Beberapa waktu lalu bercerita bahwa saya menikah dari nol, lalu seorang teman laki-laki mempertanyakan “Apakah zaman sekarang masih ada yang mau menikah dari nol?” Sebenarnya ini pertanyaan reflektif, mungkin sambil mempersiapkan pernikahannya kelak.
Jujur saja kalau ngomongin zaman, saya menikah tahun 2018. Artinya belum jauh amat lah, baru 3 tahunan yang lalu. Masih bisa dibilang zaman sekarang. Jadi kalau ditanya masih ada, ya tentu masih ada, dan banyak. Hanya saja perlu dilihat kesiapannya, pekerjaan, penghasilan, rencana usaha, dan aset yang dimiliki.
Saya menikah saat sudah memiliki bimbel, sedang suami saya satu tahun menjadi dosen luar biasa. Dosen luar biasa belum kontrak lho ya, artinya gajinya dibayar di akhir semester. Setelah menikah saya ikut ke kota suami, bimbel saya tinggal dan saya gak punya penghasilan sama sekali.
Saat itu ada kemungkinan suami saya akan diangkat menjadi dosen kontrak, satu poin. Lalu suami saya punya warisan kebun sawit meski hasilnya sangat kecil, tidak sampai satu juta, dua poin. Rencana usaha saya yaitu jualan online yang terus berjalan meski pindah dan membuka bimbel, tiga poin. Dari tiga poin inilah saya memberanikan diri untuk menikah. Dan tentu saja kami terseok-seok saat menjalaninya.
Tentu saja menikah dalam kondisi sudah siap dan mapan secara material dan mental lebih baik, namun sebenarnya ada sisi positif juga bagi yang menikah dari nol. Berikut ulasannya.
1. Semua Milik Berdua
Ketika menikah dari nol berarti pasangan tidak memiliki apa pun sehingga semua yang dibeli setelah menikah menjadi miliki berdua. Beda halnya jika salah satu sudah memiliki aset,rumah misalnya. Berarti rumah itu milik pribadi. Tentu saja hal in tidak masalah, namun akan ada rasa yang mengganjal.
Jika pasangan kita memiliki rumah, maka sampai kapan pun kita tak bisa merasa memiliki seutuhnya. Meski ketika menjalaninya biasa saja, namun perasaan itu tetap ada. Suami saya memiliki kebun sawit yang meski berkali-kali suami saya bilang itu miliki kami, saya tetap tak pernah merasa memilikinya.
Kami membuat anggaran untuk mengurus kebun, tapi saya tak pernah menuntut hasilnya. Saya bebaskan suami menggunakan hasil panen dan saya tak ingin menyentuhnya kecuali memang untuk kebutuhan keluarga. Beda halnya jika aset atau barang dibeli bedua, kita akan lebih leluasa menggunakannya dan merasa memiliki.
Artikel terkait: 7 Cobaan Awal Menikah, Parents pernah mengalaminya?
2. Menghindari Dominasi
Tentu saja dominasi ini ingin sekali kita hindari. Namun terkadang kita bisa lupa diri. Kita merasa memiliki segala hal dan pasangan kita hanya menumpang. Terkadang hal seperti ini bisa muncul ketika terjadi perselisihan.
Kepemilikan akan aset dan barang juga bisa menimbulkan dominasi pasangan. Yang memiliki merasa lebih unggul, lebih berhak, dan lebih berjasa sehingga bebas melakukan apa saja. Tentu saja banyak orang tidak begini, namun tetap saja kan kemungkinan itu ada?
3. Menghindari Konfilik dengan Keluarga Pasangan
Beberapa keluarga yang anaknya memiliki aset merasa lebih berhak atas harta anaknya. Beberapa ada pula yang merasa menantunya hanya hidup enak tanpa berusaha. Menantu akan sulit sekali dihargai hanya karena tidak membawa aset. Keluarga juga lebih mudah menuntut ini itu dan tidak ingin harta anaknya dipegang menantunya. Ini hal yang seringkali terjadi.
Jangankan punya harta dan aset, tidak punya pun menantu khususnya perempuan sering dituduh macam-macam. Pihak keluarga juga seringkali meminta bantuan karena merasa anaknya punya tanggung jawab pada mereka. Hal ini tentu memicu banyak konflik. Maka jika semua dimulai dari nol, konflik lebih minimal.
Artikel terkait: 5 Cerita haru menghadapi ujian awal pernikahan, Bunda juga mengalaminya?
4. Memulai Usaha Sesuai Visi Misi Bersama
Jika pasangan kita sudah memiliki usaha sendiri sebelum menikah, maka usaha itu adalah miliknya pribadi. Bisa jadi kita hanya bisa membantu sedikit, kalaupun ikut mengurus usaha dari segala aspek bisa jadi tidak sesuai passion kita.
Maka menikah dari nol bisa membuat kita memulai usaha bersama sesuai keinginan bersama. Visi misi bisa dibangun dan menjadi usaha yang disukai kedua pihak.
Artikel terkait: 18 Hal yang Pasti Dialami oleh Setiap Pasangan di Tahun Pertama Pernikahan
5. Memperkuat Hubungan Setelah Berjuang Bersama
Menikah dari nol memang sangat berat, butuh kesabaran dan kekuatan saat menjalaninya. Perjuangannya benar-benar melelahkan hingga terkadang kita ingin menyerah. Bagaimana tidak seringkali kita ingin makan tapi tak ada uang. Seringkali saat hamil dan butuh nutrisi yang cukup tak ada biaya. Seringkali saat kontrol kehamilan uangnya tak ada.
Tapi semua ini menjadi perjuangan bersama yang akan menguatkan hubungan pasangan. Memori perjuangan kebersamaan akan selalu abadi dalam kenangan. Dan kenangan ini lah yang membuat kita bisa lebih mencintai dan menghargai pasangan.
Ditulis oleh Mahdiya Az Zahra, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Ampuh! Jurus Menyapih Unik yang Kupraktikkan pada Ketiga Anakku
4 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan untuk Meningkatkan Mood setelah Melahirkan
Sering Garuk Telinga Hingga Lecet, Ternyata Anakku Alami Kondisi Ini