Kuputuskan Jarang Bermedsos demi Hindari Komentar Julid Teman, Salahkah?

Berawal dari kebiasaan mengupdate unggahan ke media sosial, lama kelamaan bermunculan komentar bernada julid dari teman. Aku pun memutuskan jarang bersosmed

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Hari gini nggak update di media sosial, kenapa? Jawaban saya adalah untuk menghindari komentar julid dari teman yang cukup menyakitkan hati. Izinkan saya berbagi cerita mengapa saya akhirnya memutuskan jarang bermedsos.

Saya wanita 32 tahun, telah menikah namun belum memiliki anak. Pekerjaan saya adalah jurnalis online. Otomatis kehidupan sehari-hari saya berkutat dengan dunia digital dan medsos sebagai sarana untuk mencari bahan tulisan. Di balik kedekatan saya dengan aplikasi medsos kekinian seperti Instagram, TikTok dan Twitter, saya pribadi jarang sekali update di media sosial pribadi. Alasan terbesar saya adalah saya tidak tahan dengan komentar julid dari teman sendiri.

Untuk diketahui, saya bukan artis atau selebgram yang punya banyak followers. Saya hanya wanita biasa yang medsosnya tidak banyak diikuti kecuali oleh keluarga dan teman dekat. Saya tidak pernah membayangkan akan memiliki haters yang setia mengisi kolom komentar atau membahas postingan saya.

Ganti tema unggahan jadi sumber perkara

Bermula dari proses detox medsos saya pada fase peralihan remaja yang alay menjadi dewasa, saya memilah-milah konsep postingan yang saya ingin bagi di medsos. Kebetulan di waktu yang sama, suami mendapat pekerjaan menyenangkan yaitu melakukan review berbagai hotel, kuliner dan tempat wisata.

Konsep kerja kami yang terapkan adalah suami akan menggali informasi dengan narasumber dan saya kebagian jatah mengambil foto dan video. Otomatis dalam galeri saya bertumpuk banyak gambar yang pada akhirnya sayang jika hanya menumpuk dan dibuang begitu saja.

Kemudian saya memutuskan daripada medsos saya hanya berisi deretan foto wajah yang tidak seberapa indah, maka saya unggahlah sisa-sisa foto yang tidak digunakan suami dalam pekerjaannya. Niat saya hanya ingin berbagi hasil kerja saya sekaligus menyimpan momen ke mana saja kami sudah bekerja bersama.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Si Kecil Sudah Aktif Main Medsos? Ini 6 Risikonya Menurut Psikolog!

Saya tidak menyangka bakal punya haters

Saya pun tidak mengira jika unggahan foto-foto di akun medsos saya akan menjadi target sasaran komentar julid beberapa teman. Sejatinya saya pun jarang bertemu dengan mereka karena setelah menikah saya tinggal di perantauan. Komunikasipun seadanya karena kami pun tidak seberapa dekat.

Namun justru foto-foto saya tidak bisa ditangkap dengan baik oleh mereka. Mulanya yang muncul hanya komentar-komentar ringan yang masih mudah ditanggapi seperti:

“Asyik ya jalan-jalan terus…”
“Wih,tempatnya mahal tuh!”

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Semakin ke sini, beberapa komentar pedas mampir di kolom komentar hingga saya sendiri merasa gerah. Bukan mengapa, namun saya merasa tidak enak hati untuk membacanya.

“Tiap bulan ngehotel, kapan hamil?”
“Hedon banget, bisanya cuma foya-foya. Kasian suaminya”
“Mending duitnya buat bayi tabung daripada dibuat jalan-jalan, sis. Inget umur”

Artikel terkait: 5 Hal yang Wajib Diperhatikan Sebelum Posting Foto Anak di Medsos

Malas berkonflik, saya evaluasi diri

Saat itu saya bingung sekaligus heran. Saya mengambil waktu memproses komentar-komentar julid di medsos saya ini dan tidak langsung menanggapi. Saya memang tipe orang yang malas untuk berkonflik.

Kemudian saya diskusikan juga dengan sahabat terdekat. Apakah saya punya masalah dengan orang-orang ini, atau memang unggahan saya terlalu berkesan riya atau pamer. Maksud saya, jika kesalahan ada pada saya maka akan segera saya perbaiki agar komentar-komentar julid ini tidak muncul kembali.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tapi menurutnya, tidak ada yang salah dengan unggahan medsos saya. Apalagi akun medsos saya saya terlalu terkunci, jadi jika saja saya ingin pamer seharusnya saya buka saja semua orang melihat.

Artikel terkait: 9 Dampak Negatif Media Sosial pada Kesehatan Mental

Saya putuskan untuk jarang bermedsos

Saya kemudian memahami bahwa ada hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan termasuk cara berpikir orang lain, kondisi mereka sebenarnya di balik layar dan juga apa yang diketik oleh jemari ganas mereka. Saya mencoba berpikir dari dua sisi, tak hanya diri saya sendiri.

Mungkin teman saya tidak mampu untuk mengunjungi tempat-tempat yang fotonya saya unggah hingga postingan saya menyakiti perasaannya. Mungkin juga hidupnya banyak masalah hingga harus melimpahkan semua kekesalannya pada saya di kolom komentar. Dengan sugesti itu, saya mencoba berempati.

Dari situ saya memilih jalan paling mudah, yaitu dengan mengurangi frekuensi unggahan saya di medsos alias jarang bermedsos. Saya tidak menganggap pilihan untuk jarang update di medsos ini karena merasa kalah atau mengalah. Lagipula saya tidak merasa rugi karena jarang update medsos, daripada harus terus makan hati dan menguras energi menghadapi komentar julid dari teman sendiri.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ditulis oleh Puspa Sari, UGC Contributor theAsianparent.com.

Artikel UGC Contributor lainnya:

Tak Hanya dengan Suami, Pillow Talk Juga Bisa Dilakukan dengan Si Kecil

Saat Ada Perbedaan Pola Pandang Mertua, Pentingnya 'Berdamai' dan Hindari Konflik

Ceritaku Menjalani Kehamilan yang Tak Disadari dengan Penuh Kekhawatiran

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penulis

puspa sari