Izinkan saya membagikan pengalaman saya membujuk anak mogok makan. Cerita ini terjadi di sekolah tempat saya menjadi kepala sekolah dan anak yang mogok makan adalah salah satu murid kelas dua.
“Don tidak mau makan bekalnya,” kata Bu Terry, guru kelas 2, memberi tahu kepada saya.
Saya segera ke kelasnya, dan melihat Don sedang cemberut di depan kotak bekalnya.
“Don, ayo ikut. Bawa kotak bekalnya,” kata saya. Saya memberi kode kepada Bu Terry bahwa Don saya ajak meninggalkan kelas. Waktu itu saya menjadi Kepala Sekolah SD, dan kerap masuk kelas untuk penanganan anak. Saya dengan senang hati membantu karena tahu ada hal-hal yang perlu ditangani segera, sementara guru tidak bisa hanya fokus pada satu anak.
“Mau ke mana? Aku nggak mau makan bekal,” kata Don.
Saya bisikkan ke telinganya. “Sst ini rahasia. Kita nonton video di ruanganku.”
Don langsung berdiri dan mengikuti saya.
Menonton Gingerbread Man di ruangan saya
Saya memintanya duduk di meja rapat di ruangan saya. Saya buka laptop di depannya dan langsung membuka akun Youtube. Akun Youtube saya sudah diatur aman untuk anak jadi tidak akan ada tampilan membahayakan. Sambil menunggu film terbuka, saya bertanya kepada Don, “Bawa apa bekalnya?”
Don mengatakan, “Biskuit bayi.”
“Coba lihat,” kata saya.
Don membuka kotak bekalnya, dan tampak lima kepingan biskuit mari.
“Mama membawakan tanpa bilang?”
Don mengangguk. Don adalah “anak bonus” di keluarganya. Dia lahir ketika kedua kakaknya telah remaja. Sehari-hari Don berinteraksi dengan orang dewasa, karena itu dia sensitif terhadap perlakukan sebagai bayi atau anak kecil.
“Ini kan mau Natal. Nah kalau di negara-negara Barat, di seputar Natal itu mereka makan gingerbread man, roti jahe berbentuk orang. Ada ceritanya lho. Udah nonton belum?”
Don menggeleng. Dia tidak cemberut lagi.
“Kita buat perjanjian ya. Di cerita ini ada sepasang kakek dan nenek. Kalau Nenek bicara, aku makan biskuit. Kalau si anak yang bicara, Don makan biskuit ya.”
Don mengangguk. Matanya ke arah laptop yang menampilkan judul “The Gingerbread Man”.
Muncullah gambar sepasang kakek nenek yang kesepian. Kakek mencari kesibukan dengan berkebun dan nenek membuat kukis jahe berbentuk manusia.
Di pembukaan, Nenek lima kali berbicara, dengan diseling narator.
“Oh darling. I am baking a gingerbread man today.”
“My gingerbread man looks beautiful, but I feel like something is missing.’
“Oh his mouth.”
“Oh, yes. Now your are complete, My Gingerbread Man.”
Ketika Nenek berbicara saya pun menggigit biskuit mari.
Setelah itu ada lima percakapan antara Nenek dan Gingerbread Man.
GBM (Gingerbread Man): Thank you!
Nenek: You are talking?
GBM: Yeah, and I can run.
Nenek: Come back. Come back.
GBM: Yeah. Run, run, run as fast as you can. Nobody can catch me because I am the Gingerbread man.
Membujuk Anak Mogok Makan dengan Menonton Video
Selama percakapan, saya dan Don bergantian menggigit biskuit. Saya perhatikan, Don menikmati gigitannya dan langsung mengunyah.
Selanjutnya, hanya Gingerbread Man yang bicara ketika dia dikejar Nenek, sapi, babi, ayam, rubah dan burung. “Yeah. Run, run, run as fast as you can. Nobody can catch me because I am the Gingerbread Man,” kata Gingerbread Man sebanyak enam kali.
Belum lagi percakapan dengan rubah dan burung yang berusaha memakannya. Don tambah banyak lagi mengunyah biskuitnya.
Gigitan Don cukup besar, dan dia menghabiskan empat biskuit tanpa sadar selama menonton video.
Ketika cerita selesai, Don saya ajak kembali ke kelasnya membawa kotak makan yang telah kosong. Wajahnya terlihat gembira. Saya dan Bu Terry saling bertatapan tanpa bicara. Bu Terry sudah tahu bahwa misi membujuk Don makan bekal sudah berhasil.
Saya menulis surat kepada mama Don bahwa saya telah memakan sepotong biskuit Don. Saya ceritakan kejadian hari itu, bagaimana saya membujuk anak mogok makan, dan memberi PR kepada Don dan mamanya: menyiapkan bersama bekal untuk dibawa ke sekolah.
Ditulis oleh Endah Widyawati, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Frekuensi Bercinta Menurun bahkan Hilang saat Hamil, Ada Apa?
Suka Duka Jadi Perempuan Bekerja di Lingkungan yang Mayoritas Pekerjanya Laki-laki