Kesalahan orangtua yang membuat anak perempuan rentan jadi korban kekerasan seksual

Hindari kesalahan-kesalahan berikut ini, agar anak kita tidak menjadi korban pelecehan seksual.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Cara orangtua mendidik anak perempuan seringkali mendapat bias dari budaya patriarki yang kental di Indonesia.

Setiap gerak gerik dan tindak tanduk anak perempuan didikte berdasarkan apa yang akan membuatnya menjadi seorang istri yang baik. Atau larangan yang akan membuatnya terlihat murahan di mata lelaki.

Tanpa sadar, pola pengasuhan yang berpegang pada norma masyarakat membuat anak-anak perempuan rentan menjadi korban pelecehan seksual.

Perbedaan cara mendidik anak perempuan dengan anak lelaki, dewasa ini seringkali menimbulkan masalah. Anak laki-laki dibiarkan menjadi nakal, sedangkan anak perempuan dididik agar manis seperti boneka.

Sudah saatnya kita mengubah hal ini. Mendidik anak perempuan dan anak laki-laki harus dilakukan dengan setara. Hukuman dan aturan yang diberikan haruslah serupa dan adil.

Kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak perempuan berikut ini, seringkali dilakukan orangtua. Yang tanpa sadar, membuat anak perempuan kita rentan menjadi korban pelecehan seksual. Atau malah memicu anak laki-laki kita menjadi pelaku. Karena bias nilai yang diterapkan pada anak laki-laki dan perempuan seringkali berbeda.

1. Anak laki-laki wajar berlaku nakal

Kesalahan pertama yang sering dilakukan orangtua, adalah membiarkan anak laki-laki berlaku kasar dengan teman bermainnya. Menganggap bahwa main pukul atau dorong adalah hal yang lazim dilakukan oleh anak lelaki. Tetapi, jika hal ini terus menerus dilakukan, maka anak akan menganggap kekerasan sah-sah saja dilakukan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Padahal, anak laki-laki memiliki kemampuan untuk menghormati orang lain dan berlaku sopan. Apabila orangtua mengajarkannya, dan memberinya hukuman ketika melakukan kekerasan.

Jangan biarkan anak lelaki melenggang bebas dengan kenakalannya.

Dengan menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan anak laki-laki adalah kewajaran. Secara tidak langsung kita menanamkan, bahwa mereka tidak bisa mengontrol emosi, dan kekerasan adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Akibatnya, ketika anak laki-laki tumbuh dewasa dia akan mengembangkan pikiran bahwa dirinya bisa melanggar aturan. Dan bisa menggunakan kekerasan untuk mencapai keinginannya. Akibatnya pelecehan seksual dalam bentuk verbal ataupun perbuatan, cenderung dilakukan karena merasa punya keunggulan sebagai lelaki di atas perempuan.

Dan anak perempuan yang terbiasa dianggap lemah, akhirnya merasa tak berdaya menghadapi kekerasan yang dilakukan anak lelaki. Karena selama ini diajarkan, bahwa perempuan akan selalu lebih lemah dari lelaki.

2. Memaksa anak perempuan memeluk dan mencium orang lain padahal tidak mau

Memaksa anak memeluk dan mencium kerabat, padahal dia tidak mau, akan merampas haknya terhadap tubuhnya sendiri. Dia jadi tidak punya kesadaran, bahwa siapapun harus meminta ijin sebelum menyentuh dirinya.

Karena terbiasa dipaksa untuk menerima sentuhan orang lain yang tidak diinginkan, diapun cenderung lebih rentan menjadi korban pelecehan seksual. Sebab tak bisa membela diri, atau tak punya kesadaran bahwa dirinya punya hak atas tubuhnya sendiri.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Ini alasan mengapa tidak boleh memaksa anak memeluk/mencium orang lain

3. Bertanya, "Apa yang kamu lakukan sampai dia menjahilimu?"

Kesalahan dalam mendidik anak perempuan yang membuatnya rentan jadi korban kekerasan seksual.

Ketika anak perempuan mengadu bahwa teman laki-lakinya nakal, atau berbuat kasar padanya, dengan bertanya "Apa yang kamu lakukan hingga dia berbuat kasar?" mengajarkan anak bahwa korban kekerasan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan pelaku.

Sama halnya dengan ungkapan, "Wajar saja dia diperkosa, gaya berpakaiannya seperti itu." Ungkapan seperti ini menanamkan pemikiran dalam kepala anak, bahwa kekerasan terjadi karena sesuatu yang salah dilakukan korban.

Hindarilah kesalahan ini. Jika anak mengadu bahwa dia berkelahi dengan temannya, minta dia bercerita dari awal. Sehingga Anda benar-benar tahu siapa yang salah. Dan pastikan Parents juga mengajari anak, bahwa kekerasan bukanlah jalan terbaik untuk mengatasi masalah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

4. Mendidik anak perempuan bahwa anak laki-laki menjahili mereka karena naksir

Seringkali kita salah kaprah dalam menanggapi keluhan anak perempuan yang dijahili teman laki-lakinya. Misalnya, dengan mengatakan anak laki-laki tersebut naksir padanya. Padahal memukul atau berbuat kasar pada seseorang sebagai cara mencari perhatian bukanlah hal benar.

Saatnya kita mengubah persepsi ini. Bila ada seseorang yang buat kasar pada anak kita, jangan pernah bilang bahwa itu adalah bentuk suka atau cari perhatian karena menyukainya. Hal ini bisa memicu kekerasan dalam hubungan ketika anak dewasa nanti.

Korban kekerasan dalam hubungan seringkali menyalahartikan kekerasan yang dilakukan pasangan sebagai bentuk cinta. Dan pelaku juga merasa tidak bersalah telah menyakiti karena menganggap hal tersebut wajar dilakukan pada orang yang disukai.

5. Menghakimi korban pemerkosaan di depan anak

Setiap ucapan dan tindak tanduk orangtua akan tertanam di benak anak. Begitupun ketika orangtua melihat berita pemerkosaan, dan justru melemparkan pernyataan bernada menghakimi kepada korban.

Contohnya, cara korban berpakaian membuatnya layak diperkosa, atau terlalu bebas berteman dengan lawan jenis.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ingat, pelecehan seksual adalah kekerasan yang kejam. Dan tidak ada seorangpun yang pantas menerimanya, seperti apapun gaya hidup dan cara dia berpakaian.

Hindari mengucapkan hal-hal seperti itu di depan anak. Kalimat bernada menghakimi seperti itu akan melekat di ingatan anak. Sehingga membuatnya berpikir, pemerkosaan terjadi karena kesalahan korban dan bukan pelaku.

6. Menekankan pada anak bahwa harga diri perempuan hanya terletak pada kesuciannya

Mendidik anak perempuan dengan keperawanan sebagai standar moral tertinggi adalah hal yang salah.

Dalam kebanyakan budaya di Indonesia, keperawanan dianggap sebagai standar moral tertinggi seorang perempuan. Hal ini menyebabkan banyak korban kekerasan seksual sulit mencari pertolongan, atau kabur dari pelaku.

Menekankan pada anak perempuan bahwa harga diri dan kualitasnya sebagai manusia hanya terletak pada keperawanannya adalah hal yang salah.

Hal ini membuat anak perempuan justru lebih rentan menjadi korban berulang. Yakni korban akibat kekerasan seksual, dan korban dari pandangan masyarakat yang menganggapnya tak lagi bernilai karena sudah tak perawan.

Mengajarkan nilai moral seharusnya bersumber dari perilaku dan kualitas kepribadiannya. Bukan sekadar lapisan hymen dalam tubuhnya.

Ajari anak perempuan Anda menjadi pribadi yang mandiri, dan bisa membela diri jika menghadapi bahaya pelecehan seksual. Ajari dia untuk menghargai tubuhnya sendiri, dan tidak pasrah saat menerima kekerasan dari orang lain. Apapun bentuknya.

 

Referensi: Babble

 

Baca juga:

Penulis

Fitriyani