Tidak hanya pendidikan seks, mengajarkan sexual consent juga menjadi salah satu hal penting yang perlu diajarkan orang tua pada buah hatinya sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Sudahkah kita mengajarkan sexual consent ini pada anak-anak?
Artikel terkait: Mengenalkan Pendidikan Seks bagi Anak dari Usia ke Usia
Pentingnya Mengajarkan Sexual Consent pada Anak
Membahas soal mencegah pelecehan seksual tentu saja memang tidak cukup dengan mengajarkan sexual consent pada anak. Ada banyak pemahaman yang perlu ditanaman orang pada anak terkait hal ini.
Setidaknya mungkin bisa dimulai dengan kesaadaran kita, para orang tua, untuk tidak menganggap pendidikan seks hal yang tabu. Toh, pendidikan seks bukan berati mengajarkan anak berhubungan intim. Bukan itu.
Mulai saja dengan hal sederhana, seperti mengenalkan anggota tubuh, perbedaan organ intim anak perempuan dan lelaki, batasan mana area yang boleh disentuh dan tidak, dan tidak perlu lagi menyebut organ intim dengan istilah. Oh, ya, satu lagi, jangan lupa ajarkan sexual consent juga pada anak.
Belum lama ini, saya sempat bertanya pada Agstried Elisabeth Pieter, selaku Psikolog Pendidikan sekaligus Co-founder Rumah Dandelion. Kenapa, sih, ajarkan sexual consent pada anak perlu dilakukan orang tua?
Di awal pemaparannya, ia menjelaskan kalau pada dasarnya consent di semua bidang sangat penting. “Artinya dengan menghargai consent dari orang lain, kita menghargai batasan mereka. Ada orang yang batasan seksualnya adalah tidak mau bersentuhan fisik sama sekali dengan lawan jenis, ya, harus dihargai. Ada orang yang batasannya soal makanan di kulkas kost adalah bukan milik bersama, ya, batasan itu juga perlu dihargai, dong,” tegasnya.
Sebenarnya, inti dari belajar tentang consent sesungguhnya belajar menempatkan manusia sebagai makhluk yang dapat menentukan batasan dirinya sendiri. “Ya, masak kita memaksakan pendapat kita untuk sesuatu yang adalah milik orang lain?” ucapnya lagi.
Artikel terkait: Ini 5 Cara Menjelaskan Alat Kelamin Anak Laki-laki kepada Putri Anda
Itulah mengapa consent perlu dipahami dengan baik. Bahkan data sebuah riset menunjukkan, saat anak-anak dan remaja bisa memahami consent dengan baik maka bisa menghindari dan menolak kekerasan serta pelecehan seksual dari orang lain.
Pelecehan seksual sendiri bisa diartikan sebagai seluruh jenis perilaku, ucapan, isyarat atau pendekatan terkait seks yang tidak diinginkan. Dengan demikian, tanpa adanya consent atau persetujuan seksual dari penerima, suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual
Hal ini pun ditegaskan Mbak Agstried, “Mengajarkan sexual consent memang bisa mencegah pelecehan seksual, karena anak bisa mengenal batasan yang membuat mereka nyaman atau pun sebaliknya. Tahu apa yang membuat mereka nyaman.
Akan tetapi, mengajarkan sexual consent tentu saja tidak cukup untuk mencegah pelecehan seksual. It goes both ways. Pihak yang rentan menjadi korban memahami batasan diri, pihak lain, menghargai batasan yang dibuat dan mengendalikan diri,” paparnya lagi.
Mengajarkan Sexual Consent pada Anak, Mulai dari Mana?
1. Ajarkan Otonomi Tubuh
Saat anak memasuki usia sekolah, mereka tentu saja sudah bisa memahami otonomi tubuhnya. Anak memiliki hak atas tubuhnya sendiri. Paham area tubuh yang dianggap privat sehingga tidak boleh dilihat, disentuh orang lain. Yaitu, pipi, bibir, dan bagian tubuh dari bawah leher hingga atas.
Anak perlu tahu, area tubuh yang boleh bersentuhan dengan orang lain, misalnya saja tangan untuk bersalaman, serta area privat tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.
2. Latih Anak Berkata Boleh dan Tidak Boleh
Artikel terkait: Yuni Shara Temani Putranya Menonton Film Porno, Bagaimana Pendapat Psikolog?
Saat sedang kumpul keluarga, ada yang gemas dengan anak kita? Mau mencium atau memeluknya? Biasanya, respons apa, sih, yang kita berikan? Membolehkan saja karena merasa, toh, yang memeluk anggota keluarga sendiri? Atau, jangan-jangan kita sendiri yang tanpa sadar ‘memaksa’ mencium dan memeluk anak padahal mereka merasa tidak nyaman?
Ternyata kebiasaan seperti ini memang perlu diubah. Jangan sampai, atas nama menjaga sopan santun, malah kita sendiri yang tidak menghargai batasan anak. Hal inilah yang ditekankan dan diingatkan Mbak Agstried.
“Mengajarkan seksual consent, tentu saja dimulai dari menghargai pendapat dan batasan anak pada hal-hal yang memang menjadi hak si anak. Mau cium atau peluk anak, tanyakan apakah mereka nyaman? Kalau belum bisa bicara, coba perhatikan apakah anak nyaman kalau kita cium atau peluk. Kalau terlihat menolak dan tidak nyaman, ya, hentikan.
Begitu juga ketika kita mau meminjamkan mainan anak ke teman atau saudaranya, biasakan tanya dulu ke anak, berikan alasan yang logis, negosiasi yang sehat jika perlu. Biarkan anak yang mengeluarkan kata “boleh” atau “tidak boleh”. Latih anak untuk bicara dan menentukan pilihannya, dan kita tentu saja harus menghargainya.”
3. Mengajarkan Sexual Consent, Membuka Ruang Diskusi
Mengajarkan sexual consent tentu tidak akan terlepas dari memberikan ruang diskusi pada anak. Seiring bertambah dan perkembangan, anak semakin kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Inilah saat yang tepat untuk menjelaskan dan memberikan edukasi pada anak. Biarkan ia bebas bertanya. Tugas kita, memberikan penjelasan sesuai dengan perkembangan usianya.
Jadi, sudahkah mengajarkan sexual consent pada anak?
Baca Juga:
Pemerkosaan dalam Pernikahan, Sering Terjadi namun Tidak Dilaporkan
Pentingnya Sexual Consent Sebelum Berhubungan Intim, Ini Alasannya!
Berkaca dari Kasus Novia Widyasari, Lakukan Ini Jika Anak Hamil di Luar Nikah