Humaida mengalami koma 5 tahun setelah melahirkan anak keempatnya. Waktu koma yang berlangsung terlalu lama membuat keluarganya mengajukan fatwa suntik mati atau biasa disebut dengan suntik Euthanesia.
Awalnya ia melahirkan secara normal di Klinik Muhammadiyah pada tahun 2011. Dua jam setelah melahirkan, ia menjalani operasi steril di klinik yang sama.
Setelah operasi selesai, tubuhnya mendadak alami kejang-kejang, nafasnya mendengkur, dan kini ia sudah tidak bisa bergerak sama sekali. Satu-satunya gerakan yang bisa ia lakukan adalah membuka dan menutup mata. Ia pun dinyatakan koma.
Berbagai dokter spesialis sempat dkerahkan untuk membangunkannya dari koma. Namun, hingga kini belum ada hasil.
Suami Humaida, Muntholib adalah orang yang setia menjaganya setiap hari. Ia selalu memandikan dan menggantikan popok istrinya empat kali sehari.
Ia juga memastikan bahwa makanan cair yang dikonsumsi istrinya dapat tersalur dengan baik lewat selang yang dipasang melalui hidung, tenggorokan dan lambung. Makanan cair tersebut disuntikkan selama tiga jam sekali lewat selang.
Karena itulah, kegiatan Munthalib sehari-hari hanya menunggui istrinya di bangsal Rumah Sakit Umum Daerah Panglima Sebaya, Tana Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Ia tak dapat bekerja, hartanya pun sudah habis untuk membiayai istrinya di rumah sakit.
Januar, Anak Munthalib dan Humaida mengatakan bahwa biaya yang dihabiskan selama sebulan di rumah sakit adalah 1 juta rupiah. Biaya tersebut baginya bukanlah angka yang sedikit.
Kini, keluarganya hidup dengan bersandar pada Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). SKTM itulah yang membiayai sebagian besar biaya rumah sakit.
Ibu yang koma 5 tahun dan ayah yang menungguinya di rumah sakit membuat mereka tak mampu mengurusi anak-anaknya secara maksimal. Anak-anak yang masih kecil ia titipkan ke rumah saudara.
Anak yang dilahirkan sesaat sebelum Humaida koma kini sudah berumur 5 tahun.
Humaida koma 5 tahun, keluarganya hampir putus asa
Januar sudah berusaha untuk menghubungi dokter spesialis manapun agar koma 5 tahun yang dijalani ibunya berakhir. Namun, tampaknya semua dokter sudah angkat tangan.
Bahkan, Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan pun tak dapat berbuat banyak untuk ibunya.
Dengan bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum Sikap Balikpapan, pada akhir Oktober ini, Januar mengajukan tuntutan ke kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.
Ada dugaan bahwa telah terjadi kesalahan prosedur saat operasi steril berlangsung. Sekalipun, hingga kini investigasi tentang penyebab koma 5 tahun tersebut belum dilaksanakan secara serius.
Januar juga menyatakan, jika tak ada rumah sakit yang bersedia membantu ibunya bangkit dari koma 5 tahun dan tak ada dokter yang sanggup menyembuhkan ibunya, ia terpaksa mengambil jalan singkat. Yaitu suntik mati.
Keluarga telah menunggu kesembuhan Humaida selama 5 tahun. Tak ada perkembangan yang ditampakkan oleh ibunya. Bahkan, matanya yang setengah terbuka pun tak menunjukkan adanya respon komunikasi sama sekali.
Rutinitas menjagai ibunya yang sakit membuat keluarga – terutama anak-anak Humaida dan Munthalib yang masih kecil-kecil- ikut terbengkelai. Selain itu, biaya yang harus ditanggung juga terus membengkak.
Dengan berat hati, Januar berharap bahwa Mahkamah Agung mengabulkan permohonan keluarga yang mengajukan suntik mati untuk Humaida. Kecuali negara memang memberikan solusi kesembuhan pada ibunya.
Semoga ada solusi terbaik untuk ibu Humaida dan keluarga. Kami berharap, keluarganya makin dikuatkan dalam menjalani ujian ini.