Di tengah beredarnya banyak sekali hoaks vaksinasi covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun, Alhamdulillah, tanggal 25 Januari 2022 anak keduaku yang berusia 6,5 tahun sudah divaksinasi COVID-19 untuk kedua kalinya. Sedangkan, si kakak pertama yang berusia 11 tahun divaksinasi kedua pada tanggal 28 Januari 2022 di sekolahnya.
Pengalaman yang cukup berkesan bagi anak keduaku pada vaksinasi yang pertamanya di tanggal 27 Desember 2021, karena ia berkesempatan bisa bertemu dengan Ibu Negara Iriana Jokowi dan Ibu Wakil Presiden Wury Maruf Amin, bersama dengan para istri menteri yang tergabung di dalam “Oase KK”vaksinasi COVID-19 di kantor saya.
Situasi di tengah pandemi ini, apalagi jika terkait kesehatan dan keselamatan buah hati, sebagai orang tua pastinya merasa ketar-ketir memikirkannya. Belum lagi, banyak informasi terkait COVID-19 yang hilir-mudik melalui gawai kita. Tak jarang, info-info yang belum jelas sumbernya, membuat para orang tua bertanya-tanya atau bahkan langsung memercayainya.
Sebagai contoh, pada bulan Desember 2021, beredar sebuah video melalui pesan WhatsApp yang memperlihatkan seorang pria sedang memberikan informasi terkait vaksin Sinovac.
Pada awal video, pria itu mengklaim bahwa vaksin Sinovac yang beredar di Indonesia belum dilakukan uji coba kepada anak-anak. Kemunculan video ini tentu sempat membuat saya bingung. Apakah informasi yang disampaikan orang dalam video tersebut benar, atau sebaliknya.
Namun, sebuah informasi yang disampaikan Kementerian Komunikasi dan Informatika membuat saya bernapas lega. Aduan Konten yang dimotori Kemenkominfo mengungkap fakta bahwa merujuk pada LEMBAR FAKTA (FACT SHEET) UNTUK TENAGA KESEHATAN PERSETUJUAN PENGGUNAAN DARURAT (EUA) CORONAVAC, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, telah mengeluarkan Persetujuan Penggunaan Darurat pemberian CoronaVac terhadap orang usia 6 tahun ke atas.
Artikel terkait: Jadwal dan Lokasi Vaksin Booster di Jabodetabek!
BPOM telah menerima dan mengkaji laporan-laporan ilmiah pada setiap vaksin yang diberi izin. Hal tersebut disajikan secara terbuka di laman BPOM. Pada naskah perizinan yang diterbitkan BPOM, usia penerima vaksin telah di update secara berkala berdasarkan hasil laporan ilmiah dari uji coba yang telah dilakukan.
Adapun, berdasarkan laporan hasil uji coba pemberian vaksin pada anak-anak yang dilakukan di Cina, di mana mempertimbangkan keamanan dan imunogenisitas (hingga 3 bulan) maka ditetapkan vaksin dapat direkomendasikan untuk anak kelompok usia 6-17 tahun.
Lalu, bagaimana kita sebagai orang tua bisa mencermati informasi yang beredar melalui media sosial? Yuks Parents, simak tiga strategi yang bisa dipakai untuk menangkal hoaks vaksinasi COVID-19.
1. Jeli dan lakukan cross check
Pertama, jeli dan cermati terhadap data dan informasi yang didapati dari berbagai saluran komunikasi. Di era apa-apa serba butuh kuota internet, melalui kelincahan jempol kita dengan begitu cepat akan mendapatkan pelbagai informasi dari WA, FB, IG, Youtube, dsb.
Tak cuma itu, Parents juga harus cermat pula pada saat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada anak-anak. Jagat dunia maya sempat dibuat geger dengan viralnya berita penyuntikan vaksin kosong kepada anak-anak.
Masih ingatkah pada kasus Pluit di Agustus 2021 silam, ketika perawat yang menyuntikkan vaksin kosong lantaran kelelahan setelah menyuntik ratusan siswa? Ataupun, peristiwa serupa dan sedang ramai dibicarakan di minggu ke-3 Januari 2022 di Medan, Sumatera Utara oleh oknum dokter.
Sungguh, memang benar yang ditakuti oleh WHO, organisasi kesehatan dunia, bukanlah penyebaran coronavirus dari pandemi COVID-19, tetapi infodemi atau penyebaran informasi yang begitu banyak dan cepat. Seringkali, informasi-informasi tersebut mengandung unsur hoaks/misinformasi/disinformasi. Sebut saja tokoh media sosial, Babeh Aldo, yang sedang gencar-gencarnya membuat konten penolakan vaksinasi COVID-19 untuk anak-anak dan menuntut pencabutan darurat pandemi.
Informasi dari tokoh yang bersangkutan memang banyak membuat para orang tua merasa ragu dan bahkan menolak vaksinasi untuk anak-anaknya. Pesan saya, jangan terlalu dipusingkan. Pikirkan bahwa kesehatan dan keselamatan anak-anak menjadi prioritas utama.
Artikel terkait: Rasakan KIPI setelah Vaksin Covid-19 pada Anak, Bagaimana Cara Mengatasinya?
2. Selalu perbarui pengetahuan Parents
Kedua, memperbanyak literasi dari sumber-sumber yang terpercaya. Nah, untuk vaksinasi anak 6-11 tahun ini, para orang tua dapat memutakhirkan informasi melalui situs maupun akun media sosial resmi dari kementerian/lembaga yang menangani COVID-19 di Indonesia seperti covid19.go.id/lawancovid19_id, Kemenkes RI, BNPB, BPOM, dll.
Jangan mudah terhasut informasi yang diterima dari media sosial. Check and recheck. Bahkan, beberapa media nasional sudah mempunya fact checker untuk verifikasi dan klarifikasi hoaks.
Artikel terkait: Bolehkah Vaksin COVID-19 Saat Haid?
3. Aktif bantu tangkal hoaks vaksinasi COVID-19
Ketiga, jadilah pejuang antihoaks agar pandemi ini juga segera berakhir. Setelah melakukan pencarian informasi yang memang benar dan jelas sumbernya, tidak ada salahnya para orang tua juga turut membagikan kepada orang tua lain.
Edukasi yang baik dengan bahasa yang mudah dipahami tentang kebenaran informasi kepada orang lain serta hindari berdebat kusir tanpa data dan fakta yang jelas menjadi kunci bijak bermedia sosial. Coba bayangkan, jika dalam 1 grup terdapat 30-40 orang anggota dan kita terhubung dengan 10 grup WA atau media sosial, berarti sudah sekitar 400 orang yang mendapatkan data dan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dear Parents, meski Indonesia saat ini sedang menghadapi serangan Omicron yang diprediksi mengalami puncaknya pada Februari 2022, jangan panik dan selalu waspada ya. Kita berjuang bersama-sama mengatasi pandemi ini dengan tetap patuh menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi COVID-19.
Ditulis oleh Dwi Handriyani, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Ampuh! Jurus Menyapih Unik yang Kupraktikkan pada Ketiga Anakku
4 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan untuk Meningkatkan Mood setelah Melahirkan
Sering Garuk Telinga Hingga Lecet, Ternyata Anakku Alami Kondisi Ini