Curhat pejuang IVF di masa pandemi: “Saya takut mimpi menjadi ibu sirna”

Gara-gara Corona banyak klinik fertilitas di dunia yang tutup. Imbasnya, mereka yang ingin menjalankan program IVF di masa pandemi terpaksa harus ditunda.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Salah satu imbas dari virus Corona adalah banya klinik fertilitas di dunia yang menghentikan layanannya. Tampaknya mustahil melakukan program IVF di masa pandemi ini. Harapan banyak wanita untuk segera menjadi ibu pun pudar.

"Kami mengerti sekarang adalah waktu yang sulit bagi pasien karena klinik fertilitas dihentikan sejak 15 April 2020," kata Otoritas Fertilisasi & Embriologi Manusia (HEFA), di Inggris, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir laman BBC.

Sementara di Amerika Serikat, Masyarakat Amerika untuk Pengobatan Reproduksi (ASRM), juga telah menegaskan kembali atas rekomendasi penundaan siklus pengobatan baru untuk pasien yang ingin hamil.

Federasi Masyarakat Obstetri dan Ginekologi India (FOGSI) juga mengatakan bahwa perawatan baru untuk prosedur kesuburan dan kondisi serupa harus ditunda.

Kisah pejuang IVF, dua siklus IVF tidak berhasil, siklus ketiga terhambat Corona

Seorang ibu di Sussex Barat, Inggris menceritakan kisah perjuangannya bersama suami untuk memiliki keturunan.

"Saya ingin bayi dari suami saya. Kami telah memimpikan bayi ini selama 12 tahun," kata Sian Brindlow. "Saya takut semua mimpi itu hilang."

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sian yang berusia 40 tahun terpaksa harus menunda program kehamilan karena kliniknya tutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ia dan suaminya baru saja memulai siklus ketiga fertilisasi in-vitro (IVF) saat mendengar berita tentang penangguhan itu.

Dua prosedur IVF sebelumnya sudah mempengaruhi kesehatan mental Sian dan suami, apalagi ditambah dengan Corona.

"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi. Ini benar-benar sulit," keluh Sian.

Artikel terkait: Kisah Stefany Putri; Perjalanan panjang demi buah hati yang pergi terlalu dini

Sebelum pandemi, Sian berharap pembekuan beberapa embrio dapat dilakukan guna memberikan jaminan dan kepastian saat ia berada dalam daftar tunggu operasi. Sekarang? Semuanya menjadi tidak jelas.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

"Dulu saya berfikir mereka bisa mengumpulkan telur, dan membekukan telur, dan semua akan baik-baik saja. Sehingga kami tidak perlu terlalu khawatir tentang usia [ku]," kata dia.

Sekarang, harapan itu pun sirna. Sian hanya berharap jika ia bisa segera melanjutkan proses IVF ketiganya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

"Saya siap menunggu, jika itu [pengobatan] akan berlanjut kembali," Kata Sian, walaupun ia menyadari mimpi itu sulit untuk menjadi kenyataan.

Faktor usia dan waktu memengaruhi tingkat keberhasilan IVF

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dokter Marco Gaudoin, ahli kesuburan, mengatakan bahwa akan ada dampak bagi para perempuan yang menunggu perawatan fertilitas karena kesuksesan sangat tergantung pada usia dan waktu.

"Secara statistik dari usia 34 dan seterusnya, untuk setiap bulan yang terlewati, maka peluang Anda [hamil] turun sekitar 0,3%. Jadi setelah enam bulan itu sekitar 2% peluang turun," kata Marco dikutip dari BBC.

Dari penjelasan dokter Marco di atas, kita bisa menghitung berapa persen peluang IFV untuk berhasil. Misalnya seorang wanita memulai pada level peluang 14% untuk berhasil, enam bulan kemudian levelnya akan turun 2% menjadi 12%.

Penurunan angka ini cukup besar secara proporsional dan berdampak besar pada peluang keberhasilan pasien. Apalagi untuk kasus Sian, usianya sudah kepala empat. Wajar jika dia sangat khawatir tidak bisa menjadi ibu.

Ibu muda pejuang IVF di masa pandemi: "Saya memimpikan perut buncit"

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Lain Sian lain pula Katy Brunton (32 tahun). Meski usianya terbilang muda, ia tetap khawatir dampak dari penghentian layanan IVF di masa pandemi akan berpengaruh pada kemampuannya untuk memiliki anak kandung.

Katy dan suaminya telah berjuang mendapatkan bayi selama hampir tiga tahun. Katy didiagnosis memiliki jumlah cadangan telur yang menurun atau sedikit untuk usianya dan masalah ini adalah sebab dari banyak pasangan membutuhkan bantuan medis untuk mendapatkan keturunan.

Artikel terkait: 5 Hal yang membuat program bayi tabung gagal seperti dialami Denny Cagur

"Saya masih muda di dunia kesuburan ini, tapi saya tidak punya banyak telur yang tersisa dan memikirkan waktu yang terus berjalan itu sangat menakutkan."

Katy mengungkapkan telah membuat janji dengan klinik untuk memulai siklus perawatan baru dengan menggunakan embrio beku tepatnya beberapa hari sebelum kebijakan pembatasan pertama kali diberlakukan.

"Saya benar-benar berharap kami bisa mendapatkan perawatan. Saya selalu bermimpi suatu hari akan mengalami benjolan [di perut]," katanya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Katy mengatakan sedih ketika mendengar opini keluarga muda yang mengeluh karena harus mengurus anak saat masa lockdown'sementara dia sangat memimpikannya. 

"Saya akan melakukan apa saja untuk bisa terjebak bersama anak saya yang sedang berteriak-teriak, saya menginginkan itu," ujar Katy.

Sian dan Katy hanyalah dua contoh dari banyak wanita yang sedang mengusahakan untuk hamil tapi terhalang pandemi. Semoga wabah virus Corona segera berakhir dan mereka dapat mewujudkan cita-citanya, hamil dan melahirkan bayi.

Sumber: BBC

Baca juga: 

id.theasianparent.com/morula-ivf