Apa yang terbayangkan jika mendengar kata ‘anak berkebutuhan khusus’? Pertama yang terlintas di kepala kita biasanya sesuatu yang tidak biasa dan sangat menantang. Ya, begitupun saya sebagai ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Anak laki-laki saya ( 8 thn ) mendapat diagnosa autisme. Kenyataan ini ini pun mau tidak mau membuat kehidupan kami sekeluarga mengalami perubahan yang lebih menantang. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan diagnosa.
Setelah akhirnya mendapatkan diagnosa, rasanya bagaikan kejatuhan bom Hiroshima Nagasaki. Derai air mata dan segala gejolak emosi yang kami lalui merupakan pengalaman hidup yang akhirnya membuka perjalanan dan pola pikir baru.
Memiliki anak berkebutuhan hhusus, “Saya tidak bisa menjadi orang tua yang sama”.
Sulit untuk Memasuki Tahapan Merima Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus
Tahap-tahap awal untuk orang tua dengan anak berkebutuhan khusus yang paling berat adalah adalah tahap menerima. Satu sisi anak kami dikejar waktu dengan umur yang bertambah, tapi di sisi lain bersamaan dengan orang tua yang juga butuh waktu untuk berproses.
Sebelum adanya diagnosa akhir, saya sebagai seorang Ibu pasti berharap ini bukanlah merupakan keterlambatan yang serius. Saya masih berpikir anak saya dapat seperti kakaknya atau anak-anak lain seusianya.
Tapi setelah mendapatkan diagnosa bahwa anak saya masuk dalam spektrum autisme, di saat itulah titik di mana saya menyadari anak saya akan tetap berbeda dan sayapun tidak bisa menjadi orang tua yang sama.
Mungkin saat ini saya sudah melewati masa-masa genting, tapi ternyata untuk bertahanpun adalah tantangan baru. Yang saya rasakan penerimaan itu seperti grafik yang fluktuatif. Kadang terasa baik, kadang terasa buruk. Jika pertanyaan “Apakah kami baik-baik saja?”
Walaupun semuanya terasa seperti biasa, tapi pasti ada sekecil apapun di dalam perasaan kami bahwa ini “tidak baik-baik saja” karena kami hanya manusia biasa. Seperti orang tua lain yang memiliki anak typical , kami juga ingin anak kami berkembang baik seperti seharusnya.
Pengalaman ini yang membuat saya merasa bahwa tahap menerima ini adalah sebuat proses yang saya jalani seumur hidup dan harus dilatih. Mulai dengan banyak mencari informasi, terbuka untuk belajar segala hal yang dibutuhkan, mendekatkan diri secara spiritual, kesehatan mental dan fisik.
Saya menyadari sebagai care giver, tentu saja harus dalam keadaan siap, sehat secara mental dan fisik sebelum saya bisa mendampingi anak dalam proses kehidupannya.
Selain bantuan tim ahli profesional seperti psikolog, saya sebagai Ibu juga harus bisa mengendalikan fisik, pikiran dan mentalnya sendiri. Tubuh dan pikiran kita adalah satu-satunya yang dapat kita kendalikan. Tidak ada seorangpun yang dapat membantu selain diri kita sendiri.
Apakah dengan memiliki anak berkebutuhan khusus merupakah hal negatif atau positif?
Jawabannya tergantung dari sudut pandang orang tua masing-masing. Tapi jika orang tua memberikan energi positif , maka diharapkan anakpun mendapatkan energi yang sama, karena anak kita juga sedang berjuang bersama.
Olahraga Membatu Saya Tetap Waras
Selama beberapa tahun yang sudah saya jalani, olahraga merupakan salah satu cara yang dapat membantu saya dalam melatih diri secara mental, selain tentu saja secara fisik. Berikut beberapa hal yang bisa saya analogikan.
1. Olahraga melatih ketahanan
Pernah tidak ada di posisi olahraga yang sudah ditahap berat, semua badan terasa sakit, berusaha untuk bertahan walaupun merasa tidak sanggup, tapi berakhir dengan dapat melewatinya? Misalnya dalam posisi plank , chair pose, lari menuju garis finish atau olahraga intens lainnya yang membutuhkan ketahanan.
Bertahan untuk merasa badan sakit , menahan tubuh di posisi berat itu dapat melatih ketahanan mental sama seperti disaat kita merasakan sesuatu yang berat terjadi di kehidupan kita. Kita butuh menyemangati diri sendiri dan meyakini bahwa kita bisa melewatinya.
2. Olahraga melatih konsistensi
Melakukan olahraga rutin untuk semua orang pasti bukan hal yang mudah, sekalipun saya yang biasa berolahraga hampir setiap hari , pasti ada saja perasaan malas untuk bergerak. Olahraga akan melatih konsistensi yang harus kita jalani untuk hasil yang maksimal.
Suka ataupun tidak suka, tapi harus tetap kita lakukan. Sama halnya dalam semangat kita untuk mendampingi anak terapi. Terapi yang berjalan secara konsisten dan dilakukan interfensi sedini mungkin akan memberi dampak yang baik untuk anak.
Untuk anak berkebutuhan khusus ,menghasilkan kemajuan tidaklah instan dan membutuhkan waktu yang lama. Melakukan hal-hal rutin yang harus dilakukan dalam jangka waktu panjang entah sampai berapa tahun, merupakan tantangan sehari-hari yang harus dilalui.
3. Olahraga melatih determinasi tinggi
Menjadi orang tua dari anak berkebutuhan khusus membutuhkan semangat tinggi, tidak mudah menyerah, tidak mudah bersedih, tidak mudah tersinggung, tidak banyak berpikir negatif dan siap dengan segala tantangan baru.
Saya merasa hidup saya harus terus berlari dibandingkan orang lain dan harus siap dengan segala hal baru . Sebagai contoh jika anak typical dapat berbicara dan memahami kalimat itu akan dengan sendirinya secara alami. Sedangkan untuk anak autisme harus dengan proses terapi yang panjang. Itupun terkadang jika terasa ada kemunduran selangkah, rasanya untuk maju kembali membutuhkan lebih dari satu langkah.
Olahraga melatih kita untuk tetap bersemangat dan merasa bahagia. Seperti yang Ibu ketahui, olahraga dapat menghasilkan beberapa hormon, diantaranya hormon endorfin yang merupakan penghilang stres dan pereda rasa sakit alami.
Selain itu olahraga meningkatkan juga hormon dopamin yang biasa disebut hormon kebahagiaan dan hormon serotonin yang berfungsi untuk mengatur emosi. Bersyukurlah bahwa hormon-hormon di tubuh dapat kita raih secara mudah dengan salah satunya berolahraga.
4. Olahraga melatih mencapai target
Saya dan tim ahli (psikolog dan terapis) harus selalu membuat target kecil untuk menjadi tolak ukur. Misalkan dalam pencapaian anak sudah dapat bermain pasir, berlanjut untuk dapat melempar bola, berlanjut untuk mengerti instruksi singkat, lalu berlanjut untuk mengenal huruf, kemudian berlanjut untuk dapat menulis dan seterusnya. Walaupun target yang dibuat tidak dapat disamakan dengan anak seumurnya, tapi kami memastikan anak saya ada perkembangan.
Adakalanya terasa terhenti perkembangan, tapi setidaknya berjuanglah untuk bertahan. Ini sama halnya seperti saya melatihnya dengan olahraga yang tertarget ,misalkan dengan berlari dimulai dari 1km, lalu naik menjadi 2 km, 3 km dan selanjutnya. Melatih target juga dapat melakukan olahraga dengan level intensitas yang meningkat secara bertahap.
5. Olahraga merupakan Me Time
Di saat melakukan olahraga, saya merasa ini adalah waktu dimana kita mengenali tubuh. Saya bisa merasakan nafas, detak jantung, keringat yang menetes, bagian tubuh mana yang merasakan tekanan dan bagian tubuh mana yang merasakan relax.
Kita bisa bertanya lalu berkomunikasi dengan diri, “Apa yang saya rasakan? Apa yang tubuh saya rasakan?”.
Me Time adalah waktu yang kita khususkan untuk memanjakan diri. Bagi seorang Ibu, Me Time sangatlah penting. Jika merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, selalu merasa lelah, merasa tidak dihargai dengan lingkungan sekitar, mungkin sudah waktunya untuk menyempatkan waktu walaupun sebentar.
Manfaat Me Time sesungguhnya dapat menyegarkan pikiran kita. Olahraga yang dapat dipilih untuk lebih mendekatkan diri diantaranya dengan meditasi, yoga dll.
6. Olahraga melatih keluar dari zona nyaman
Memiliki anak dengan diagnosa autisme membuat kehidupan kami sekeluarga berubah. Semua hal yang tidak biasa dan tidak kami ketahui sebelumnya harus kita lakukan. Itu hal yang membuat siapapun akan merasakan aneh, asing atau bahkan takut.
Menjadi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus tidak ada pendidikan formal orang tua yang bisa kami ambil, bahkan pada saat kehamilanpun jarang sekali dokter anak atau dokter kandungan yang memberikan sosialisai, ”Bagaimana jika nanti anak yang kita lahirkan mungkin tidak seperti dugaan sebelumnya? Apa yang harus kita lakukan untuk pertolongan pertama?”
Banyak orang tua melewati masa ini dengan penyangkalan karena merasa tidak nyaman atau tidak menerima kenyataan. Segala hal yang menyangkut dengan anak autisme merupakan hal baru yang harus kita pelajari sendiri “ learning by doing”.
Saya tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa gejala-gejala autisme pada anak seperti apa, saya juga hanya bisa memakaikan anak saya denga baju lengan pendek dan celana pendek karena sensori taktilnya bermasalah sehingga tidak bisa menggunakan sesuatu yang terlalu banyak menempel di kulit, atau saya juga harus menerima anak saya belum bisa menyedot minuman dengan sedotan seperti anak-anak lain yang bisa meminum susu seketika setelah membeli di minimarket , dan masih banyak hal lain yang harus saya sesuaikan di zona tidak nyaman ataupun zona yang bagi orang kebanyakan terasa aneh.
Perasaan ini saya latih dengan mencoba melakukan olahraga baru, baik yang disukai maupun yang tidak. Mendobrak dan memulai sesuatu hal baru itu terasa menantang dan juga dibutuhkan keberanian. Bahkan hanya dengan berganti instruktur olahraga atau merubah lokasi olahraga saja, itu sudah membuat kita merasakan hal yang berbeda di mana pikiran dan rasa terkadang belum tentu sejalan ,tetapi harus tetap dilalui. Selalu mencobalah berbagai hal baru yang dapat memperkaya pengalaman Ibu.
Olahraga merupakan proses yang saya pilih untuk berlatih di kehidupan nyata. Ini sebagai proses yang saya nikmati seperti halnya saya menikmati sebagai seorang Ibu dari anak autisme. Banyak hal yang saya belum ketahui yang akan saya hadapi di depan nanti, tapi setidaknya saya berusaha memastikan bahwa Ibu dengan mental yang sehat adalah modal untuk berjuang bersama anak.
Saya sangat merasakan manfaat dari berolahraga rutin dengan tubuh yang bugar, lebih dapat meregulasi emosi, lebih dapat mengatur ekspektasi dan lebih merasa bahagia.
Untuk para orang tua di manapun berada, mungkin merasakan apa yang saya rasakan, ingatlah bahwa kita tidak sendiri dan dapat saling berbagi untuk saling menguatkan. Saya juga belajar untuk selalu mensyukuri sekecil apapun perkembangan anak seperti halnya perkembangan yang saya lakukan dalam berolahraga.
Semoga pengalaman dan apa yang saya lakukan setelah memiliki anak berkebutuhan khusus ini bisa menjadi salah satu inspirasi kegiatan Ibu untuk menjadi orang tua kuat untuk anak kita. Tenanglah untuk tidak merasakan hal terburuk yang kita dapati, karena Tuhan pasti memilih orang tua spesial untuk anak yang spesial pula. Tetaplah berjuang bersama.
@mirasumawijaya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.