Pengakuan seorang ibu, "Saya menyesal punya anak..."

Pengakuan seorang ibu berusia 34 tahun, yang menyesal punya anak. Meski ia sangat mencintai putri semata wayangnya, namun ada beberapa hal yang ia sesali dalam hidup setelah memiliki seorang anak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Punya anak adalah kebahagiaan terbesar dalam hidup seorang perempuan. Namun, kehadiran anak membawa tanggung jawab besar. Bila tidak siap dengan tanggung jawab tersebut, atau kesulitan menghadapi masalah yang menyertai kehidupan sehari-hari bersama anak, seorang ibu bisa menyesal punya anak.

Ini adalah kisah tentang seorang ibu berusia 34 tahun, yang menyesal punya anak. Dia memiliki seorang putri, dan dia menyayangi anaknya tersebut sepenuh hati. Akan tetapi, ada panya alasan yang membuatnya menyesal punya anak. Di antaranya karena ia merasa tidak cukup baik sebagai seorang ibu.

Berikut ini, dia memaparkan alasannya menyesal punya anak:

Kisah ibu yang menyesal punya anak.

Alasan ibu menyesal punya anak

1. Aku merasa kehilangan identitas

Sejak aku menjadi seorang ibu, eksistensiku di dunia seolah menghilang. Tiba-tiba saja, aku 'hanya' seorang ibu. Aku bukan lagi seorang perempuan mandiri, yang bekerja bersama suaminya, membantu menyelesaikan banyak masalah dalam hidup kami.  Meskipun aku menemukan identitas baru sebagai seorang ibu, tapi aku berharap identitas tersebut tidak menutupi identitasku yang lain. Yang mendefinisikan siapa diriku sebenarnya, selain hanya seorang ibu.

2. Aku merasa tidak punya kehidupan selain mengurus anak

Ketika ibuku sedang menidurkan bayiku yang berusia 10 hari, dia melihatku sedang bicara di telepon dengan sahabatku. Begitu aku menutup telepon, ibuku langsung berkata, "Berhenti menyiakan waktumu untuk hal seperti itu. Sekarang kamu sudah menjadi ibu, dan kau harus fokus pada bayimu." Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Waktu itu aku baru berusia 26 tahun. Aku merasa diriku masih gadis remaja. Dan tiba-tiba semua orang ingin aku berhenti menjalani hidup seperti yang kulakukan selama ini. Dan memusatkan diri pada bayi merah ini. Percayalah, aku sangat mencintai putriku. Akan tetapi, ketika orang lain mendesakku untuk meninggalkan kehidupan lamaku agar bisa mengurusnya, hal ini membuatku menyesal punya anak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

3. Merasakan kecemasan seumur hidup

Tak ada sedetik pun berlalu tanpa aku cemas mengenai putriku. Kau bisa menyebutku paranoid. Tapi ketika aku sedang bekerja di kantor, aku khawatir anakku tidak makan dengan baik. Apakah dia bisa dapat tempat duduk di bus sekolah, ataukah dia mengalami kekerasan dari teman di sekolahnya.  Dan daftarnya terus bertambah panjang. Seperti bom waktu yang berdetak di kepalaku, bisa meledak kapan saja.  Di tengah pekerjaan, ketika ada telepon dari rumah, aku langsung cemas tak karuan. Membayangkan setiap hari seperti ini seumur hidupku, tentu saja melelahkan.

4. Apakah aku cukup baik sebagai ibu?

Ketika aku mendengar seseorang berkata "Aku sangat bangga pada anakku" atau "Menjadi ibu membuatku sempurna", aku selalu bertanya-tanya, mengapa aku tidak bisa merasakan hal yang sama.  Ketika aku melihat temanku yang masih lajang membuat rencana liburan, aku sangat iri. Karena bagiku, berencana menginap satu malam di rumah sahabatku saja sangat sulit. Karena suami dan anakku akan mulai bertanya berapa lama aku pergi, atau mengapa aku harus pergi.  Hal ini membuatku bertanya pada diri sendiri, apakah aku bukan seorang ibu yang baik karena ingin membebaskan diri dari tanggung jawab sebagai ibu meski hanya sesaat?

Artikel terkait: Saat Anda Merasa Sebagai Ibu yang Buruk, Ingatlah Ini

5. Sulitnya menyeimbangkan karir dan keluarga

Aku merasa, kehidupan karir dan keluarga yang seimbang hanya bisa dicapai oleh mereka yang punya gaji cukup tinggi untuk bisa mempekerjakan pengasuh sekaligus pembantu.  Untuk keluarga menengah ke bawah sepertiku, itu adalah kemewahan yang tidak bisa dimiliki. Jika perjalanan pulang pergi tempat kerja dan rumah belum membuatmu lelah, maka pulang ke rumah, memasak, bersih-bersih dan mengurus anak pasti akan membuat tenagamu terkuras habis. Lalu, di mana letak keseimbangannya? Ketika aku melihat teman-temanku yang tidak punya anak, mereka tampak hidup tenang tanpa stres. Mereka tidak perlu pusing memikirkan menu makanan sehat untuk keluarga, memeriksa PR anak, atau menabung untuk masa depan anak.  Mereka juga tidak pusing memikirkan cara agar anak tetap sehat, atau jika anak sakit tidak berpikir keras agar mereka bisa sembuh. Daftar pekerjaan seorang ibu tidak pernah berakhir. Di manakah letak keseimbangannya? 

Rasa menyesal punya anak tidak sebanding dengan kebahagiaanku memilikinya

Akan tetapi, setiap malam aku tidak bisa tidur sebelum memberi anakku ciuman selamat malam. Dan ketika aku melihat tingkahnya yang lucu saat mencoba barang-barangku, aku memiliki dorongan kuat untuk memeluknya. Dan akupun tak pernah ragu untuk melakukannya.  Saat itulah aku sadar, tak peduli seberapa kacaunya hari yang kulalui, ketika aku mendengar kalimat "Aku cinta ibu" darinya, aku merasa aku pasti sudah melakukan hal yang benar.  Ironisnya, perasaan ini melampaui rasa sesal yang kumiliki ini. 

****

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bagaimana dengan Bunda, apakah pernah memiliki perasaan yang sama dengan ibu ini?

 

 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

*Nama ibu telah disamarkan untuk kepentingan privasi

Disadur dari theAsianparent Singapura

Baca juga:

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penulis

Fitriyani