Namaku Hanny, 41 tahun. Satu hal yang tak pernah kubayangkan dalam hidup ini adalah menjalani masa kehamilan yang berliku. Berbagi masalah kesehatan mendatangiku sebelum dan selama hamil, termasuk kista ovarium dan benjolan yang mengepung payudaraku. Inilah kisahku selengkapnya…
Kehamilan itu terjadi 2 tahun silam. Aku seorang ibu rumah tangga yang bekerja. Kehamilan anak kedua ini merupakan anugerah tak disangka-sangka setelah serangkaian masalah kesehatan yang menerpaku.
Ceritanya panjang. Dulu aku memang pernah berencana memberikan adik pada Si Sulung, ketika ia berusia 6 tahun. Saat itu aku sedang menunaikan ibadah ke tanah suci.
Sepulang dari perjalanan haji, aku langsung menemui ahli kandungan dengan tujuan melepas alat kontrasepsi, sekaligus memenuhi jadwal pap smear rutin.
Namun, keinginan hamil itu tertunda, sebab tak disangka, aku terinfeksi HPV yaitu Human papillomavirus. Tak urung aku mengalami goncangan, karena aku tahu, virus ini dapat menyebabkan kanker serviks.
Baca juga: Kapan Kita Harus Melakukan Tes Pap Smear?
Dengan rasa galau yang luar biasa, aku segera menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter agar kondisi ini tidak berkembang ke stadium yang lebih berat.
Pikiran buruk menghantui tanpa bisa kucegah. Aku takut dan merasa belum siap bila harus meninggalkan orang-orang yang kucintai. Aku belum siap meninggalkan anakku yang masih kecil. Begitu juga orangtua yang saat ini tengah membutuhkanku karena telah memasuki usia senja.
Hmm…dalam kondisi seperti itu, ternyata bukan hanya virus saja yang harus disingkirkan, namun “kuman” mellow dan “bakteri” pesimisme juga perlu dibasmi dan diobati.
Pengobatan itu berlangsung berbulan-bulan. Aku mengkonsumsi obat antivirus yang diresepkan dokter. Tentu saja harganya tidak murah. Namun, kesehatan memang sesuatu yang mahal bukan?
Selama pengobatan berlangsung, dilakukan pula pap smear lanjutan untuk mengetahui kondisi leher rahimku. Akhirnya, kabar baik pun muncul. Pada pap smear terakhir, aku dinyatakan bersih dari HPV. Setelah itu, aku segera menerima imunisasi agar terhindar dari serangan virus itu kembali.
Namun ternyata kendala lain menghampiriku….
Benjolan di payudara
Pada saat terindikasi HPV, aku disarankan untuk melepas IUD. Aku langsung menyetujuinya, karena aku memang bermaksud melepasnya untuk hamil anak kedua. Namun setelah dilepas, aku malah tidak mengalami haid selama 7 bulan.
Untuk mengembalikan siklus haid, aku disarankan untuk terapi hormon. Belum sampai satu bulan, tiba-tiba aku merasa ada benjolan yang di payudara kananku. Aku pun langsung memeriksakan diri ke ahli onkologi, dan dirujuk untuk melakukan USG mammae.
Hasil USG menunjukkan adanya 4 benjolan, walau hanya 1 benjolan yang teraba secara nyata saat melakukan gerakan SADARI. Tak sampai seminggu kemudian aku langsung menjalani operasi.
Alhamdulillah, hasil tes patologi itu sangat melegakan perasaanku. Benjolan tersebut tidak membahayakan seperti yang aku khawatirkan sebelumnya.
Operasi ambeien serta adanya kista ovarium
Tak sampai tiga bulan kemudian, aku merasa sakit di sebelah kanan bawah perutku. Aku kembali memeriksakan diri ke internis. Aku pun menjalani serangkaian pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Hasilnya, lagi-lagi terdapat benda asing di tubuhku, yaitu kista di ovarium kanan.
Aku langsung membayangkan, betapa beratnya jika harus menjalani operasi lagi. Apalagi saat itu aku sedang mempersiapkan sidang disertasiku. Akhirnya aku menunda operasi kista ovarium.
Namun, tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa kelelahan fisik, stres yang terabaikan, serta sembelit berkepanjangan dapat mengantarku ke meja operasi lagi. Kali ini, aku terpaksa menjalani operasi ambeien.
Menjalani masa kehamilan dengan kista di ovarium
Setelah pulih dari operasi ambeien, aku kembali meneruskan upaya pengobatan kista . Ternyata kista itu masih ada, meski aku tak lagi melakukan terapi hormon untuk kesuburan.
Padahal, aku sangat ingin hamil, mengingat usiaku yang tak lagi bisa dibilang muda.
Cukup lama aku menunggu, akhirnya anugerah itu pun datang. Aku positif hamil di bulan Februari 2013.
Kehamilan kali ini jelas berbeda dengan kehamilan pertama. Kali ini aku jauh lebih hati-hati, bukan hanya karena riwayat kesehatanku namun juga karena usiaku sudah diambang kepala 4.
Keberadaan kista di ovarium juga membuatku khawatir. Aku khawatir kista itu mengganggu perkembangan janinku. Rasa galau meningkat saat aku mengalami flek di awal-awal kehamilan.
Setelah triwulan pertama, kondisi fisik dan psikologisku berangsur membaik. Akupun mulai bisa menikmati masa kehamilan hingga persalinan tiba.
Berbagai ikhtifar yang kulakukan, dorongan keluarga dan kerabat, serta doa dari berbagai pihak, tentu saja menjadi penunjang bagiku.
Hal itu sangat mempengaruhi kondisi fisikku selama masa kehamilan. Aku tak pernah mengalami sakit. Aku bahkan bisa melaksanakan umroh pada saat usia kehamilan 3-4 bulan.
Puncak rasa syukur itu adalah jagoan kami yang kedua lahir, walaupun lagi-lagi melalui operasi caesar karena plasentanya menutupi jalan lahir.
Persalinan pun berjalan cepat dan lancar. Ia lahir dengan berat badan 3 kg dan panjang 51 cm. Bagaimana mungkin aku tidak bersyukur atas hadiah indah yang dititipkanNya padaku.
Setelah janin dikeluarkan dari rahimku, suamiku dipanggil untuk mengambil keputusan sehubungan ovarium kananku yang kondisinya sudah sulit untuk diselamatkan akibat kista.
Aku pun merelakan ovariumku diangkat. Namun demikian, aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan berbagai kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Kini tak ada lagi yang harus kulakukan selain menjalani kehidupan ini dengan sikap ikhlas, tawakal dan penuh syukur.
Penyakit yang silih berganti, ahli medis dan meja operasi sudah kuanggap seperti rekreasi. Dengan kondisi seperti ini, aku sekuat tenaga mencegah stres atapun menyesali takdir. Aku sadar, aku jauh, sangat jauh lebih beruntung dibandingkan banyak wanita lainnya.
Pesan saya kepada Bunda, seberat apa pun kondisi kesehatan kita pada masa kehamilan, tetaplah berusaha. Selalu ada jalan terbaik untuk kita.
Kisah inspiratif ini dituturkan oleh Hanny Hafiar, seorang dosen aktif di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung.