Tak Bisa dengan Kata-Kata! Begini Cara Saya Mengatasi Bullying di Sekolah

Mengatasi Bullying dengan Membacakan Si Kanchil

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ini cerita saya mengatasi bullying di sekolah dengan cerita Si Kanchil.

“Si kancil anak nakal. Slalu mencuri ketimun.”

Dari ruang saya terdengar sekelompok anak di kelas 2 menyanyikan lagu itu pada saat snack time. Ini sudah ketiga kalinya saya mendengar lagu itu didengungkan. Saya heran karena di dalam program bulanan Kelas 2 tidak ada pelajaran terkait Si Kancil.

Menurut Bu Dira, guru Kelas 2, siswa-siswanya menyanyikan lagu itu untuk mengejek Raka yang dalam seminggu itu membawa mentimun. Lalu bagaimana dengan Raka? “Dia diam saja,” kata Bu Dira.

Ternyata Raka tidak diam. Setelah tiga kali diejek temannya, dia mengadu kepada ibunya. Ya, ibunya menelepon Bu Dira siang itu, mengatakan bahwa Raka sedih diejek teman-temannya sebagai Si Kancil. Menurut ibu Raka, bekal mentimun dibawakan karena Raka sedang suka mentimun.

“Apa yang akan Bu Dira lakukan?” tanya saya.

“Pada saat circle time pagi, saya akan meminta anak-anak untuk menghargai apa pun bekal yang dibawa. Ini kami ketahui dari ibunya,” katanya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tidak salah, kata saya, tetapi kurang kuat. Mengatasi bullying tidak bisa dilakukan dengan kata-kata. Hal yang perlu dilakukan adalah mengganti perilaku negatif dengan perilaku positif. Nah, perilaku positif itu harus cukup kuat untuk dapat mengenyahkan si negatif.

Saya pun minta izin kepada Bu Dira untuk melakukan intervensi di kelas. Pada waktu itu saya menjadi Kepada Sekolah, dan saya perlu izin pemilik kelas untuk melakukan treatment kepada siswanya. Ya, ironis kan kalau saya mengatasi bullying dengan melakukan bully.

Saya membacakan buku di kelas. (Foto: Tri Marsiawati)

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Keesokan harinya saya masuk ke Kelas 2 untuk mendongeng. Saya akan membacakan buku “Si Kanchil. Kisah Sebenarnya”, koleksi perpustakaan sekolah. Saya juga telah menyiapkan berbagai macam mentimun.

Ada yang utuh, dan ada yang diiris dengan cetakan. Bu Rani, salah satu guru kami, mempunyai cetakan buah, dan dia mengiriskan mentimun dalam berbagai bentuk. Ada gitar, hati, bunga dan kepala Mickey.

Saat melihat saya masuk kelas membawa buku Si Kanchil dan mentimun, pandangan mata siswa mengikuti saya. Mulut mereka terdiam, mata mereka berbinar. Terlebih Raka. Dia seperti tak percaya saya datang membawa makanan kesukaannya.

Sebelum bercerita, saya sampaikan aturan main. Pertama, Bu Dira dan saya akan membagikan paper cup dan tusukan kue kepada setiap anak. Kemudian setiap anak memilih dua potong mentimun, dan memasukkannya ke dalam paper cup masing-masing.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Setelah semua mendapat mentimun, kegiatan bercerita dimulai. “Bila Kanchil membagikan mentimun, silakan makan ya mentimun kalian. Hanya satu gigitan, karena kita akan makan mentimun sepanjang cerita.”

Buk Si Kanchil (Foto: Tri Marsiawati)

Saya suka buku “Kanchil” karya Aio (penulis) dan EorG (illustrator). Di dalam buku itu kancil bukanlah tokoh antagonis seperti yang tergambarkan dalam lagu. Kancil adalah sosok pembawa kebaikan. Buku itu dibeli di Festival Dongeng Internasional di Museum Nasional. Kebetulan pengelola festival itu adalah Aio (Ariyo Zidni).

Energi positif di dalam buku pun menyebar di kelas saat saya membacakannya. “Kini semua hewan yang mendengar undangan dari senandung Kanchil, bersuka ria menikmati mentimun yang lezat,” kata saya. Saya memberi penekanan pada kata “mentimun” sebagai kode agar anak-anak menyantap mentimun. Mereka pun menyantap melakukannya dengan gembira.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Di dalam cerita sepanjang 32 halaman itu, ada empat adegan lagi yang menunjukkan Kanchil membagikan mentimun, baik kepada hewan maupun penduduk desa.

“Kanchil membagikan mentimun yang paling enak kepada teman-teman yang tidak bisa datang.”
“Kanchil membagikan mentimun ke ibu kelinci, lalu ke tupai.”
“Kanchil kemudian membagikan siwa mentimun yang dibawanya.”
“Kanchil membagi mentimun yang ada di kebunnya.”

Mentimun yang dipotong dengan bentuk hati. (Foto: Tri Marsiawati)

Ketika buku selesai dibacakan, mentimun di paper cup anak-anak telah habis. Mereka ingin menambah mentimun lagi dan saya perbolehkan mengambil satu lagi. Sengaja saya batasi agar mereka menganggap mentimun adalah hal berharga. Namun kalau mereka masih ingin lagi, dan di piring masih ada, mereka boleh ambil lagi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Mantap!” kata seorang anak.

Sesuatu yang baik perlu dibagi. Beberapa kali Kanchil mengatakan demikian.

Ya, kegiatan membacakan cerita Kanchil sambik menyantap mentimun adalah suatu kebaikan. Pada kognisi anak tertanam bahwa mentimun itu enak, makan mentimun sambil mendengarkan cerita itu mengasyikkan, dan makan mentimun bersama-sama itu menyenangkan. Mereka tidak lagi mengejek Raka bila membawa bekal mentimun.
Mengatasi bullying dapat dilakukan dengan cerita tentang kebaikan.

Dari pengalaman saya membacakan cerita ini:
• Buku “Kanchil” dapat dipakai untuk mengajak anak menyukai mentimun
• Buku “Kanchil” dapat dipakai sebagai sarana mengubah perilaku menjadi positif, tanpa menasihati
• Buku “Kanchil” disukai anak di usia SD Awal.

Ditulis oleh Endah Widyawati, UGC Contributor theAsianParent.com

Artikel UGC lainnya:

Intip 5 Cara yang Bisa Bunda Lakukan untuk Menyingkirkan Negative Vibes

Anakku Histeris saat Aku BAB di Toilet, Apa yang Terjadi Padanya?