Parenting adalah salah satu kata dari ribuan kata yang pasti sangat amat sering diucapkan namun rancu untuk dilakukan. Termasuk dalam hal jaga privasi anak.
Benar tidak?
Saya sendiri cukup memahami, semua yang bunda dan ayah lakukan untuk mendidik anak pasti untuk kebaikan mereka juga kelak. Dilakukan dari cara yang halus lembut sampai tegas nan kasar.
Di mata saya, sebenarnya tidak pernah salah bagaimana pun cara parenting yang diterapkan. Saya amat yakin bunda dan ayah sekalian menginginkan yang terbaik untuk mereka. Pun dengan saya.
Namun apakah Parents mendengar kalimat, “Kalau kamu mau diharga orang lain, maka hargailah dirimu dan orang di sekitar mu dahulu.”
Saya rasa kalimat ini sudah cukup akrab di telinga. ya. Dari suami sampai mertua, kemungkinan besar sering nyenggol-nyenggol tentang hal ini.
Tapi pernah tidak kepikiran di benak kita kalu anak juga butuh dihargai dan butuh privacy place dirinya sendiri? Mungkin untuk menyalurkan hobby, atau melakukan hal lain yang sama sekali tidak menyangkut atau pun disangkutkan pada bunda bunda sekalian.
Pentingnya Jaga Privasi Anak
Pada zaman modern seperti saat ini, sepertinya menjadi sosok orangtua lebih berisiko ketimbang menjadi boss, manager atau pegawai yang berlimpahan harta. Ya, memang sih ada istilah yang bilang, “Harta, tahta, …” namun lebih jauh lebih tau bahwa pepatah itu tidak artinya ketimbang, “Harta yang paling berharga adalah keluarga”.
Di zaman yang serba digital ini kita sebagai orangtua memiliki tantangan baru yang mungkin lebih besar ketimbang saat bunda kecil dahulu. Adanya gadget yang terus menemani masa kecil si kecil, akhirnya bisa menggeser peran mobil mobilan ataupun layangan. Kini, keduanya mungkin tak lagi dianggap mainan menyenangkan. Kondisi ini pun akhirnya menjadi tantangan sendiri.
Anak bukan lagi terpengaruh oleh orangtua, teman, dan sekolah, namun media sosial yang tidak terhitung jumlah dan kemudahannya untuk diakses. Dengan begitu juga bunda sudah tidak bisa lagi mendidik anak seperti dahulu bunda dididik oleh orangtua bunda sekalian.
Anak generasi z lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar gadget ketimbang rumah yang membuat bunda tidak bisa lagi hanya meneriakinya karna suda adzan maghrib sudah berkumandang tapi anak-ana masih saja asik bermain dengan temannya tanpa mengingat waktu.
Menjadi orangtua di zaman secanggih ini pun butuh pemahaman yang mendalam soal bagaimana mengetahui kebutuhan dirinya sendiri sebagai orangtua dan sebagai orang dewasa agar dapat membantu perkembangan anak-anak yang beranjak remaja.
Tetap Jaga Privasi Anak, Bagian dari Memahami Tumbuh Kembang Anak
Generasi z sekarang ini lahir di masa yang mana data diri menjadi public place. Pikiran mereka dipengaruhi data dan informasi yang luas, dan mereka hidup di era yang mana kecantikan dan keelokan lebih dinomor satukan dibanding kecerdasan dan keteraturan tata krama.
Hidup mereka juga akan berada pada dunia yang memiliki pertaruhan yang lebih kompleks dan rumit yang membuat ketidak stabilan emosi diri yang berdampak pada kesehatan mental dan ketidak stabilan psikis, Saling kejar mengejar followers dan menaikan reputasi diri, bukan lagi hanya di wilayah kampung duri, namun merebak sampai ke luar RI.
Meski lingkungan tersebut terlihat egaliter tapi tetap saja akan amat terlihat gap di dalam putaran mereka. Perubahan yang lebih signifikan lagi terlihat dari pergerakan kehidupan yang lebih dinamis. Cepatnya arus tren yang berubah per sekian menit, membuat generasi muda memiliki tekanan yang lebih tinggi untuk terus mengikuti perubahan tersebut. Bunda bunda sekalian dapat dikatakan anak “jaman now” memiliki gandrungannya sendiri.
Menurut salah satu ahli psikologis anak, Erik Erikson, “Setiap manusia memiliki perkembangan emosi masing-masing. Sehingga orangtua pun harus sudah membereskan ‘pekerjaan rumah’, yakni perkembangan emosinya yang belum selesai sebelum akhirnya mengawasi perkembangan emosi anak-anak mereka.
Kalau tidak, ya, akan semakin pelik. Terutama ketika anak-anak remaja mereka sudah mulai mengenal hubungan asmara.
Orangtua harus bisa mengetahui tujuan yang dibangun dari hubungan asmara anak remajanya tersebut. Termasuk mengajarkan mereka untuk mengenali, memahami mencintai diri sebelum nantinya mereka mengenal, memahami, menghargai orang lain untuk membangun hubungan yang lebih serius di atas pertemanan.
Sehingga anak-anak membutuhkan contoh yang baik dari orangtuanya baik dari kegagalan ataupun keberhasilan hubungan. Salah satu caranya adalah dengan lebih terbuka dengan anak sedini mungkin, membangun komunikasi yang lebih sehat jauh sebelum anak memasuki masa “jatuh cinta”.
Karena terlalu beratnya tanggungan anak yang harus dipikulnya di era ini, terkadang Parents pun memiliki kecenderungan lebih posesif dan was was dengan apa yang di lakukan anaknya, dan melupakan apa yang sangat ia perlukan yaitu tetap jaga privasi anak.
Memberi Kepercayaan dan Ruang Sendiri pada Anak
Pada saat kecil dahulu si kecil sangat bergantung kepada bunda dan melupakan realita bahwa sekarang bukan masanya lagi ia seperti apa yang bunda mau. Ketika masa remaja mulai datang dan anak mulai mengetahui baik buruknya kehidupan dari sana lah bunda harus meyakinkan diri bahwa mereka seharusnya memiliki privacy dan bunda mendorong akan hal itu, agar mereka tahu akan tanggung jawab atas semua tindakan nya.
Saya pernah membaca sebuah artikel, Allison Kawa, Psy.D., seorang psikolog anak dari Los Angeles mengatakan, “Teman sebaya merupakan bagian yang penting dalam kehidupan anak di usia-usia ini. Hal ini turut mengubah keinginan memiliki privasinya sendiri, misalnya urusan berganti pakaian, ganti baju, mengungkapkan perasaan terpendam melalui buku harian.”
Sulit untuk tidak terlibat dalam fase ini, tetapi tantangan bagi orangtua adalah membiarkan anak memiliki waktu sendirian sembari tetap memantaunya. Rasa tidak nyaman pasti muncul ketika anak sedang berganti baju atau melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilihat orangtua.
Apalagi yang berbeda gender. ‘Gatal’ rasanya ingin selalu dan terus memperhatikan, menonton perkembangan mereka, namun cukup sampai sana jangan terlalu jauh. Karena jika itu terjadi sangat ditakutkan anak tidak lagi ingin terbuka dengan orangtua dan membiarkan hidup nya jatuh ke sanubari yang fana dan tertutup akan semua masalahnya, dan berakhir pada ke tidak stabilan mental yang memiliki risiko yang lebih tinggi.
Berikan mereka waktu dan kunci nya adalah sabar, karena jika bunda sabar maka akan berbuah anak yang sehat secara mental dan fisik dan bunda akan jauh di percaya, dan anak akan tetap terbuka, karna menurut nya bunda lah sosok yang paling anak percaya dan paling mengerti mereka, dan harapan terbesar anak akan lebih percaya diri, tahu apa keinginan nya dan yang baik untuk masa depannya.
Ditulis oleh: Hanna Nur Ulya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.