Ini Mitos dan Fakta Terkait HIV AIDS yang Penting Diketahui

HIV AIDS merupakan penyakit disebabkan virus perusak sistem kekebalan tubuh. Terkait penyakit ini, ada mitos HIV AIDS yang kerap tersebar.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

HIV/AIDS merupakan penyakit disebabkan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh para penderitanya. Mengenai penyakit ini, masih banyak kesalahpahaman serta mitos  HIV AIDS.

Seperti diketahui, Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS berdasarkan National Institutes of Health hingga saat ini belum ditemukan obatnya. Sebab, virus HIV memiliki cara unik untuk menghindari sistem kekebalan tubuh dan imun manusia tidak mampu merespon secara efektif terhadap situasi tersebut.

Beragam mitos terkait HIV/AIDS juga semakin menambah stigma negatif bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) alias pengidapnya. Itulah yang membuat mereka enggan menjalani pengobatan.

Nah, untuk meluruskan beragam kesalahpahaman serta mitos HIV AIDS, berikut ini fakta-fakta pendukung yang bisa menguatkan.

10 Mitos HIV AIDS Berikut Faktanya

1. Mitos HIV AIDS: HIV Sama dengan AIDS

HIV dan AIDS adalah dua hal yang berbeda. Penyakit HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan nama virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sedangkan AIDS menjadi tahap akhir dan kelanjutan dari infeksi HIV jangka panjang setelah rusaknya sistem imun tubuh.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit kronis dengan sekumpulan gejala yang berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Kondisi tersebut membuat para pengidapnya sangat berisiko tinggi menghadapi masalah kesehatan lain yang lebih serius.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dengan penjelasan tersebut, Parents bisa memiliki gambaran bahwa tidak semua pengidap HIV terjangkit AIDS. Pengobatan HIV yang tepat dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan virus HIV sehingga dapat mencegah risiko AIDS.

Artikel terkait: HIV dan AIDS: Penyebab, Gejala, Tipe, dan Pengobatan

2. Mitos HIV AIDS: HIV/AIDS Merupakan Penyakit LGBT dan Pemakai Narkoba

HIV/AIDS Merupakan Penyakit LGBT dan Pemakai Narkoba

Pria gay dan mereka pemakai narkotika suntik termasuk golongan orang yang paling rentan terkena HIV/AIDS. Pasalnya, hubungan intim sesama jenis lewat seks anal dan pemakaian jarum suntik narkoba secara bergantian menjadi penyebab HIV paling umum ditemukan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain kedua perilaku tersebut, seks vaginal atau penetrasi antara penis-vagina dan seks oral tanpa menggunakan kondom juga jadi cara penularan HIV tinggi lainnya. Selain metode seksual lainnya, kebiasaan seks anal juga berisiko paling tinggi untuk penularan infeksi HIV.

Kemenkes menyebutkan, tren infeksi HIV selama tahun 2010-2017 semakin dominan terjadi pada golongan heteroseksual. Sementara itu, berdasarkan Infodatin AIDS, penderita HIV/AIDS di Indonesia justru paling banyak berasal dari kelompok ibu rumah tangga dan kaum pekerja baik kantoran, wirausaha, dan tenaga medis. 

Artikel terkait: Perlukah tes HIV saat hamil, begini penjelasannya!

3. Mitos Bisa Tertular Jika Tinggal atau Bergaul Bareng ODHA

Bisa Tertular Jika Tinggal atau Bergaul Bareng ODHA

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penelitian membuktikan, HIV dan AIDS tidak disebarkan melalui sentuhan kulit seperti bersalaman, berpelukan, atau tidur malam di atas ranjang yang sama, air mata, keringat, atau pertukaran air liur saat berciuman.

Berikut ini aktivitas yang tidak akan menularkan HIV kepada orang lain:

  • Berada di satu ruangan dan menghirup udara yang sama dengan ODHA
  • Menyentuh barang-barang yang telah disentuh oleh ODHA
  • Meminum dari gelas yang telah digunakan oleh ODHA
  • Memeluk, mencium, atau berjabat tangan dengan ODHA
  • Berbagi peralatan makan dengan ODHA
  • Menggunakan peralatan gym bersama-sama dengan ODHA.

Sementara itu, HIV hanya bisa ditularkan lewat pertukaran cairan tubuh tertentu yang mengandung konsentrasi tinggi dari antibodi HIV. Mulai dari darah, sumsum tulang belakang, air mani, cairan vagina-anus, dan air susu ibu (ASI).

Virus HIV tersebut akan ditularkan pengidapnya yang positif kepada orang yang tidak terinfeksi HIV ketika masuk melalui selaput lendir, luka terbuka, atau goresan di kulit.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berdasarkan Organisasi HIV/AIDS asal Inggris, AVERT, ciuman mulut tertutup bukan ancaman besar. Berbeda halnya jika ciuman dilakukan dengan mulut terbuka, akan menjadi faktor risiko bila ada darah yang terlibat seperti luka gigit, gusi berdarah, atau sariawan di mulut.

Centers for Disease Control and Prevention US (CDC) juga memaparkan, cairan tubuh lainnya, termasuk air liur, hanya memiliki sangat sedikit residu antibodi HIV. Dengan begitu, risiko infeksi tergolong sangat rendah.

Artikel terkait: Ibu dengan HIV/AIDS ini melahirkan 2 anak sehat, seperti ini kisahnya

4. Mitos HIV/AIDS Tidak Bisa Disembuhkan

Seperti dijelaskan sebelumnya, HIV AIDS memang belum ada obat penawarnya. Pengobatan antiretroviral yang tersedia hanya bisa membantu menekan perkembangan penyakitnya, mencegah risiko penularan, dan mengurangi risiko kematian karena komplikasi HIV/AIDS.

Obat memang bisa membantu para positif HIV menjalani hidup lebih sehat dan normal. Hanya saja, harus tetap rutin minum obat retroviral selama seumur hidup.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sementara itu, jika positif HIV lupa minum obat, maka akan membuat virus jadi kebal dan menimbulkan berbagai efek samping yang lebih parah.

5. Mitos Pasangan Sesama ODHA Tidak Perlu Melakukan Hubungan Intim Aman

Pasangan Sesama ODHA Tidak Perlu Melakukan Hubungan Intim Aman

Walaupun sama-sama positif HIV/AIDS dengan pasangan, pengidap HIV harus tetap melakukan seks aman untuk mencegah risiko infeksi pingpong, terutama penyebaran virus HIV kebal obat.

Pasangan sesama ODHA wajib melakukan hubungan intim dengan kondom. Pasalnya, dua orang yang positif HIV bisa memiliki genetik virus berbeda.

Jika melakukan hubungan intim tanpa kondom, masing-masing virus dapat menginfeksi satu sama lain dan berevolusi untuk menyerang tubuh dengan dua tipe virus yang berbeda.

Hal ini akan semakin memperparah penyakit masing-masing pihak dan mungkin akan membutuhkan perubahan terapi dan dosis obatnya.

6. Mitos Tanda dan Gejala HIV Dapat Langsung Terlihat

Seseorang dapat terjangkit HIV positif tanpa menunjukkan gejala apapun selama bertahun-tahun. Gejala awal HIV bisa muncul 10 tahun setelah infeksi pertama, dengan gejala mirip flu biasa.

 Tes HIV menjadi satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang bersama pasangannya HIV positif.

7. Mitos bahwa Ibu Hamil Positif HIV akan Menularkan Janinnya

Salah satu cara penyebaran virus HIV memang lewat penularan infeksi ibu-ke-anak. Hanya saja, ibu hamil positif HIV yang tidak menjalani perawatan memiliki peluang penularan 1:4 kepada janin di dalam kandungannya.

Saat ibu dan janin menerima pengobatan tepat sasaran sebelum, selama, dan sesudah kelahiran, maka 1-2 persen penurunan peluang risiko infeksi pada bayi.

8. Mitos Pengidap Tidak Akan Menularkan Penyakit Selama Minum Obat

Obat retroviral yang diminum rutin dapat membantu mengendalikan gejala penyakitnya. Hanya saja, positif HIV tetap berisiko menularkan virus kepada orang lain jika tidak berhati-hati. Sebab, obat hanya akan menekan kadar jumlah viral load HIV dalam darah sehingga terlihat normal pada tiap uji tes darah.

Berdasarkan penelitian, darah atau cairan tubuh yang hanya sedikit mengandung virus HIV tetap berisiko menularkan penyakit.

9. Mitos Penularan HIV dan AIDS lewat Gigitan Nyamuk

Penularan HIV dan AIDS lewat Gigitan Nyamuk

Salah satu penularan virus HIV memang lewat darah. Hanya saja, belum ada bukti medis yang menunjukkan gigitan nyamuk menjadi perantara penyebaran virus HIV dari pengidapnya.

Ketika nyamuk menggigit positif HIV tidak akan mengalirkan darah milik orang tersebut kepada orang lain. Sebab, usia virus HIV juga tidak akan bertahan lama di tubuh serangga.

10. Mitos HIV dan AIDS Merupakan Hukuman Mati pada Pengidapnya

Angka kematian HIV/AIDS sangat tinggi di tahun-tahun awal penyakit ini ditemukan. Selama masa epidemi, mereka yang menjadi ODHA juga hanya dapat bertahan hidup sekitar 3 tahun.

Bahkan, jika terjangkit penyakit oportunistik yang berbahaya, harapan hidup tanpa pengobatan turun hingga sekitar 1 tahun.

Namun, sejak perkembangan sains modern, obat retroviral memungkinkan para ODHA hidup lebih panjang, dan dapat beraktivitas normal serta produktif.

Itulah mitos HIV AIDS dan kesalahpahaman terkait penyakit ini yang penting diketahui agar tidak salah menyikapi. Semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan, perlindungan Tuhan YME dan pengidap penyakit ini bisa pulih kembali!

Baca juga:

Ketangguhan Ayu Oktariani, Pengidap HIV yang Tak Lelah Berjuang Hidup dan Mengedukasi Sesama

Penulis

Tania Latief