Kekerasan verbal atau verbal abuse adalah salah satu bentuk dari emotional abuse. Berbeda dengan kekerasan fisik, kekerasan verbal cenderung tanpa kontak fisik pada lawan bicara. Namun efek dari kekerasan verbal ini tidak kalah buruknya, terutama pada anak. Sayangnya, orangtua seringkali tidak menyadari bahwa ia telah melakukan kekerasan verbal pada anak yang bisa dikategorikan sebagai KDRT.
Pada umumnya, pelaku kekerasan verbal ini membuat korbannya merasa dirinya adalah pihak yang salah. Meskipun tidak meninggalkan luka fisik, kekerasan verbal bisa mengakibatkan mental anak menjadi terganggu.
Kekerasan verbal pada anak yang sering tidak disadari orangtua
Tanpa disadari, bukan tidak mungkin bahwa Parents pernah melakukan kekerasan verbal kepada anak. Berikut adalah bentuk-bentuk kekerasan verbal sederhana yang mungkin seringkali Anda lakukan.
1. Membentak anak
Ketika marah kepada anak yang melakukan kesalahan, intonasi suara biasanya akan meninggi. Seiring dengan kehilangan kesabaran, Parents mungkin terlanjur membentak anak.
Berteriak kepada anak merupakan hal spontan yang biasa dilakukan orangtua untuk menunjukkan superioritasnya dan untuk menarik perhatian anak agar memperhatikan dan mendengarkan ucapannya.
Artikel terkait: Ketahui akibat membentak anak
2. Menuduh anak melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan
Karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, tidak jarang orangtua berprasangka buruk pada anak atau menuduh anak berbohong.
Sebaiknya jika belum menemukan bukti yang kuat, Parents tidak boleh menuduh anak terlebih dahulu. Anak yang sering dituduh cenderung akan sering menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dilakukannya.
3. Tidak mau mendengarkan anak
Kepada anak yang lebih besar, terkadang orangtua sering menghakimi. Orangtua juga tidak bisa menghargai pilihan anak karena menganggap pilihan Parents lebih benar.
Hal ini bisa dihindari dengan menjalin komunikasi yang baik dengan anak Anda. Orangtua perlu memahami dan menerima pilihan anak. Parents juga perlu belajar bahwa orangtua harus mendengarkan anak.
Ketahuilah alasan-alasan di balik pilihan anak dan jika ada yang bertentangan dengan nilai yang Anda pelajari, diskusikan dan beri masukan pada anak.
4. Mengancam si kecil juga termasuk kekerasan verbal pada anak
Tidak jarang orangtua mengancam anak agar anak mau menurut. Contohnya jika anak tidak mau membereskan mainan, orangtua mengancam akan membuang mainannya.
Mengancam anak dapat membuat anak merasa terintimidasi dan merasa inferior. Hal ini kurang bagus untuk perkembangannya. Cobalah memberikan pengertian dengan halus tetapi tetap tegas kepada anak.
5. Body shaming pada anak
Menjadi isu yang cukup hangat, body shaming juga terkadang dilakukan orangtua kepada anak. Body shaming adalah ejekan terhadap kondisi bentuk tubuh yang terjadi lewat percakapan.
Mengejek baik tubuh yang terlalu gemuk, terlalu kurus, bergigi tonggos, berhidung pesek, dan sebagainya adalah bentuk dari body shaming.
Anak yang sering mengalami body-shaming, apalagi dari orangtuanya sendiri, akan menjadi tidak percaya diri. Ajarkan kepada anak untuk mencintai tubuhnya sendiri, seperti apapun kondisinya.
Artikel terkait: Stop body shaming terhadap anak, pesan seorang ibu untuk orangtua lainnya
6. Membandingkan anak dengan orang lain merupakan bentuk kekerasan verbal pada anak
Hal yang satu ini cukup sering terjadi di masyarakat Indonesia. Tidak jarang orangtua membandingkan anak dengan anak orang lain, baik saudara maupun tetangga.
Merendahkan anak ketika berbicara dengan orang lain juga merupakan salah satu bentuk kekerasan verbal.
Kebiasaan membanding-bandingkan anak ini perlu dihilangkan karena akan membuat anak merasa tidak bisa memuaskan orangtuanya dan merasa inferior. Perlu diingat oleh Parents bahwa pada dasarnya semua anak berbeda-beda.
7. Memberi label negatif pada si kecil adalah bentuk lain kekerasan verbal pada anak
Menyebut anak dengan “Dasar nakal” atau “anak cengeng” dan label negatif lainnya merupakan bentuk dari kekerasan verbal pada anak.
Dikutip dari liputan6.com, Pakar pengasuhan anak usia dini Nurbaeti Rachman mengatakan bahwa memberikan label kepada anak bisa berbahaya bagi kepercayaan diri anak.
Semakin sering orangtua melabeli anak maka anak akan yakin dengan kebenaran kata-kata yang disampaikan tersebut. Sebagai contoh, jika Parents terus menyebut si kecil ‘anak pemalas’ maka anak juga akan menganggap dirinya benar pemalas.
Dampak dari kekerasan verbal sendiri bisa berlangsung dalam jangka panjang. Khususnya anak-anak, sangat sensitif terhadap kekerasan verbal dalam bentuk apapun. Baik laki-laki maupun perempuan, berasal dari keluarga mampu atau tidak mampu, verbal abuse bisa mengakibatkan dampak yang serius.
Anak yang sering mengalami kekerasan verbal akan mengalami gangguan mental yang mengakibatkan anak menjadi agresif, abusif, mengalami depresi, merasa ‘kurang’, dan tidak percaya diri.
Untuk menghindari hal-hal tersebut, pastikan Parents dapat mengontrol emosi dengan baik dan memperbaiki komunikasi dengan anak.