Kecelakaan kereta api dengan kendaraan lain merupakan hal yang tak asing di Indonesia. Maraknya pelanggaran lalu lintas serta sikap tidak disiplin peraturan merupakan penyebab utama. Lantas, bagaimana hukum kereta api menabrak orang?
Berdasarkan data dari VOI, Departemen Perhubungan mengungkapkan pada tahun 2020 terdapat 208 kerusakan lokomotif karena tertabrak motor, mobil dan truk. Sementara pada tahun 2021, angkanya mengalami peningkatan sebesar 2,4 persen menjadi 213 kerusakan.
Kecelakaan di perlintasan kereta api merupakan hal yang serius. Kecelakaan lokomotif kereta api dengan kendaraan lain bukan hanya merusak lokomotif, tak jarang kendaraan yang ditabrak kereta api akan hancur, bahkan terkadang menyebabkan kematian.
Lalu, bagaimana jika kejadian nahas ini menimpa seseorang? Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami orang yang ditabrak kendaraannya?
Artikel terkait: 10 Jalur Kereta Api Terindah di Indonesia yang Memanjakan Mata
Hukum Kereta Api Menabrak Orang
Pengertian Jalur Kereta Api
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Perkeretaapian, jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi alu lintas kereta api.
Padal 181 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU Perkeretaapian”), dijelaskan bahwa setiap orang dilarang:
a. Berada di ruang manfaat jalur kereta api;
b. Menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau
c. Menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api
Pengendara Kendaraan Wajib Mendahulukan Kereta Api
Pasal 110 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (“PP 72/2009”), sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (“PP 61/2016”), pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Hal ini ini juga selaras dengan Pasal 114, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan )”UU LLAJ”) bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel
Artikel terkait: Kronologi Kecelakaan Kereta di Tambun, 1 Orang Meninggal Dunia
Sanksi Bagi Pelanggar Lalu Lintas Kereta Api
Pengendara kendaraan dikatakan bersalah apabila tidak menghiraukan peraturan dan rambu-rambu yang telah dibuat.
Berdasarkan Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian sanksi yang diterima adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15 juta.
Sedangkan, Pasal 296 UU LLAJ, yaitu terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak berhenti pada perlintasan antara kereta api dan jalan ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/aau ada isyarat lain. Terhadap pengendara tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000.
Artikel terkait: Sering Terjadi Mesin Kendaraan Mati di Tengah Rel Kereta, Apa Penyebabnya?
Kewajiban Pemerintah
Kecelakaan lalu lintas pada perlintasan kereta api tak melulu kesalahan pengendara kendaraan bermotor. Tak jarang kecelakaan terjadi karena minimnya fasilitas pendukung keselamatan di daerah perlintasan kereta api seperti palang, sirine, dan sebagainya.
Hal ini tentunya tetap tidak boleh dijadikan alasan bagi pengendara kendaraan bermotor untuk tidak berhati-hati.
Berdasarkan Permenhub PM Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang Antara Jalur Kereta Api Dengan Jalan.
Dalam pasal 2 ayat 1 berbunyi, untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan masyarakat pengguna Jalan, Perlintasan Sebidang yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dilengkapi degan Peralatan Keselamatan Perlintasan Sebidang, harus dilakukan pengelolaan oleh:
a. Menteri, untuk Jalan nasional:
b. Gubernur, untuk Jalan provinsi;
c. Bupati/Wali kota, untuk Jalan kabupaten/kota dan Jalan desa; dan
d. Badan hukum atau lembaga, untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
Bagaimana Jika Ada Kelalaian Petugas Kereta Api?
Jika terjadi kecelakaan kereta api karena kelalaian petugas penjaga perlintasan, sanksi yang akan diterima oleh orang yang lalai dalam tugasnya adalah pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang terdapat kalimat “Barangsiapa karena kekhilafannya menyebabkan orang mati”.
Pasal 361 KUHP berbunyi Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
Parents, berkendara dengan aman dan tertib merupakan kewajiban semua orang. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya hal yang tak diinginkan, semua orang harus mempunyai kesadaran sendiri untuk lebih berhati-hati.
Baca Juga:
10 Stasiun Kereta Tercantik di Indonesia yang Cocok untuk Hunting Foto
Ketahui Rute dan Tarif Kereta Wisata, Dapat Fasilitas Paripurna