Sunat pada bayi perempuan, haruskah dilakukan? Ini penjelasan dokter
Jika Parents masih bimbang apakah perlu melakukan sunat pada bayi perempuan, artikel ini bisa menjawabnya.
Apakah bayi perempuan harus disunat? Apa saja manfaat sunat perempuan? Mungkin pertanyaan yang satu ini akan terbersit di benak Parents yang memiliki anak perempuan.
Dalam beberapa kebudayaan dan tradisi, proses sunat memang tidak hanya berlaku bagi anak laki-laki, pun dengan anak perempuan. Tak bisa dipungkiri kalau sampai saat ini praktik sunat perempuan masih menuai pro kontra. Namun, jika dilihat dari sisi medis apakah bayi perempuan harus disunat layaknya anak laki-laki? Apa saja manfaat sunat perempuan?
Manfaat sunat perempuan
Seperti yang sudah kita ketahui, sunat pada anak laki-laki memang dianjurkan karena memiliki ragam manfaat bagi kesehatan. Bahkan bagi umat muslim, sunat pada laki-laki wajib dilakukan.
Di mana tindakan sunat ini dilakukan dengan cara membuang kulit kulit prepusium yang menutupi glans penis (kulup). Tujuan melakukan sunat pada anak laki-laki tidak terlepas untuk sisi kesehatan.
Tak hanya menjaga agar kemaluan bersih dari tumpukan lemak yang terdapat di lipatan kulit prepusium (smegma), sunat juga dapat menurunkan risiko berbagai penyakit antara lain, gonore, herpes, kanker serviks, infeksi saluran kemih, penularan infeksi Human lImmunodeficiency Virus (HIV), dan Human Papilloma Virus (HPV).
Artikel terkait: Bukan Tindakan Medis, Ini 6 Fakta Soal Sunat Anak Perempuan!
Namun, pada kelompok masyarakat tertentu, sunat juga dilakukan pada bayi perempuan. Namun, benarkahkah perlu dilakukan?
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan juga pernah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan. Permenkes tersebut memberikan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis.
Namun begitu, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan pertentangan atas permenkes tersebut, pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014, untuk mencabut Permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010.
Dalam permenkes No. 6 Tahun 2014, dinyatakan bahwa ‘sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan’.
Meskipun sebenarnya secara anatomis, tidak semua anak perempuan mempunyai prepusium yang menutupi klitoris maupun saluran kemih mereka. Jadi, tidak semua anak perempuan perlu melakukan sunat.
Artikel terkait: Pemerintah akan Akhiri Praktik Sunat Perempuan di Indonesia
Pendapat dokter tentang sunat pada bayi perempuan
Ditemui dalam acara Konferensi Media Revolusi Sunat Tanpa Jarum Suntik di Jakarta Timur (18/6), Dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, menjelaskan tentang sunat pada bayi perempuan. Menurutnya, pada bayi wanita yang klitorisnya ditutupi oleh kulup, maka bayi perempuan tersebut bisa dilakukan sunat.
“Sebenarnya, pada wanita juga terdapat kulup yang menutupi klitoris. Sehingga pada bayi perempuan juga bisa dilakukan sunat untuk membuang kulup ini,” ungkapnya.
Namun, Mahdian mengungkapkan, sunat pada bayi perempuan ini, manfaatnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan sunat pada laki-laki.
“Namun memang, manfaat sunat perempuan tidak sesignifikan pembuangan kulup pada pria,” tukasnya.
Hal senada pun disampaikan oleh dr. Cahtarine M. Sambo, Sp. A (K) dari Rumah Sakit Pondok Indah. Ditemui di acara berbeda, dr. Cahtarine menegaskan jika dilihat dari sisi medis sunat pada anak memang tidak memberikan manfaat. Bahkan katanya, jika dilakukan justru akan menimbulkan beberapa risiko.
Risiko sunat perempuan
Kepada theAsianparent, dr. Cahtarine memaparkan biasanya tindakan sunat bayi perempuan di Indonesia dilakukan dengan memotong atau melukai sedikit kulit penutup (prepusium) klitoris.
“Di Indonesia ada beberapa cara yang biasanya dilakukan saat sunat bayi perempuan. Ada yang digores, hingga sampai keluar darah tapi ada juga yang tidak. Tapi nyatanya, ada juga yang melakukan praktik sunat perempuan yang lebih parah, sampai ada yang memotong atau melukai labia atau klitoris,” paparnya.
Jika hal ini terjadi, maka akan menimbulkan beragam risiko di kemudian hari. Lebih lanjut ia menjelaskan, “Kalau terlalu banyak diambil, tentu saja akan ada risiko infeksi, pendarahan, dan gangguan berkemih. Artinya, akan ada risiko operasi lain yang perlu dilakukan untuk memperbaiki masalah yang timbul. Risiko jangka panjang justru bisa mengakibatkan gangguan kesehatan reproduksi karena bisa sebabkan nyeri saat melakukan hubungan seksual.”
Berdasarkan informasi di atas, Parents tentu sudah memiliki jawaban atas pertanyaan terkait apakah bayi perempuan harus disunat, bukan?