Betapa bahagianya aku dan suami saat pertama kali dokter menyatakan bahwa aku positif hamil. Saat itu aku pun memutuskan untuk menjalani proses melahirkan secara normal.
Sejak saat itu aku sering bicara pada janinku agar kelak saat waktu lahir tiba, ia bisa lahir dengan selamat, normal, dan kuat berjuang saat mencari jalan lahir.
Sayang, cobaan kehamilanku datang saat usia janinku 8 minggu. Dokter mendiagnosa aku menderita hiperemesis gravideum, suatu kondisi di mana aku mengalami gejala mual dan muntah yang hebat, melebihi dari gejala mual dan muntah pada morning sikcness biasa.
Cobaan lain yang datang adalah aku mulai mengalami kontraksi palsu saat usia kehamilan memasuki usia 4 bulan.
Dan hari itu pun tiba…
Dokter telah memperkirakan bahwa aku akan melahirkan di hari Rabu, tanggal 13 Mei 2015. Semua sudah aku persiapkan agar proses melahirkan ini berjalan lancar.
Hari Senin aku melihat ada darah berupa lendir yang keluar. Anehnya, aku tidak merasakan apa pun. Si Kecil dalam perutku pun masih diam, tidak ada tanda dia bersiap untuk keluar.
Meskipun begitu, berempat dengan mama, papa, juga suami, aku tetap pergi ke klinik untuk mengetahui bagaimana kondisi janin ku.
Dan benar kata dokter, bahwa persalinanku masih lama dan aku pun disuruh pulang terlebih dahulu.
Proses melahirkan Akif sangat cepat
Di hari Rabu, kontraksi mulai datang. Sejak adzan magrib berkumandang, aku sudah mulai mengeluarkan darah.
Kontraksi mulai terasa, namun tidak terlalu menyakitkan. Lagi-lagi serombongan kami pergi ke klinik. Dan lagi-lagi juga, dokter mengatakan bahwa persalinanku masih lama.
Terbiasa merasakan kontraksi palsu sejak usia kehamilan 4 bulan, aku memutuskan untuk pulang dan menunggu perkembangan di rumah.
Dua belas jam kemudian, tepat tengah malam, kontraksi datang dengan disertai rasa sakit yang teramat sangat.
Tak tahan menahannya, aku dan suami segera pergi ke klinik Muara Kasih. Begitu tiba di sana, dokter Defri, dokter tempat aku biasa konsultasi, segera memeriksa. Ternyata aku sudah pembukaan 5.
Karena rasa sakit yang semakin aku rasakan, aku memutuskan untuk tinggal di klinik. Dan guna mengurangi rasa sakit, aku mencoba untuk naik turun tangga atau berjongkok.
Ketika Azan Asar berkumandang, dokter Defri kembali datang memeriksa, dan aku sudah sampai bukaan 8.
Herannya, ketubanku sama sekali tidak pecah, bahkan sampai bukaan 9. Karena kehamilanku sudah cukup bulan, maka dokter akhirnya memutuskan untuk memecah ketubanku.
Ditemani suami, aku berjuang melahirkan anak pertama kami. Kira-kira saat para jamaah masjid membaca doa Tasyahud akhir, saat itulah Akif, begitu kami memberinya nama, pertama kalinya menghirup udara di bumi ini.
Ia lahir dengan bobot 3,2 kg pada tanggal 14 Mei 2015, terlambat satu hari dari tanggal perkiraan dokter.
Proses melahirkan yang kualami sangat cepat, mungkin hanya 15-20 menit. Dokter Defri bercerita, Akif lahir seperti terbang, bersamaan dengan air ketuban yang keluar.
Bahkan dokter Defri tidak bisa menangkap Akif. Beruntung ia bisa “mendarat” dengan selamat di atas kasur, meski dengan posisi tertelungkup.
Saat pertama kali Akif diperlihatkan padaku, semua rasa lelah dan sakit selama proses melahirkan terasa menghilang, dan berganti dengan rasa syukur yang tak terkira.
Sayang sekali, aku tidak dapat melakukan IMD saat itu. Semua karena kurangnya pengetahuanku atas pentingnya proses pelekatan pertama ini.
Akibatnya, Akif sempat dehidrasi dan tubuhnya menguning karena ia tidak mendapat ASI hingga keesokan harinya.
Dokter pun meminta Akif untuk dirawat intensif di rumah sakit saat ia baru berusia 5 hari. Sedih sekali rasanya.
Untuk itu, aku bertekad; kelak bila Tuhan mengijinkan aku hamil lagi, aku akan belajar lebih banyak juga mempersiapkan diri untuk IMD.
Kini Akif telah berusia 4 bulan, dan Alhamdulillah, ia tumbuh dengan sehat dan sangat menggemaskan.
Seperti diceritakan oleh Bunda Diah Purwaningrum kepada theAsianParent.com
Ingin berbagi pengalaman proses melahirkan yang tak terlupakan? Klik saja di sini.