar rumah dan pergi ke mana-mana selama 40 hari lho, Bun. Di hari ke-41, saya seperti burung yang dilepas dari sangkarnya, pergi belanja ke supermarket rasanya bikin terharu. Segitunya, lho. Tahun 2012, e-commerce dan makanan pesan online belum seramai sekarang. Ketika membeli ini itu, suami yang mau tak mau harus membelikannya.
Padahal saran agar tidak keluar rumah sebelum 40 hari itu ya ditujukan ke bayinya saja karena imunitas bayi yang belum sempurna, lho, bukan ibunya juga. Tetapi, “ibu harus selalu bersama bayi” adalah “hal yang harus dilakukan” kala itu. Setelah kelahiran ke-2, sesekali saya menitipkan anak ke suami ketika ingin pergi belanja ke warung atau me time sekadar jajan mie ayam yang tak sampai setengah jam. Tentu saja setelah badan sudah pulih pasca melahirkan ya, Bun.
Di Jepang, atau mungkin di negara lain, bayi belum ada sebulan saja sudah diajak nge-mall lho, Bun. Mungkin karena udara dan lingkungannya bersih juga, sih. Saya juga pernah melihat ibu yang membawa bayinya yang masih merah sedang mengurus administrasi kependudukan di kantor walikota lho, Bun.
Yang jelas saat mengajak bayi baru lahir keluar rumah, kita harus memperhatikan banyak hal sih, termasuk kesehatan, kehangatan tubuh bayi, dan ketenangan kita sebagai ibu. Tetapi, bawaannya juga rempong ya, Bun, mending nanti kalau sudah agak besar saja sih.
Artikel terkait: Belum 40 hari melahirkan, istri Giring Nidji sudah lakukan hal ini; Warganet pun mengomentari
3. Memakaikan gurita bayi
Saya dulu memakaikan gurita bayi ke anak pertama lho. Saya bahkan beli gurita sampai setengah lusin karena mengikuti saran dari ibu. Tummy time seperti Rayyanza? Bisa jadi dicecar habis-habisan oleh neneknya.
Di kelahiran anak kedua, saya sama sekali tidak membeli gurita bayi dan tidak memakaiannya. Pijat bayi ke dukun bayi dekat rumah juga tidak sesering anak pertama. Tummy time sesekali, itupun saat neneknya tidak ada. Bedong juga dilakukan tapi tidak sesering dan seketat dulu. Pokoknya, saya dan suami jauh lebih woles dalam membesarkan anak kedua kami. Pengalaman memang guru terbaik ya, Bun.
4. Katanya hanya makan “sayur” biar ASI lancar
Mendengarkan banyak saran saat menjadi ibu baru kala itu benar-benar membuat saya pusing dan sempat mengalami baby blues. ASI saya juga tak sebanyak yang diharapkan, bahkan di satu bulan pertama anak saya tidak naik berat badannya dan atas advice dokter anak disarankan minum sufor. Tak mau menyerah soal ASI, kami pun mengundang konselor laktasi dan saya pun berhasil menyusui sampai anak pertama saya berusia 25 bulan.
Waktu itu daun katuk, kelor, bayam, dan sayuran berwarna hijau menjadi makanan harian saya. Setiap hari makan itu tanpa diimbangi makanan gizi seimbang lainnya. Pokoknya sayur, sayur, dan sayur biar ASI-nya banyak.
Artikel terkait: Wow! 3 Mitos kehamilan ini terbukti benar, manakah yang terjadi pada Bunda?
Setelah melahirkan anak kedua, saya lebih fleksibel urusan makanan. Apapun boleh dimakan dan diusahakan sesuai gizi seimbang. Sayuran hijau seperti katuk, kelor, dan bayam tetap dimakan tetapi tak seketat dan sebanyak dulu. Mungkin karena pikiran lebih tenang dan support system juga sudah berpengalaman sih, ASI lebih lancar. Dibanding meributkan hal-hal kecil, mending mencari hiburan, termasuk menonton drakor, biar hati ibu lebih bahagia saat menyusui.
Begitulah kira-kira mitos pascamelahirkan anak pertama yang tidak saya lakukan lagi saat melahirkan anak kedua saya. Belajar dari pengalaman sendiri memang sangat membantu kita menenangkan diri ya, Bun. Kita juga jauh lebih percaya diri mengurus segala sesuatunya. Bagaimanapun juga ibu pasca melahirkan tetap membutuhkan ketenangan jiwa saat menyusui dan membesarkan buah hatinya.
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
6 Cara Mengoptimalkan Periode Emas Anak, Nutrisi sampai Pembatasan Screen Time
Anakku Histeris saat Aku BAB di Toilet, Apa yang Terjadi Padanya?
Intip 5 Cara yang Bisa Bunda Lakukan untuk Menyingkirkan Negative Vibes