Kini saya telah menjadi ibu. Semula tak pernah saya bayangkan betapa beratnya perjuangan menjadi seorang ibu, tetapi dari sinilah saya justru merasa hidup lebih bermakna setelah jadi ibu.
Saya baru menyadari betapa beratnya peran seorang ibu saat akhirnya menjalani dan melakoninya. Ternyata, menjadi seorang ibu itu penuh perjuangan.
Pertama kita harus mengandung selama sembilan bulan hingga akhirnya melahirkan. Setelah itu, menyusui dan merawat bayi, hingga ia bertumbuh kembang hingga akhirnya kelak bisa hidup mandiri.
Di awal menjadi ibu, tidak sedikit yang merasa takut dan khawatir, hingga pada akhirnya sang ibu mengalami baby blues syndrome.
Saya pun mengalaminya. Pengalaman sebagai ibu baru. Saya adalah ibu dari seorang anak yang cantik bernama Siti Robiah Fii Amanillah panggilannya Fifi. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kini, baby Fifi juga sudah tujuh bulan umurnya.
Cepat sekali! Suka tidak percaya, kalau bayi mungil yang lahir tanggal 02 Desember 2020 lalu sudah menjadi sebesar ini? Ia sekarang menatap mataku sambil tersenyum dan mengeluarkan suara-suara lucu. Ia pun sudah bisa duduk sendiri dan merangkak. Bahagia dan bangga sekali bisa menjadi orang pertama yang melihat tumbuh kembangnya.
Perjalanan Mengandung dan Melahirkan
Saat mengandungnya, saya sering kali dibuat takjub melihat perubahan pada bentuk perutku yang semakin membesar. Apalagi saat merasakan tendangan bayi pertama kali.
Awal hamil, sama seperti bumil lainnya, saya sering merasa mual, tapi tidak sampai muntah. Ketika itu saya tidak ngidam yang aneh aneh, cuma makan saja ekstra banyak, hahahhaa.
Kehamilan trimester pertama dan kedua bisa lalui tanpa hambatan berarti. Trimester kedua aku mulai merasakan dan menikmati gerakan janin di dalam perut. Memasuki trimester ketiga, posisi dan ukuran bayi yang semakin besar membuat tidak nyaman.
Semakin cepat lelah, susah tidur, sakit pinggang, sering bolak balik ke toilet untuk buang air kecil, sesak napas, napas jadi pendek saat melakukan aktivitas, mudah berkeringat karna kandungan semakin membesar, tubuhku bertambah besar dan juga mengalami kenaikan berat badan 18kg, sehingga kaki jadi sering kram.
Ketika HPL sudah dekat, aku khawatir karena belum ada tanda tanda kontraksi. HPL Tanggal 23 November 2020, saya dan suami datang ke rumah sakit, ternyata memang belum ada pembukaan. Karena menginginkan untuk lahiran normal, dokter menyarankan untuk datang seminggu lagi. Ketika itu saya diberikan obat pelunak agar bisa ada pembukaan.
Tanggal 30 November 2020, saya kembali ke rumah sakit ternyata aku hanya mengalami pembukaan 1. Dokter bilang akan segera melakukan tindakan induksi karena bayi sudah terlalu lama berada di dalam kandungan. Agar aku tidak stress dokter menyarankan induksi balon selama 24 jam.
Rasanya…. wow! Ternyata sakit sekali, semua saya berpikir akan ada pembukaan. Ternyata pembukaan tetap tidak bertambah juga. Sampai-sampai saya kepayahan. Merasa nggak sanggup untuk melakukan induksi lanjut, akhirnya aku melahirkan secara caesar.
Jujur saja, ada rasa kecewa karena saya ingin sekali melahirkan normal. Tapi apalah dayaku, saya tidak sanggup menahan sakitnya diinduksi.
Tanggal 02 Desember 2020 pukul 15:00 jadwal operasi Caesar, saya merasa takut dan khawatir. Ketika pertama kali diantar masuk kedalam ruang operasi yang begitu sangat dingin, saya merasakan kesendirian. Campur aduk rasanya.
Ada perasaan tegang dan ketakutan bertambah. Saat semua peralatan persiapan operasi disiapkan, dan detak jantungku terbaca di monitor terlihat jelas bahwa aku ketakutan dan khawatir. Terlintas dipikiran, aku akan menjadi ibu, aku harus kuat.
Di saat itu aku berusaha mengatur nafps panjang. Dokter anestesi pun melakukan tindakan, aku pun mulai disuntik bius lokal agar sebagian tubuh aku mati rasa sehingga mengurangi rasa sakit proses melahirkan. Mulailah dokter membelah perutku, namun aku merasakan semua pergerakan yang terjadi saat dokter membelah perut sampai mengeluarkan bayi.
Pendarahan terjadi, pukul 15:10 bayi pun berhasil dikeluarkan. Semua rasa sakit tiba-tiba saja hilang sekejap karena melihat si cantik mungil itu.
Perasaan bahagia, terharu, lega, sekaligus syukur bercampur dalam hatiku. Aku merasakan nikmat dan bangga menjadi seorang ibu. Aku merasakan bagaimana sakitnya saat akan melahirkan dan mengerti beratnya pengorbanan yang harus seorang ibu jalani saat akan melahirkan.
Alhamdulillah, Anakku sehat tanpa kurang suatu apa pun.
Setelah melahirkan, tiba masa nifas dan menyusui yang kini harus dijalani olehku. Pikiranku kacau dan bingung, karna ASI belum keluar. Kata dokter dan suster, walaupun ASI belum keluar tetap harus disusukan untuk merangsang keluarnya ASI.
Saran dari dokter saya jalankan, tapi sayangnya ketika menyusu mulut Fifi selalu meleset dari puting dan areola. Ketika itu rasanya bena-benar bingung dan merasa kesulitan untuk menyusui, ditambah rasa sakit pada luka operasi caesar. Tak tega melihat bayiku menangis, saya pun memutuskan untuk memberikannya susu formula.
Pekan pertama menjadi ibu, aku mulai merasakan baby blues syndrome. Rasanya sungguh kacau, sedih, dan merasa gagal menjadi ibu karena ternyata menyusui, memandikan, menidurkan bayi itu tidaklah mudah.
Menyusui anak pertama butuh perjuangan keras.
ASI baru keluar 5 hari setelah melahirkan, dan ternyata anakku tidak mau menyusu. Mulailah pikiranku bermacam macam, “Mungkin posisinya yang masih salah atau putingku terlalu besar atau rasa ASI-nya tidak enak?”
Sedih sekali rasanya, tapi saya selalu berusaha agar anakku mau menyusu. Sampai payudaraku penuh dan terasa sakit sekali, akhirnya suami membelikan pompa ASI jadi aku bisa menyimpan ASI dan diberikan kepada anakku menggunakan botol susu.
Bahagia sekali sampai akhirnya bayiku mau menyusu langsung padaku.
Akhirnya, Baby Blues Itu Dirasakan Juga
Masih dalam masa pemulihan, aku merasa lelah karna harus merawat bayi dan menyusuinya tiap 2 jam sekali. Dan bayiku menangis setiap saat, terutama malam hari. Benar-benar bingung tentang apa yang diinginkan bayi ketika menangis.
Mungkin ia lapar? Atau rewel karena pipis? Mengapa bayiku sering kali gumoh hingga rewel berkepanjangkan ketika kolik. Ah, rasanya sulit sekali menidurkan bayi karena tangisan tak kunjung mereda. Dan bayiku hanya bisa tertidur kalau aku gendong berdiri.
Sekali waktu ketika sudah lepas dan ia terlelap tidur, saya pun coba pindahkan ke tempat tidur dengan berusaha keras tak bersuara. Jangan sampai ada suara yang bikin kaget, benar-benar perlahan-lahan. Saat itu saya sudah menahan rasa ingin buang air, belum lagi perut lapar, dan bau badan sudah tidak jelas karena belum mandi.
Perlahan-lahan aku beranjak pergi dari kasur. Baru beberapa langkah, tiba-tiba bayiku terbangun lagi.
Begadang setiap malam, rasanya sudah mejadi ‘makanan’ sehari-haro. Bayiku selalu terbangun, dan saya juga harus menyusuinya.
Benar kata orang-orang- ketika jadi ibu ibu rasanya sulit sekali menikmati waktu untuk diriku sendiri. Karena sangat lelah, aku bisa menangis bahkan berteriak menghadapi bayiku. Sulit memang, tapi dari sini saya juga bisa mendapatkan pelajaran hingga bisa merasakan hidup lebih bermakna setelah jadi ibu.
Ketika itu saya memang samopai di titik stres karena merasa begitu lelah. Fisik dan juga mental. Kurang tidur membuat ASI menjadi sedikit, saya khawatir tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi.
Baby Fifi baru menjalani beberapa hari kehidupannya di dunia. Aku sang ibu malah menjadi sensitif, mudah menangis, mudah tersinggung, serta tertekan. Tak ingin berlarut-larut, aku pun berusaha untuk segera mengatasi stres yang dialami.
Hingga akhirnya saya pun sadar bahwa bayi sedang mengomunikasikan rasa takutnya. Ia membutuhkan dekapan hangat yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman untuknya.
Hidup Lebih Bermakna Setelah Jadi Ibu
Pola bayi akan terus berubah seiring tahapan perkembangannya. Perlahan, saya pun mulai belajar untuk bisa penuhi tahapan perkembangannya dengan baik, karena tahapan itu tidak bisa kembali lagi. Ya, masalah ini akan berlalu, semua kondisi yang dianggap sulit dalam merawat bayi hanya bersifat sementara, jadi bersabarlah.
Dan mungkin suatu hari nanti aku juga akan merindukan semua lelah ini.
Ini adalah bukti bahwa menjadi seorang ibu itu tidaklah mudah. Bahwa menjadi ibu adalah perjalanan yang membutuhkan keikhlasan, kesabaran dan kekuatan. Dari sini, saya pun merasa jika hidup lebih bermakna setelah jadi ibu.
Ditulis oleh Annisa Nurfahanah, VIPP Member theAsianparent ID
Artikel Lain yang Ditulis VIPP Member theAsianparent ID
Hamil dengan Kista, Inilah Pengalaman Berharga yang Kurasakan
Bantu Anak Pahami Cara Kelola Keuangan di Masa Sulit, Ini yang Saya Lakukan