Di tengah carut marut pandemi di Indonesia yang semakin tinggi kasusnya, publik mencari Menteri Kesehatan Terawan.
Di Indonesia, pandemi COVID-19 gelombang pertama belum menunjukkan tanda kapan akan berakhir. Masyarakat pun resah karena harus berjibaku melawan musuh tak kasat mata sementara ekonomi tak kunjung membaik. Bahkan, para tenaga kesehatan pun telah banyak yang gugur di ‘medan perang’.
Sementara, Menteri Kesehatan Terawan sebagai pemangku kebijakan yang diharapkan dapat memberikan solusi justru lama tak muncul ke hadapan publik. Publik pun bertanya-tanya, kemana gerangan sang menteri?
Mencari Menteri Kesehatan Terawan yang ‘Menghilang’, Najwa Shihab Wawancarai Kursi Kosong
Jagat maya diramaikan oleh tagar #MataNajwaMenantiTerawan. Melalui tagar tersebut, Najwa Shihab berharap dapat berbincang langsung dengan Pak Menteri.
Selama pandemi, Najwa Shihab, telah menghadirkan sejumlah pejabat di berbagai level pengambilan kebijakan di acara yang dibawakannya, Mata Najwa. Namun, ia belum berkesempatan untuk berbincang dengan Menteri Kesehatan Terawan. Padahal menurut Najwa dalam postingan di Instagramnya (27/9/2020), Kementerian Kesehatan adalah institusi paling strategis dalam hal ini.
Lebih lanjut, Najwa menjelaskan betapa pun sejumlah satgas dan komite telah dibentuk untuk mengatasi pandemi dan dampak-dampaknya, Kementerian Kesehatan tetaplah pengampu utamanya. Kemenkes inilah yang pada dasarnya memiliki kewenangan, anggaran, perangkat birokrasi terkait sektor kesehatan.
Itulah sebabnya dia ingin sekali menanyakan banyak hal terkait kebijakan penanganan pandemi kepada Menkes. Namun sayang, yang dicari tak kunjung muncul untuk memenuhi undangannya.
Akhirnya, Najwa pun nekat mewawancarai kursi kosong dan melakukan monolog seolah-olah sedang berhadapan dengan Pak Menkes. Wawancara Najwa dengan kursi kosong itu itu ditayangkan di kanal YouTube Najwa Shihab pada Senin, 28 September 2020.
Artikel terkait: Dampak Pandemi, 7 Ibu Hamil di Klaten Harus Melahirkan Tanpa Bantuan Medis
Pertanyaan untuk Pak Menkes
Kepada kursi kosong di hadapannya, Najwa Shihab melontarkan pertanyaan yang sejatinya ditujukan pada Terawan.
“Mengapa menghilang, Pak? Anda minim sekali muncul di depan publik memberi penjelasan selama pandemi. Rasanya Menteri Kesehatan yang paling low profile di seluruh dunia selama wabah ini hanya Menteri Kesehatan Republik Indonesia,” todong Najwa dalam videonya.
“Atau kehadiran Menteri Kesehatan di muka publik ada rasa tidak terlalu penting?” sambungnya lagi.
Najwa melanjutkan dengan beberapa pertanyaan. Di antaranya mempertanyakan apakah Menkes mengakui telah kecolongan karena menganggap virus ini bukan ancaman besar pada awal pandemi. Ia juga bertanya mengapa di saat negara-negara lain berangsur-angsur pulih, Indonesia justru tertinggal dalam penanganan pandemi.
Selain itu, Najwa juga menyinggung sikap Presiden Joko Widodo yang sempat menegur Terawan di hadapan publik hingga soal perlindungan tenaga kesehatan yang belum maksimal.
“Pak Terawan ada banyak menteri kesehatan yang mundur karena penanganan COVID-19. Misalnya Menteri Kesehatan New Zealand, Ceko, Polandia, Brazil, Chile, Pakistan, Israel, Kanada. Apakah penanganan kita lebih baik dari negara-negara yang Menkes-nya mundur?” cecar Najwa.
Alasan Mengapa Publik Mencari Menteri Kesehatan Terawan
Video wawancara Najwa dengan kursi kosong itu juga diunggah di akun Instagram @najwashihab. Pada keterangan foto Najwa menuliskan alasannya mengapa kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik sangat diperlukan.
Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Pak Terawan memang politis. Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik. Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik.
Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan. Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya. Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya.
Artikel terkait: 7 Pahlawan medis ini meninggal karena Covid-19, perjuangannya membuat haru
Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi. Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang. Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka.
Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara. Warga boleh mengajukan kritiik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan. Padu padan dukungan, usulan, atau keberatan itu tak ubahnya vitamin yang — kadang rasanya dominan pahit tapi kadang juga manis — niscaya menyehatkan jika disikapi sebagai proses bersama.
Baca juga:
Sempat tunda pernikahan demi tangani pasien COVID-19, dokter Michael meninggal