Mandalika bukan sekadar nama sebuah sirkuit di kawasan Ekonomi Khusus di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Nama tersebut rupanya mengadaptasi kearifan lokal, yakni Legenda Putri Mandalika. Legenda tersebut sangat terkait dengan tradisi masyarakat sekitar, terutama saat upacara Bau Nyale.
Bau Nyale merupakan tradisi menangkap cacing laut yang dilakukan setiap tanggal 20 bulan 10 berdasarkan penanggalan tradisional sasak. Biasanya lima hari setelah terjadinya bulan purnama antara Februari hingga Maret.
Cacing-cacing yang ditangkap dalam upacara Bau Nyale dipercaya sebagai jelmaan dari Putri Mandalika. Diceritakan pada masa lalu, ia mengorbankan diri dengan menceburkan ke laut.
Legenda Putri Mandalika yang Cantik Jelita
Sumber: Unsplash
Merangkum berbagai sumber, Putri Mandalika merupakan putri kerajaan Tonjang Beru, sebuah kerajaan di wilayah Lombok. Kerajaan tersebut diperintah dengan adil sehingga rakyatnya makmur dan sejahtera.
Mandalika memiliki paras yang sangat cantik hingga dirinya begitu termasyhur di seantero negeri. Bahkan, pangeran-pangeran dari negeri lain juga sangat mengaguminya. Tidak hanya kecantikan raganya, perilaku dan tutur katanya juga sopan. Sang putri juga gemar menolong orang lain.
Para pemuda dan pangeran yang terpikat dengan kecantikan sang putri beramai-ramai melamarnya. Banyaknya lamaran yang masuk membuat raja menyerahkan segala keputusan kepada anaknya. Putri Mandalika bimbang, ia memutuskan bertapa untuk memohon petunjuk Yang Maha Kuasa.
Artikel terkait : Arti Nama Mandalika untuk Buah Hati, Berasal dari Legenda Putri Raja
Menerima Seluruh Lamaran Pangeran
Usai mendapat petunjuk, sang putri mengumpulkan para pangeran yang melamarnya untuk berkumpul di Pantai Seger, salah satu pantai di garis pantai Pulau Lombok. Para pangeran diminta datang pada tanggal 20 bulan ke 10 berdasarkan penanggalan masyarakat Sasak (suku yang mendiami pulau Lombok).
Sesuai waktu yang ditentukan, para pangeran bahkan banyak rakyat yang ikut hadir menyaksikan momen penentuan oleh sang putri. Bahkan, mereka berkumpul pada dini hari bahkan sebelum azan subuh berkumandang.
Putri Mandalika beserta Raja dan Ratu datang saat matahari terbit. Tuan Putri terlihat sangat cantik dan anggun dalam pakaian sutranya. Didampingi para pengawalnya, ia naik ke sebuah bukit seraya mengucapkan pidatonya.
Intinya, ia sangat menginginkan kedamaian di seluruh negeri. Ia tidak ingin pertumpahan darah terjadi karena dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk menerima lamaran seluruh pangeran. Kata-katanya membuat rakyat dan para pangeran bingung dan bertanya-tanya.
Artikel terkait : 3 Fakta Menarik Pantai Seger di Lombok, Ada Tradisi Unik yang Melegenda
Menenggelamkan Diri dan Menjelma Jadi Ribuan Cacing
Sumber: Instagram/hera096
Usai menyampaikan pidatonya, sang putri justru menceburkan dirinya ke laut. Para pengawal dan rakyat dengan sigap ikut terjun menyelamatkannya. Sayangnya, tubuh sang putri lenyap tergulung ombak.
Tak lama muncullah hewan kecil-kecil yang menyerupai cacing yang dipercaya sebagai jelmaan sang putri. Cacing tersebut jumlahnya mencapai ribuan dan tidak akan habis meski telah berkali-kali ditangkap.
Artikel terkait : 7 Fakta Unik Sirkuit Mandalika yang Wajib Parents Ketahui!
Legenda Putri Mandalika dan Tradisi Bau Nyale
Sumber: Unsplash/Suleyman Coskun
Oleh masyarakat sekitar, cacing tersebut disebut dengan Nyale, yakni cacing laut. Itulah sebabnya, di Lombok terdapat tradisi Bau Nyale atau menangkap cacing. Tradisi ini Konon dilatarbelakangi oleh Legenda Putri Mandalika.
Bau Nyale dilakukan pada tanggal 20 bulan 10 menurut penanggalan tradisional Sasak sesuai tanggal yang disebutkan oleh sang putri dalam cerita. Hati tersebut biasanya jatuh lima hari setelah bulan purnama antara Februari dan Maret.
Meski tradisi dilakukan dengan menangkap cacing, kehadiran hewan tersebut tidak selalu bisa dipastikan. Ada banyak faktor yang menentukan, misalnya cuaca, musim, hingga kondisi lautan.
Kepercayaan Masyarakat Sekitar
Sumber: Unsplash
Mengutip Laman Good News From Indonesia, masyarakat sekitar percaya bahwa nyale yang muncul merupakan bentuk janji sang putri yang menemui rakyatnya lagi pada tanggal tersebut. Mereka juga percaya bahwa nyale bisa menyuburkan sawahnya.
Saat tradisi Bau Nyale, petani akan membawa pulang segenggam cacing yang kemudian dibersihkan dengan air hangat. Kemudian, dibungkus dengan daun kelapa seperti ketupat yang selanjutnya dipanggang hingga kering. Setelah itu, bisa diolah menjadi hidangan.
Paling utama, masyarakat akan menyimpan air cucian nyale dan bekas pemanggang, untuk kemudian digunakan untuk menyuburkan sawah. Ini merupakan kepercayaan turun temurun yang masih lestari sampai saat ini.
Itulah cerita tentang Putri Mandalika, putri yang menenggelamkan diri ke lautan demi menghindari pertumpahan darah. Ia sadar bila menerima salah satu pinangan pangeran maka akan terjadi perselisihan dan merusak kedamaian negeri.
***
Baca juga :
5 Fakta Rara Istiani Pawang Hujan Mandalika, Jadi Sorotan Media Dunia
Mau Nonton MotoGP Mandalika 2022? Ini Harga Tiket dan Syarat Nontonnya!
7 Fakta Unik Sirkuit Mandalika yang Wajib Parents Ketahui!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.