Ada kabar baru nih, Parents: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional.
Kabarnya, kurikulum ini sudah akan wajib diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia pada 2026 mendatang.
Walau begitu, kebijakan ini rupanya mendapat tentangan sejumlah aktivis. Para aktivis menilai kurikulum ini masih belum ajeg untuk diserap pelajar Indonesia.
Seperti apa sebenarnya Kurikulum Merdeka ini? Apa perbedaannya dengan sistem yang sedang dipakai oleh sekolah-sekolah di Indonesia? Begini penjelasannya.
Wacana Menjadikan Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Nasional
Mengutip laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Sederhananya, kurikulum ini dirancang lebih sederhana namun dengan metode pembelajaran yang mendalam.
“Regulasi ini akan memberi kepastian bagi semua pihak tentang arah kebijakan Kurikulum Nasional. Setelah Permendikbudristek ini terbit, sekitar 20 persen satuan pendidikan yang belum menerapkan ini memiliki waktu dua tahun untuk mempelajari dan kemudian menerapkannya,” ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo, melansir laman Republika.
Merujuk berbagai sumber, kurikulum ini sebenarnya memiliki keunggulan. Yakni, Kurikulum Merdeka dinilai lebih sederhana karena belajar diadakan dengan cara menyenangkan.
Misalnya, bagi pelajar yang sudah duduk di bangku SMA, tidak ada peminatan seperti kurikulum sebelumnya. Nantinya siswa bebas memilih mata pelajaran sesuai minat bakatnya.
Menariknya, kurikulum ini turut mengajak pelajar mendalami isu yang relevan hari ini. Sebut saja isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya. Jadi, proses belajar tidak cenderung kaku dan menyenangkan semua pihak.
Jika resmi menjadi kurikulum nasional, nantinya akan ada tiga program yang menjadi prioritas, antara lain:
- Kegiatan launching Kurikulum Nasional menggantikan Kurikulum Merdeka,
- Pendaftaran Satuan Pendidikan Pelaksana Kurikulum Nasonal tahun ajaran 2024/2025,
- Festival.
Selain itu, akan ada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Kurikulum Merdeka yang bisa disesuaikan dengan kapasitas siswa yang menjadi isu krusial saat ini.
Artikel terkait: Kurikulum Prototype 2022, Siswa Bebas Tentukan Mata Pelajaran yang Diminati
Aktivis: Belum Layak Menjadi Kurikulum Nasional
Namun, ada kritikan dari pihak pemerhati pendidikan. Direktur Eksekutif Bajik, Dhitta Puti Sarasvati, menilai model kurikulum ini masih jauh dari kata ideal. Masih banyak kelemahan, sehingga dibutuhkan evaluasi menyeluruh sebelum ketok palu menjadi kurikulum nasional.
“Kurikulum Merdeka belum layak menjadi Kurikulum Resmi Nasional. Hal yang paling esensial yang harusnya ada dalam kurikulum resmi malah belum ada, yakni kerangka kurikulumnya,” ungkap Puti, melansir laman Detik.
Puti menyebut sebelum menjadi kurikulum merata di seluruh Indonesia, harus ada naskah akademik yang menjadi dasar pemikiran, yaitu:
- filosofi kurikulum (termasuk tujuan dan prinsip dasar),
- kerangka kurikulum secara keseluruhan
- bidang studi. Bidang studi juga harusnya memuat tujuan dan capaian belajar dalam kurun waktu 1-2 tahun. Dan harus ada tujuan belajar yang menjadi acuan guru menyusun kegiatan belajar harian.
Puti mengemukakan bahwa kerangka bidang studi per mata pelajaran ada yang sudah baik tetapi ada juga yang perlu direvisi. Oleh karena itu, Puti berharap semua guru Indonesia sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni untuk menerjemahkan Capaian Pembelajaran.
Namun faktanya, masih banyak guru yang kesulitan dalam aspek tersebut.
“Kalau hanya sekadar digunakan bisa saja digunakan. Namun sebagai kurikulum resmi nasional, Kurikulum Merdeka perlu banyak penyempurnaan. Saya mendesak Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan diperbaiki,” tegas Puti.
Seperti Apa Kurikulum Merdeka Mendukung Tumbuh Kembang Anak?
Serupa tapi tak sama, ada perbedaan kurikulum model Merdeka ini dengan kurikulum sebelumnya, yakni:
- Jika sebelumnya jenjang SD memisahkan mata pelajaran IPA dan IPS, pada kurikulum ini keduanya digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS).
- Di tingkat SMP, mata pelajaran informatika yang sebelumnya bersifat pilihan, nantinya akan dianggap wajib.
- Untuk pelajar SMA, pemilihan jurusan dilakukan melalui diskusi antara wali kelas, guru BK, dan orang tua siswa.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas, menuturkan aspek yang ditekankan kurikulum ini untuk mendukung tumbuh kembang anak, Parents. Yaitu sebagai berikut:
- Mengenal Kepribadian Anak Sebelum Pembelajaran. Tahap ini dapat dilakukan melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olahraga.
- Pembelajaran Berbasis Proyek. Jika selama ini belajar terfokus pada materi semata, Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas bagi guru memberikan materi belajar. Materi disesuaikan dengan kenyamanan anak dan rasa bebas belajar sesuai minat. Termasuk menyusun proyek yang sesuai dengan materi yang ada.
- Tidak Berpusat pada Baca, Tulis, dan Berhitung. Kurikulum Merdeka juga tidak memusatkan pelajaran hanya pada calistung saja. Semua disesuaikan dengan model anak menyerap pelajaran.
- Pendampingan Orang Tua. Tak kalah penting, harus ada orang tua yang mendampingi anak dalam proses belajar. Rumah tetap gerbang utama pendidikan sebelum anak berangkat ke sekolah.
- Pendidikan Karakter. Tak hanya kesiapan dalam hal fisik dan otak, pendidikan karakter turut dikedepankan. Hal ini agar siswa bisa beradaptasi dengan tantangan di masa mendatang.
Parents, bagaiman menurut Anda, setujukah dengan Kurikulum Merdeka?
Baca juga:
Mengenal Apa itu Kurikulum Merdeka Belajar, Opsi Pemulihan Pendidikan di Era Pandemi
Tak Kalah Penting dari Akademis, Ini Cara Mengasah Soft Skill Anak
Riset Gaya Belajar Favorit Anak Indonesia, 85,3% Senang Belajar Lewat Game
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.