Beberapa hari lalu, jagad sosial media ramai lantaran ada mertua marah dan memperkarakan menantunya. Sang mertua marah karena menganggap penis menantu laki-lakinya yang terlalu besar menjadi penyebab anak perempuannya meninggal dunia.
Benarkah?
Adalah Nedi Sito (55), ia adalah mertua marah pada menantunya yang tinggal di Dusun Brukan, Desa Maron Kidul, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo.
Ia merupakan ayah dari Jumantri, perempuan yang meninggal yang diduga kematiannya akibat ukuran alat kelamin menantunya, Barsah, terlalu besar.
Ia pun melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian setempat. Laporan mertua marah yang menduga penis menantunya jadi penyebab anaknya meninggal dunia ini akhirnya membuat pihak kepolisian mengumpulkan data, mencari bukti dan mendengarkan beberapa pengakuan dari keluarga korban. Tak terkecuali, sang menantu pun dipanggil untuk dimintai keterangan.
Untuk membuktikan apakah dugaan Nedi benar atau salah, Barsah pun diminta memperlihatkan alat kelaminnya di hadapan petugas. Kepada Desa Maron Kidul, Ridwanto pun ikut menjadi saksi.
Hasilnya, mereka menyatakan bahwa ukuran penis Barsah sebenarnya sangat normal. Tidak seperti dugaan sang mertua.
Kasat Reskrim Polres Probolinggo, AKP Riyanto mengatakan bahwa setelah difasilitasi antara pelapor dan terlapor, dan melihat secara langsung ukuran alat kelamin yang dikira besar, ternyata ukuran standar orang Asia. Oleh karena itu, sang mertua pun langsung mencabut laporannya dan saling memaafkan.
Rupanya, pemicu mertua marah hingga menuntut sang menantu dikarenakan, Nedi Sito ‘temakan’ isu yang mengatakakan kalau putrinya meninggal lantaran ukuran kelamin Barsah yang terlalu besar. Dugaan ini semakin diperkuat karena almarhumah, Jumantri, meninggal tak lama setela melakukan hubungan suami.
Padahal, kematian Jumantri disebabkan karena karena gangguan neurologis, epilepsi, yang telah diderita sejak ia berusia 14 tahun.
Epilepsi Bisa Sebabkan Kematian Mendadak
Kasus ini setidaknya bisa membuktikan kalau epilepsi memang tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya serangan epilepsi memang bisa berujung pada kematian atau yang dikenal dengan sebutan enexpected death in epilepsy alias SUDEP. Nah, SUDEP ini biasanya ditandai dengan masalah jantung atau pernapasan.
Namun pemicu sesungguhnya selama ini masih misterius, sehingga kemunculannya tidak bisa diprediksi.
Dikutip dari laman Detik Health, pasien epilepsi yang hanya kejang memang tidak ada yang meninggal. Namun, yang membahayakan justru efek sekundernya.
dr Diatri Nari Lastri, SpS(K)- RSCM menjelaskan bahwa orang yang meninggal akibat epilepsi adalah karena efek sekunder. dr Diatri mencontohkan misalnya orang yang sedang menyeberang jalan, lalu kemudian terkena serangan epilepsi dan kemudian alami kecelakaan, yang menyebabkan kepala terbentur.
Apabila penderita mengalami serangan secara tiba-tiba dan terus terus terjadi, juga berisko sebabkan pasien terbentur atau bahkan jatuh. “Kalau tidur sih tidak apa-apa, palingan hanya lemas sebentar. Kalau kejangnya sampai membuat jatuh lalu kepalanya terbentur sampai menyebabkan masalah baru bahaya itu,” tegasnya.
Sementara, dr Andreas Prasadja, RPSGT, dokter di Rumah Sakit Mitra mengatakan bahwa tidak ada angka pasti mengenai risiko SUDEP, namun diperkirakan terjadi pada 1 di antara 1.000 penderita epilepsi. Di Inggris, SUDEP telah menewaskan 500-1.000 pertahun sementara di Australia baru 150 kasus yang pernah tercatat.
Oleh karena itu, dr Diatri mengingatkan, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan mengonsumsi obat secara teratur. Baik pasein atau pihak keluarga diharapkan bisa lebih hat-hati untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Baca juga:
Ukuran Penis di Berbagai Belahan Dunia, Pria Afrika Miliki Ukuran Terbesar
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.