Berbeda dengan pesantren atau sekolah Islam yang mengharuskan anak didiknya memakai jilbab, sekolah negeri tidak seharusnya melakukan tersebut. Namun, akhir Juli lalu masyarakat dihebohkan dengan kasus pemaksaan jilbab di sekolah kepada siswi SMA.
Kejadian tersebut terjadi kepada seorang siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Dilansir dari Tempo.co, menurut Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY)—yang mendampingi sang siswi dalam kasus ini, dia bahkan sampai mengalami depresi akibat dipaksa memakai jilbab oleh salah satu guru di sekolahnya.
Artikel terkait: 5 Jilbab Anak Terbaru di 2022, Nyaman dan Berkualitas
Kronologi Kasus Pemaksaan Jilbab di Sekolah
Peristiwa pemaksaan tersebut terjadi pada 18 Juli 2022, saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Sang siswi yang beragama Islam, dipanggil oleh bagian Bimbingan Konseling (BK) karena terlihat tidak pernah memakai jilbab saat di sekolah.
Dari cerita koordinator AMPPY Yuliani Putri Sunardi, setelah menerima panggilan itu, si siswi menangis selama 1 jam di toilet sekolah karena depresi. Saat guru BK memeriksanya ke toilet, ternyata siswa itu sudah dalam kondisi lemah. Dia lantas langsung dibawa ke UKS dan langsung dipanggilkan orang tuanya.
Ternyata, siswi ini sudah dua kali dipanggil oleh BK dengan masalah yang sama, yaitu tidak memakai jilbab. Itulah yang membuatnya depresi. Siswi ini bahkan sampai mengurung diri seharian di kamar dan tidak mau berbicara dengan keluarga.
Sang Siswi Mengaku Dirundung oleh Guru-Guru di Sekolahnya
Dari cerita Yuliani, siswi tersebut bahkan mengalami perundungan karena menolak memakai jilbab. Sebelum guru BK memaksanya mengenakan jilbab, sejumlah guru di sekolah sudah menegur si siswa itu hingga guru BK dan wali kelas mengundangnya datang ke ruangan melalui pesan WhatsApp.
Guru-guru di SMA negeri itu berkata kepada si siswa jika dia tidak mengenakan jilbab, maka dia menjadi berbeda dengan siswa lainnya. Guru-guru juga bilang jika tidak sekarang pakai jilbab, maka kapan lagi bisa belajar.
Karena menolak, maka siswi tersebut jadi omongan para guru hingga puncaknya mengurung diri di toilet. Bahkan, guru BK juga pernah berkata, “Bapak ibumu tidak salat, ‘kan? Bapakmu mualaf.” Inilah yang membuatnya depresi berat.
Artikel terkait: Kasus Siswi Nonmuslim Diminta Berjilbab, Pentingnya Ajari Toleransi pada Anak
Pihak Sekolah Menolak Disebut Ada Kasus Pemaksaan Pakai Jilbab
Menanggapi kasus ini, pihak sekolah menolak disebut ada kasus pemaksaan siswi untuk memakai jilbab di sekolah mereka.
Melansir dari Okezone.com, Kepala Sekolah SMAN 1 Agung Istiyanto berkata, “Pihak sekolah tidak melakukan [memaksa siswi pakai hijab] seperti yang diberitakan. Kami di sekolah tetap dan tak pernah mewajibkan para siswi menggunakan jilbab. Tuduhannya itu salah.”
Saat disinggung mengenai guru BK yang memaksa si siswi untuk memakai jilbab, kepala sekolah juga tidak membenarkannya. Menurut Agung, apa yang dilakukan oleh sang guru hanya sebatas tutorial dan tak lebih.
Sebelum melakukannya, Ia menyebut ada komunikasi antara guru dan siswi berupa pertanyaan terkait bersedia atau tidak diajari menggunakan hijab.
“Kita tanya baik-baik. Bagaimana jika kita beri tutorial, kemudian dijawab ‘Iya’, sebagai setuju,” jelasnya.
Artikel terkait: Mengenakan Jilbab Sejak Dini Bikin Krisis Identitas pada Anak? Begini Kata Psikolog
Sekolah Diperiksa Akibat Kasus Pemaksaan Pakai Jilbab Ini
Setelah kasus ini viral, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi DIY memanggil kepala sekolah untuk diperiksa.
Kepala Disdikpora Pemprov DIY Didik Wardaya mengatakan, bila sekolah tersebut terbukti bersalah maka akan dikenakan sanksi pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Melansir dari Tempo.co, Didik menekankan bahwa seluruh sekolah negeri harus mematuhi Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang penggunaan seragam.
“Tidak boleh ada pemaksaan karena sekolah negeri harus mampu merefleksikan kebhinekaan. Tidak boleh memaksakan seseorang untuk menggunakan atribut keagamaan,” jelasnya.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, juga sudah mendatangi SMA Negeri 1 Banguntapan.
Mereka berkunjung pada 3 Agustus 2022, berkeliling ke sekolah bersama Irjen Kemendikbudristek dan tim, serta bertemu dengan pendamping dan orang tua siswa.
Siswi yang Dipaksa Pakai Jilbab akan Pindah Sekolah
Sementara itu, siswi yang depresi karena dipaksa memakai jilbab ini akan segera pindah sekolah. Hal itu merupakan keinginan langsung dari si siswi dan juga usulan dari KPAI.
Yuliani bilang, siswi tersebut sudah menyampaikan keinginan untuk pindah sekolah dan ia langsung memberikan beberapa pilihan sekolah di Kota Yogyakarta.
“[Siswi ini] Pindah supaya kesehatan mentalnya kondusif,” ujarnya.
Kita tunggu saja perkembangan terbaru kasus pemaksaan pakai jilbab di sekolah ini ya, Parents. Semoga kebenaran segera terungkap dan tidak ada lagi pemaksaan yang terjadi di lingkungan sekolah, di luar urusan pendidikan.
Baca juga:
6 Sekolah ini Melarang Muridnya Merayakan Ulang Tahun di Sekolah, Simak Alasannya