Seorang remaja ditemukan tewas gantung diri di rumahnya yang berada di Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Kasus ini pertama kali terungkap oleh Kristofel Key (57) pada Senin, 14 Oktober 2019.
Saat itu, Kristofel sedang memberi makan kambing peliharaannya, kemudian mengikat kambingnya di depan rumah yang menjadi tempat kejadian perkara. Secara tiba-tiba tercium aroma busuk dan terlihat banyak lalat di balik kaca rumah.
Merasa curiga, Kristofel akhirnya menengok ke dalam rumah melalui jendela dan menemukan sosok manusia tergantung di dalam rumah. Ia segera menghubungi Bhabinkamtibmas Kelurahan Tuak Daun Merah yang tidak jauh dari lokasi kejadian.
Diketahui jika rumah yang menjadi lokasi kejadian bunuh diri merupakan rumah yang pernah ditinggali oleh keluarga Antonius Sinaga. Namun, saat ini rumah tersebut kosong setelah Antonius membunuh istrinya pada tahun 2012.
Korban tewas gantung diri merupakan seorang remaja usia 14 tahun
Setelah melalui proses pemeriksaan, korban tewas gantung diri ialah YSS yang merupakan siswa SMP berusia 14 tahun dan anak dari Antonius Sinaga. Jenazah YSS kemudian dievakuasi oleh polisi ke Rumah Sakit Bhayangkara Kupang.
Sebelum bunuh diri, ternyata YSS sempat menulis surat wasiat yang ditujukan kepada pamannya. Pada surat itu, YSS mengungkapkan tujuan hidupnya yang gagal dilakukan.
Tujuan hidup YSS yaitu ingin sekolah hingga tamat SMA, tapi di sisi lain, ia juga ingin membunuh sang ayah. Alasan YSS ingin membunuh ayahnya karena ia dendam setelah sang ayah membunuh ibu kandung YSS.
“Surat tersebut juga ditinggalkan YSS dengan tujuan agar dapat dibaca Antonius Sinaga. YSS juga meminta agar mayatnya tidak usah dimasukkan ke dalam peti, tapi langsung saja dimasukkan ke dalam lubang kubur,” ungkap Kapolses Oebobo Kompol Ketut Saba, dilansir dari laman Kompas.com.
Pakar: Remaja rentan alami gangguan kesehatan mental hingga ingin bunuh diri
Kasus YSS menambah panjang deretan remaja yang bunuh diri. Salah satu penyebab bunuh diri yang dilakukan remaja ialah faktor stres dan hubungan yang tak harmonis dengan orangtua.
Menurut dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K)., depresi atau stres memang lebih banyak dialami remaja, bahkan tidak sedikit dari mereka yang berujung pada bunuh diri.
Artikel terkait : Parents wajib tahu! Hal ini bisa cegah gangguan mental pada remaja
Ada beragam faktor penyebabnya, seperti tidak adanya perhatian yang diberikan pada remaja, baik oleh orangtua maupun orang dewasa di sekitarnya. Misalnya, orangtua tidak mau mendengarkan apa yang anak bicarakan, terutama saat sedang mengalami masalah.
“Kalau ada yang mengalami masalah kesehatan mental hingga bunuh diri, orangtua pasti langsung menilai kalau dia kurang ibadah, kurang dekat dengan Tuhan, padahal belum tentu seperti itu. Bisa jadi karena orangtua tidak mau mendengarkan saat anak punya masalah,” jelas Sylvia dari Departemen Medik Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
“Anak susah sekali untuk bicara sama orangtuanya. Anak-anak banyak yang bilang kalau mama itu maunya dengar yang baik dan positif saja, padahal anak-anak juga punya hal negatif,” imbuhnya menjelaskan.
Dengan demikian, Sylvia menganjurkan agar orangtua atau orang dewasa bisa mendengarkan segala cerita anak, baik yang positif maupun negatif. Sebisa mungkin mau mendengarkan anak saat ia sedang mengungkapkan masalah yang dihadapi.
Hal tersebut sebaiknya diterapkan sejak dini untuk meminimalkan anak mengalami gangguan kesehatan mental saat menginjak usia remaja. Serta, mencegah hal yang tidak diinginkan, seperti bunuh diri atau gantung diri yang dialami oleh YSS.
***
Yuk, Parents, mulai sekarang lebih sering mendengarkan apa yang anak ungkapkan ya, agar dia tidak merasa diabaikan hingga mentalnya terganggu. Semoga seluruh anggota keluarga kita terhindar dari keinginan bunuh diri.
Referensi tambahan : Kompas.com
Baca juga :
Anak rentan alami gangguan kesehatan mental, orangtua jadi salah satu pemicunya