Apa yang paling sering ditanyakan dan diharapkan orang saat ini? Jawabannya adalah “kapan pandemi berakhir?” Sebab banyak orang yang sudah jengah dengan segala efek yang ditimbulkan oleh virus corona.
Bisakah orang memprediksi kapan pandemi akan berakhir? Baru baru ini Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD) memprediksi penyebaran virus corona COVID-19 di seluruh dunia.
Untuk membuat prediksi ini, SUTD menggunakan data hingga 25 April 2020. Penelitian ini menggunakan model SIR (susceptible-recover-recovered) yang diregresikan dengan data berbagai negara untuk memperkirakan kurva siklus hidup pandemi dan memperkirakan kapan pandemi tersebut akan berakhir di masing-masing negara.
Kapan pandemi di Indonesia akan berakhir?
Berdasarkan data yang dilansir laman ddi.sutd.edu.sg, pandemi di Indonesia akan berakhir (97%) sekitar tanggal 3 Juni 2020. Adapun puncak pandemi, SUTD memprediksi sudah terjadi sekitar tanggal 19-21 April 2020.
Dari sejumlah negara Asia Tenggara yang diprediksi itu, Indonesia merupakan negara paling terakhir yang mengakhiri pandemi. Pasalnya, SUTD menyampaikan Malaysia akan mengakhiri pandemi pada 5 Mei, Filipina 7 Mei, dan Singapura 13 Mei 2020.
Artikel terkait: Mitos tentang pandemi corona yang tak perlu lagi Bunda percaya
Sebelumnya, sejumlah ilmuwan dan peneliti memprediksi puncak virus corona di Indonesia akan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2020 dengan jumlah korban yang terinfeksi mencapai 106 ribu kasus.
Wiku Adisasmito, ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, mengatakan timnya mengumpulkan informasi dan prediksi mengenai puncak virus corona di Indonesia dari para ilmuwan dan institusi terpercaya.
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara kumulatif puncak penyebaran virus corona di Indonesia terjadi pada awal Mei dan awal Juni 2020 dengan total pasien positif corona mencapai 95 ribu.
“Selama Juni dan Juli, kasus terkonfirmasi secara kumulatif akan mencapai 106 ribu kasus,” kata Wiku seperti dikutip dari CNBC (27/4/2020).
Meski begitu, Wiku juga mengatakan bahwa ini semua masih bentuk prediksi dan seperti prediksi pada umumnya tidak memiliki angka yang pasti atau belum tentu benar.
“Kami memiliki cara kolektif mengacu pada peraturan yang ada dan memastikan prediksi adalah prediksi dan kasus sebenarnya lebih rendah dari prediksi,” imbuhnya.
Akurasi prediksi SUTD untuk Indonesia dipertanyakan
Sementara itu, sejumlah pihak meragukan prediksi yang dilakukan SUTD, terutama terkait metode yang jadi patokan. Salah satunya adalah epidemolog Indonesia, Dicky Budiman. Ia menyangsikan akurasi prediksi tersebut sebab kurva estimasi yang dipublikasikan oleh SUTD adalah untuk tujuan pendidikan dan riset.
Mengutip laman SUTD, mereka memang mengatakan bahwa prediksi itu pada dasarnya tidak bisa memberikan hasil yang pasti. Dan riset dilakukan hanya untuk tujuan pendidikan dan penelitian.
Tak heran jika Dicky beranggapan sejak awal penyusun sudah memahami bahwa estimasi itu, sebagaimana prediksi lainnya tidak bisa jadi rujukan pasti atau harus terus diperbarui sesuai perkembangan Covid-19 itu sendiri.
“Secara umum prediksinya masuk akal dengan persyaratan adanya intervensi yang maksimal di tes tracing isolate dan social physical distancing,” ujar Dicky dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (26/4).
Meski demikian, Dicky mengingatkan ada beberapa catatan khusus untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Pola kurva antar wilayah atau provinsi di Indonesia bisa sangat berbeda.
Artikel terkait: Jangan sampai salah! Begini cara kelola keuangan saat pandemi Covid-19
Selain itu, Dicky menyebut dalam pemodelan pandemi ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kontekstualisasi atas model tersebut. Kontekstualisasi yang dimaksud adalah terkait temuan-temuan terakhir.
Lebih dari itu, dia menyebut sejumlah indikator seperti isolasi terpusat hingga disiplin jaga jarak selama pandemi akan membantu memperkuat terealisasinya tujuan pelandaian kurva (flatten the curve)
“Intinya dalam pemodelan yang dibuat di situs tersebut selalu ada range kemungkinan dalam tiap modelling dan kemungkinan-kemungkinan tersebut akan sangat bergantung pada aksi atau intervensi yang dilakukan,” tuturnya.
SUTD juga mengingatkan pembaca agar tidak bersikap terlalu optimis berdasarkan perkiraan tanggal kapan pandemi berakhir. Pasalnya, sikap tersebut dapat membuat orang kurang disiplin dalam mengontrol penyebaran virus sehingga menyebabkan virus menular kembali.
Sekali lagi, riset dan prediksi tidak dapat dijadikan patokan pasti kapan pandemi berakhir. Sebagai masyarakat kita harus tetap waspada dan bijak dalam bersikap. Namun, prediksi itu setidaknya memberi angin segar bagi kita untuk tetap optimis menjalani hidup.
Sumber: ddi.sutd.edu.sg, CNBC, CNN
Baca juga:
Puasa saat pandemi COVID-19, ini anjuran WHO yang harus umat Islam ketahui!