Fenomena panic buying marak terjadi di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda Tanah Air. Panic buying adalah aksi memborong sesuatu barang karena kekhawatiran berlebih kehabisan stok atau kalaupun ada, harganya melambung di pasaran.
Di tengah perjuangan pemerintah meredam fenomena ini, sayangnya masih ada segelintir oknum tidak bertanggung jawab yang justru mengambil kesempatan. Belum lama, hal ini terendus oleh aparat berwajib.
Fakta Penimbunan Obat COVID-19
Pada Jumat (9/7), polisi menutup gudang obat milik PT ASA yang berlokasi di Jalan Peta Barat, Kalideres, Jakarta Barat. Bukan tanpa alasan, gudang tersebut kedapatan menimbun obat-obatan yang sejatinya digunakan pasien penderita COVID-19.
PT ASA diketahui sebagai salah satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang dapat menyalurkan obat dalam jumlah banyak. Hingga kini, penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan dan polisi belum menetapkan tersangka. Merilis Kompas TV Live, berikut faktanya.
Artikel terkait: Terpapar Covid-19 setelah Dikunjungi Keluarga, Bayi Beverly Meninggal di Usia 29 Hari
1. Penimbunan 730 Boks Azithromycin
Salah satu obat yang ditimbun di gudang tersebut adalah Azithromycin 500 miligram. Tak tanggung-tanggung, terdapat 730 boks Azithromycin ditemukan di sana. Padahal, obat ini merupakan salah satu obat penting bagi masyarakat yang menderita COVID-19.
“Adapun dalam keputusan menteri kesehatan, ada 11 jenis obat yang sangat dibutuhkan dan menjadi barang penting untuk kebutuhan pengobatan pasien COVID-19. Azithromycin ini ada di poin ke-10,” ungkap Kapolres Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo.
Menurut Kombes Ady, ratusan boks obat yang ditimbun ini dapat digunakan oleh sekiranya 3.000 pasien COVID-19.
“Kita hitung-hitungan ya, obat yang ditimbun ini bisa untuk 3.000 orang karena secara umum orang yang terkena COVID-19 biasanya diberikan dosis 1×1 selama 5 hari. Ini ada 730 boks, satu boks ada 20 strip,” sambung Ady.
Selain Azithromycin, polisi juga menemukan obat Paracetamol, Dexamethasone, Caviplex, serta sejumlah obat flu dan batuk yang ditimbun di gudang. Obat-obatan ini dijadikan pendukung pula dalam penanganan COVID-19.
Faktanya, obat tersebut ternyata telah diterima perusahaan dari penyuplai yang ada di Semarang sejak 5 Juli 2021. Namun, pendistribusian dan penjualan tidak dilakukan sebagaimana mestinya hingga ditemukan oleh polisi.
Kini, ratusan boks obat yang ditemukan telah diamankan pihak kepolisian sebagai barang bukti. Berhubung obat tersebut sangat dibutuhkan masyarakat, pihak Polres Metro Jakarta Barat menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak terkait agar obat bisa segera digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
“Kita akan berkoordinasi dengan criminal justice system supaya obat ini bisa bermanfaat, masyarakat sangat membutuhkan obat ini,” jelas Ady.
Artikel terkait: Miris, Angka Kematian Dokter Naik 7 Kali Lipat, Begini Saran IDI
2. Ada Instruksi Obat Tak Dijual
Fakta mengejutkan lain ditemukan, pemilik menginstruksikan karyawan agar tidak menjual Azithromycin. Hal ini berdasarkan pengakuan seorang apoteker agar dirinya tidak terlebih dahulu menjual produk tersebut.
“Salah satu apoteker menjelaskan ada percakapan dengan pemilik PT ASA untuk tidak menjual dulu Azithromycin, jadi ada indikasi untuk ditimbun,” kata Ady. Salah seorang pelanggan PT ASA juga mengeluhkan hal yang sama.
“Salah satu customer ada yang menanyakan obat tersebut sudah ada atau belum, tapi dijawab belum ada. Padahal obat itu sebetulnya sudah ada, tapi disampaikan bahwa belum ada,” jelas Ady lagi.
Bahkan, saat pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanyakan stok Azithromycin, pihak perusahaan menyatakan tidak memiliki stok obat tersebut.
3. Dijual dengan Harga Tinggi
Tak hanya menimbun, Ady mengungkap bahwa PT ASA sempat menjual Azithromycin di atas harga eceran tertinggi (HET).
“Ada upaya mereka mengubah faktur pembelian obat pada saat kita amankan. Kami melihat ada kenaikan harga, dijual menjadi Rp3.350 per tablet,” jelas Ady.
Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi COVID-19, harga Azithromycin dipatok Rp1.700 per tablet.
PT ASA juga disebut melakukan pemalsuan faktur agar tidak kedapatan menjual obat diatas harga eceran. Mereka menurunkan harga agar sesuai dengan harga eceran yang telah ditetapkan.
Artikel terkait: Sedang Isolasi Mandiri? Berikut Daftar 15 Dokter yang Memberikan Jasa Layanan Konsultasi COVID-19 Gratis
Bagaimana Menyikapi Fenomena Panic Buying?
Menyikapi fenomena ini, pemerintah melalui Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito angkat bicara soal fenomena panic buying yang sedang melanda masyarakat saat ini.
Wiku mengimbau agar mereka yang tengah menjalani isolasi mandiri (isoman) tidak perlu panik dan membeli produk tertentu secara berlebihan. Toh, barang yang dibutuhkan sebetulnya tidak sebanyak itu untuk setiap orang.
Menurutnya, pembelian berlebihan yang ada malah memicu kelangkaan. Ujung-ujungnya, harga di pasaran melonjak dan membuat beban bertambah bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
“Selama isoman kita tidak perlu panik dengan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini memicu habisnya stok barang tersebut, sehingga membuat harga meningkat tajam,” ujar Wiku pada konferensi pers harian PPKM Darurat, Selasa (6/7), mengutip CNN.
Lantas, harus apa untuk menyikapi fenomena satu ini? Merujuk laman Klik Dokter, simak kiat yang dapat dilakukan:
- Tahu kebutuhan yang akan dibeli. Dalam situasi normal, orang akan mencatat daftar barang belanjaan yang akan dibeli. Nah, praktikkan hal ini walaupun sedang ada pandemi. Jangan sampai tergoda membeli segala jenis benda yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan.
- Berpikir positif. Cobalah berpikir positif agar Anda tidak terpicu memborong semua barang yang ada. Percayalah, pemerintah telah melakukan segala daya upayanya untuk menyediakan kebutuhan masyarakat. Membeli semua dan menimbunnya di rumah besar kemungkinan membuat barang tersebut tidak terpakai dan terbuang sia-sia.
- Ingat lingkungan sekitar. Borong bahan makanan, vitamin, obat-obatan, apakah Anda sungguh membutuhkannya? Bisa jadi, barang tersebut sebenarnya dibutuhkan oleh orang yang ada di sekitar Anda. Apa daya, mereka tidak bisa mendapatkannya karena barang sudah habis. Tanamkanlah sifat berbagi agar barang di luar sana tidak melangit.
Demikian kabar soal penimbunan obat COVID-19 oleh PT ASA yang merupakan contoh dari fenomena panic buying. Semoga setelah ini tak ada lagi yang namanya panic buying, demi kemaslahatan bersama.
Baca juga:
Fenomena Panic Buying Saat Pandemi, Berikut 5 Alasan Psikologisnya!
Vaksin Covid-19 Berbayar Sudah Tersedia, Cek Daftar Harga, Jenis dan Cara Daftar