Jangan anggap remeh jika anak Anda jatuh terduduk (jatuh dengan posisi pantat menyentuh lantai/tanah dulu). Apalagi jika tubuhnya sampai terjungkal ke belakang dan kepalanya membentur lantai.
Seorang anak kelas 3 SD di Semarang, Ana Amelia (9), diberitakan menderita lumpuh setelah jatuh terduduk.
Awalnya hanya keisengan anak-anak
Itu terjadi setelah 3 teman Ana iseng menyingkirkan kursi Ana saat ia hendak duduk. Akibatnya, Ana jatuh cukup keras ke lantai dengan posisi duduk, sampai tubuhnya terhempas ke belakang.
Setelah kejadian itu, Ana tidak merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia masih merasa baik-baik saja dan dapat beraktivitas seperti biasa.
Lalu 4 hari kemudian Ana merasa kepalanya pusing dan tubuh sebelah kanannya sulit digerakkan.
Dokter mengatakan, Ana mengalami lumpuh karena tulang belakang dan kepala bagian belakangnya terbentur saat ia jatuh terduduk.
Ahli bedah saraf dari Mayapada Hospital, dr Roslan Yusni Al Imam Hasan, SpBS menjelaskan, jatuh dengan posisi duduk bisa berbahaya bagi tulang belakang.
“Patah di ruas-ruas tulang belakang dapat memberikan keluhan dan gejala bervariasi. Cedera ruas leher bisa menimbulkan rasa sakit di leher, bahu, lengan dan kepala. Tidak jarang mengakibatkan kelumpuhan seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai).”
Bahaya lain bisa timbul jika jatuh terduduk diikuti dengan terhempasnya tubuh ke belakang dengan kuat, sampai kepala bagian belakang membentur lantai.
Orang yang jatuh dengan posisi ini bisa kehilangan penglihatan. Ini karena saraf mata dan persepsi penglihatan ada di otak besar bagian belakang. Benturan di area ini bisa merusak saraf mata dan menimbulkan kebutaan.
Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua agar kejadian ini tidak terulang lagi? Simak di halaman berikut.
Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua?
Kejadian yang dialami Ana cukup tragis karena ketiga teman Ana awalnya hendak bercanda. Sekarang tiga anak itu harus menerima konsekuensi berupa rasa bersalah, yang mungkin tak akan bisa mereka lupakan seumur hidup.
Bagaimana cara kita mengantisipasinya?
- Meski anak sudah besar dan bersekolah, bukan berarti Anda bisa melonggarkan pengawasan saat ia ada di rumah. Cara ia bercanda dengan kakak, adik atau teman di rumah bisa ia lakukan juga saat ia ada di sekolah. Segera tegur anak jika ia bercanda kelewatan.
- Jangan izinkan anak menonton acara televisi atau film yang banyak menampilkan adegan lucu tapi berbahaya seperti di atas, termasuk film kartun yang berbahaya.
- Orangtua dan sekolah perlu menjalin komunikasi untuk mengawasi perilaku anak saat di sekolah. Orangtua juga perlu bertanya apakah sekolah sudah benar-benar menerapkan disiplin.
- Ajarkan anak untuk selalu mengecek kursi sebelum ia mendudukinya, karena keisengan seperti yang terjadi pada Ana sangat sering terjadi di lingkungan sekolah.
- Tragedi Ana terjadi di ruang kelas. Ini menimbulkan pertanyaan, mengapa anak-anak berani bercanda di dalam kelas? Apakah guru sedang tidak ada? Lalu ke mana gurunya? Selektif memilih sekolah adalah salah satu cara mengantisipasinya juga.
Parents, peristiwa yang dialami Ana bisa kita jadikan cerminan dalam mendidik anak. Mari kita asuh anak dengan baik, agar ia tidak menjadi sumber kemalangan bagi orang lain.
Baca juga:
Anak jatuh dari jendela apartemen saat main sendirian, begini kronologinya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.