Kawin lari atau kawin tanpa persetujuan orang tua sudah bukan istilah asing. Tak sedikit pasangan yang memutuskan untuk kawin lari karena salah satu atau kedua pihak orang tua tidak menyetujui pernikahan mereka. Namun, sebenarnya bagaimana hukum kawin lari bagi perempuan dalam Islam?
Sebelum menyalahkan pasangan yang melakukan kawin lari, sebaiknya dilihat dulu akar permasalahannya.
Melansir dari Republika.co.id, dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidzi dan Imam Ahmad, dijelaskan apabila ada laki-laki yang melamar gadis dengan agama dan akhlak yang baik, maka Nabi memerintahkan agar orang tua wali mengawinkan anak gadisnya dengan pemuda itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Nah, jika ini kasusnya, maka menurut Ustadz Adi Hidayat, kasus kawin lari seperti ini dibenarkan karena kondisi wali terdekatnya malah menjauhkan perempuan itu dari sunnah rasul untuk menikah dan ada ancaman yang membahayakan bagi agamanya.
Contoh kasus lainnya adalah perempuan mualaf yang baru masuk Islam, sedangkan walinya bukan orang Islam. Sang ustadz berkata bahwa perempuan ini boleh melakukan kawin lari dengan wali hakim dari orang Islam.
Artikel terkait: Sedih, Pengantin Gagal Menikah karena Ibu Kawin Lari dengan Calon Ayah Mertua
Hukum Kawin Lari Bagi Perempuan dalam Islam
Jika keluarga tidak merestui pernikahan karena alasan yang masuk akal, maka hukumnya beda lagi. Melansir dari Portalsulut.com, Ustadz Adi Hidayat, Pendiri Quantum Akhyar Institute, mengatakan bahwa sebuah pernikahan diikat dengan beberapa ketentuan dan sebagian ada yang menjadi rukun.
Beberapa rukun pernikahan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Dilakukan oleh Laki-Laki dan Perempuan
“Jika laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, pernikahan itu tidak sah,” tegas sang ustadz, seperti dikutip dari Portalsulut.com.
2. Harus Ada Wali Nikah
Ustadz Adi Hidayat juga menyebut bahwa wali nikah untuk mempelai yang masih gadis mutlak harus ada. Pilihannya adalah ayahnya, kakeknya, pamannya, kakaknya atau yang terdekat. Selain untuk menikahkan, wali juga bisa menjadi jalur konsultasi jika ada hal-hal yang terjadi di rumah tangganya.
Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 221, yang memiliki arti:
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.”
Ustadz penghafal Alquran ini dengan tegas mengatakan, “Ayat ini menunjukan bahwa laki-laki bisa menikah tanpa wali. Sedangkan untuk perempuan khususnya yang masih gadis, maka harus ada wali yang menyetujuinya, supaya walinya membimbingnya dan menjadi pelindungnya. Jadi, si gadis tidak boleh menikahkan dirinya sendiri.”
3. Adanya Mahar
Rukun pernikahan ketiga yang harus dipenuhi adalah ada mahar yang diberikan oleh laki-laki untuk perempuan. Islam tidak memberatkan calon mempelai mengenai nilai atau bentuk mahar. Namun, mahar umumnya adalah perhiasan, sejumlah uang, dan seperangkat alat salat.
4. Harus Ada Saksi
Agar pernikahan sah, maka harus ada saksi minimal dua orang. Ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi’i, serta mazhab Hanbali, menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk menjadi saksi nikah adalah harus berjenis kelamin laki-laki.
Masih menurut Ustadz Adi Hidayat, jika semua rukun tersebut sudah terpenuhi, maka kawin lari tersebut dianggap sah. Meskipun mereka tetap dianggap melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Jadi, agar Allah SWT meridhoi pernikahan tersebut, maka sang ustadz menyarankan untuk datang kepada orang tua atau wali untuk meminta maaf dan restu dari mereka.
Artikel terkait: Langgeng Puluhan Tahun, 6 Artis Ini Rela Jalani Perkawinan Poligami
Hukum Kawin Lari bagi Perempuan dalam Peraturan Negara
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau biasa disebut UU Perkawinan, dalam Pasal 6 disebutkan salah satu syarat perkawinan adalah mendapatkan izin dari kedua orang tua jika belum mencapai umur 21 tahun.
Dilansir dari hukumonline.com, bagi yang sudah berusia 21 tahun ke atas sudah diperbolehkan untuk menikah meski tanpa restu orang tua alias kawin lari. Meskipun tetap disarankan untuk membicarakan hal ini baik-baik secara kekeluargaan dengan orang tua.
Jika orang tua melarang adanya pernikahan karena alasan yang tidak jelas atau tidak masuk akal, maka jalan keluarnya bisa mengacu pada Pasal 6 ayat (5) dan ayat (6) UU Perkawinan.
Disebutkan bahwa Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan, dapat memberikan izin (untuk menikah). Namun, sebelumnya harus lebih dahulu mendengar orang tua atau wali dari seseorang yang akan melangsungkan pernikahan tersebut.
Jadi, seseorang bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan setempat agar memberikan izin menikah. Setelah melalui beberapa proses, nantinya pengadilan akan mengeluarkan sebuah penetapan izin menikah.
Meskipun dalam hukum negara, diperbolehkan untuk menikah tanpa restu orang tua atau kawin lari jika sudah di atas 21 tahun, sebaiknya tetap lakukan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku agar pernikahan tidak merugikan pasangan, khususnya bagi perempuan.
Baca juga:
Mengenal Tradisi Ararem, Mengantar Mas Kawin Unik untuk Mempelai Perempuan di Papua