Beberapa waktu lalu, situs berita seperti Tempo dan CNN memuat berita tentang adanya game bunuh diri bernama “Blue Whale Challenge” yang konon mengajak anak-anak dan remaja untuk bunuh diri. Tempo menulis bahwa tren game ini muncul setelah Skip Challenge.
Cara mainnya adalah, remaja yang mengikuti permainan tersebut ditantang oleh seorang kurator atau guru untuk menyelesaikan tugas tertentu selama 50 hari. Peserta harus mengirimkan tanda bukti bahwa ia telah menyelesaikan tugasnya. Jika tidak, ia akan mendapatkan teror.
Pada hari ke 50, ia akan menyelesaikan tugas terakhirnya, yaitu bunuh diri. Sebelum bunuh diri pun ia harus mengirimkan tanda bukti bahwa ia telah menyelesaikan tugas menyakiti diri sendiri ditambah dengan ucapan pamit kepada sang kurator dan orang-orang sekitarnya. Bahkan, korbannya diperkirakan sudah mencapai 130 orang sejak November 2015-April 2016.
Tak hanya media lokal, media mainstream luar negeri seperti the Sun dan IbTimes. Banyaknya media yang memberitakan soal ini membuat orangtua panik, bahkan selebriti seperti Christian Sugiono pun memberikan peringatan kepada 1,4 juta lebih followersnya di Twitter.
Namun, benarkah game bunuh diri yang konon berasal dari Rusia tersebut bertanggaung jawab terhadap ratusan bunuh diri anak-anak dan remaja?
Blue Whale Challenge berhasil memperdaya orangtua dan anak
Pakat keamanan internet Bulgaria Georgi Apostolov mengatakan bahwa berita tersebut adalah sebuah berita palsu atau biasa disebut dengan hoax. Namun Game tersebut berhasil memperdaya para orangtua dan anak yang memiliki kecenderungan rapuh terhadap apa yang ada d internet.
Padahal, game “Blue Whale Challenge” ini sebenarnya tak ada. Bahkan, lembaga keamanan internet di Bulgaria Arcfund secara khusus melakukan penyisirin terhadap kabar hoax tersebut dengan tanda pagar #синкит dan #синийкит.
Apostolov menyatakan bahwa game tersebut dimunculkan di Rusia. Presiden Putin menuduh bahwa penyebab bunuh diri anak-anak tersebut adalah propaganda Barat yang membenci Rusia dan ulah Nasionalis Ukraina yang anti Rusia.
Tidak seperti yang beredar di banyak media bahwa Blue Whale Challenge muncul pada Mei 2017, Net Family News telah menemukan adanya kabar tersebut sejak November tahun 2015. Di tahun tersebut, hanya ada satu orang berusia 21 tahun yang diduga sebagai sang kurator game dan kasusnya belum juga disidangkan karena tidak adanya bukti.
Hingga 1,5 tahun berlalu, tidak ada seorang pun yang diduga bunuh diri maupun menjadi kurator game tersebut. Adapun gambar sayatan tangan yang banyak beredar biasanya diambil dari foto orang yang menyandang penyakit mental self injury atau menyakiti diri sendiri.
Self injury sejak dulu memang jadi perhatian para psikiater dan psikolog. Namun tindakan menyakiti diri sendiri tersebut belum ditemukan adanya indikasi bahwa hal tersebut membutuhkan kurator maupun orang yang disebut sebagai ‘guru’ yang berkaitan dengan Blue Whale Challenge.
Sergei Grebennikov, kepala domain Rusia .ru mengatakan bahwa kebanyakan yang menggunakan tanda pagar yang berkaitan dengan Blue Whale Challenge adalah orang yang penasaran dengan game tersebut, pengiklan, maupun kantor media yang sedang melakukan tes uji coba tertentu. Sedangkan, orang yang diduga korbannya biasanya hanyalah akun bot semata.
Apalagi, ada serial film Netflix berjudul 13 Reason Why yang menceritakan bunuh dirinya seorang remaja karena bullying. Diduga, serial ini memunculkan kegelisahan orangtua bahwa anaknya akan meniru apa yang ada di film itu.
Padahal, tujuan film tersebut awalnya adalah peringatan keras pada remaja untuk tak mudah menghakimi dan membully teman sekolahnya sendiri. Pengaitan antara Blue Whale Challenge dengan serial 13 Reason Why sebenarnya tidak ada hubungannya karena Blue Whale Challenge ini lebih dulu ada dibanding serial yang awalnya diangkat dari novel tersebut. Apalagi alur cerita pun berbeda.
Walau hanya berita Hoax, Parents harus tetap waspada adanya kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan remaja. Jika mendapati adanya kecenderungan bunuh diri, Anda bisa juga menghubungi lembaga pencegahan bunuh diri seperti In to the Light dengan menulis curhatan di email dengan alamat intothelight.email@gmail.com.
Baca juga:
Parents, Waspadai Skip Challenge, Tren di Kalangan Remaja yang Bisa Mematikan