“Aduh Kak, ngalah dong sama adiknya! Jangan pelit gitu, kasih adik aja mainannya!”
Pernahkah Parents mendengar contoh kejadian seperti di atas? Atau pernah mengalami hal serupa?
Berawal dari kakak beradik yang tengah bermain bersama, sampai kemudian menemukan satu barang kakak yang ingin dimiliki adik. Tentu saja kakak mencoba memertahankan miliknya. Sementara bunda justru bisa tanpa sengaja malah mematahkan hati sang kakak. Memberi label kakak ‘pelit’ lantaran tidak mau meminjamkan mainanya.
Tapi apa iya, kakak pelit? Umh… saat anak mencoba memertahakan miliknya sebenarnya pada saat itu ia sedang belajar bertanggung jawab atas barang miliknya.
Sebagai ibu, saat memiliki anak kedua, saya memiliki tekad bulat, bahwa saya bisa berlaku adil. Membagi kasih dan perhatian yang setara sehingga tidak ada salah satu anak yang berpikir saya pilih kasih. Salah satu poin yang perlu diperhatikan tentu saja bagaimana saya mampu mengetahui prioritas.
Hingga pada suatu hari, adik menginjak 11 bulan di mana mainan kakak tampak selalu lebih indah baginya. Ya, mungkin seperti inilah dipikirkan adik jika bermain bersama kakak. Apapun yang dipegang kakak selalu menjadi menarik untuknya. Hingga tak jarang terjadi lengkingan teriakan kakak, tak lama kemudian tangisan adiknya pun menyusul.
Menurut beberapa sumber yang sering saya jadikan acuan parenting, sebelum bertindak lebih jauh penting untuk bisa memahami berbagai fase yang akan dialami anak, salah satunya adalah fase egosentris anak.
Memahami Fase Egosentris Anak
Menurut penelitian Havighurst fase egosentris anak ini ada pada rentang usia 0-6 tahun. Umumnya berada pada usia tengah seperti 1,5; 2,5; 3,5; 4,5; 5,5 tahun.
Pada fase ini sel-sel otak dalam diri anak tengah berkembang pesat sehingga mulai menyadari jika dia mempunyai sesuatu. Sebagai contoh, mempunyai mainan favorit, mempunyai bantal, mempunyai baju, mempunyai sepeda.
Terkadang pada masa ini membuat orang tua merasa khawatir jika anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sulit berbagi. Namun, sesungguhnya hal ini terjadi dengan sangat wajar. Walaupun dalam tahapannya anak tengah banyak mementingkan dirinya sendiri dan segalanya hanya tentang “aku”.
Fase egosentris anak selalu dilewati individu?
Pada umumnya setiap anak akan melewati tahapannya, karena ini adalah salah satu tahap perkembangan anak yang wajar jika anak lalui. Akan berakhir seiring dengan berkembangnya usia.
Maka ketika saya dihadapkan pada situasi ini pada kakak, saya memilih untuk mengambil jeda sejenak sebelum bertindak yang akan melukai hati kakak. Semakin dipaksa untuk memberi, kakak semakin tidak suka berbagi. Semakin dipaksa, maka perlahan kesadaran akan kepemilikan barang akan hilang.
Masa Egosentris Anak, Ini yang Perlu Parents Lakukan
Pemberlakuan ini efektif saya terapkan ketika anak-anak mengalami hal serupa di rumah berdasarkan pengalaman dan hasil membaca beberapa referensi seperti id.theasianparent.com/cara-mendidik-anak-saling-berbagi-mainan
Berikut ini hal-hal yang biasa saya lakukan untuk mendampingi anak melewati fase egosentrisnya.
1. Memahami Perasaan Anak
Sangat disayangkan jika menghadapi situasi seperti ini sikap kita malah bertindak reaktif dan melabeli anak dengan sifat-sifat tidak baik.
Memahami perasaan anak jika ia tengah berada dalam kondisi sulit, adalah solusi yang tepat untuk dilakukan.
Dimana mungkin ia sendiri perlu bimbingan kita sebagai orang dewasa untuk memecahkan perasaannya untuk menemukan kesadarannya sendiri. Misalnya jika anak terlihat cemburu karena kehadiran adik baru. Ini sangat normal terjadi, jangan sampai lingkungan malah memperburuk suasana hati kakak.
“Kakak tadi kesel ya bunda terus bersama Adik, bunda harus apa supaya kakak bisa senang lagi?”
Sediakan waktu untuk kakak guna memperbaiki waktu yang hilang bersamanya serta dapat berbicara dari hati ke hati.
2. Memberikan Penjelasan dan Pemahaman Kepemilikan yang Jelas pada Anak
Misalnya, barang ini milik ayah dan bunda. Mainan mobil-mobilan ini punya kakak, mainan boneka ini punya adik. Sehingga saat mereka ingin memainkan bukan miliknya harus meminjam terlebih dahulu kepada yang punya barang.
3. Menanamkan Adab Meminta Izin
Misalnya jika anak menginginkan barang yang bukan miliknya, maka terlebih dahulu harus mengutamakan adab meminta izin kepada si pemilik barang dengan meminjam barang tersebut. Jika yang punya barang belum mengizinkan, berarti kita tidak boleh mengambil barang tersebut.
Ini juga berlaku untuk kita sebagai orang tuanya.
4. Menumbuhkan Rasa Empati Anak
Seperti mengajak kakak bekerja sama mengambil keperluan adik. Mengajarkan berbagi sesederhana memberi makanan kepada adiknya, sehingga menumbuhkan kesadaran untuk berbagi karena hal itu terasa menyenangkan baginya.
5. Berikan Pujian Efektif Jika Anak Mau Berbagi
Mengapresiasi perilakunya yang telah mau berbagi. Seperti, “Terima kasih ya kakak, sudah mau berbagi makanan kepada adik. Pasti adik senang sekali, Bunda juga suka jika kakak senang berbagi.”
Apa yang terjadi bila anak tak tuntas masa egosentrisnya?
Buruknya jika tak melewatkan fase egosentris ini anak akan tidak punya sense of belonging, tumbuh menjadi anak penuh perhitungan atau malah tidak punya pendirian. Ketika memasuki masa sekolah bertemu teman, ada teman yang meminta sesuatu darinya anak akan mudah saja memberi tanpa berpikir untuk dirinya sendiri.
Jika semakin dipaksa berbagi anak akan merasa bingung Mengapa mesti berbagi, bukankah ini punyaku?”
“Ya, kan dia adikmu!”
Justru karena dia adiknya maka sepatutnya kita sebagai orang tua paham tidak boleh memaksa menyerahkan barang milik anak satu kepada anak lain walaupun adik kakak sekalipun.
Dalam situasi ketika adik menginginkan barang kakak, saya tidak mau memaksa kakak mengalah untuk menghindari perselisihan. Bagian yang saya lakukan yaitu dengan mengalihkan perhatian adik sambil berkata, “Maaf adik, kakak belum mau berbagi ya Nak.”
“Kakak, tolong nanti kalau sudah mau pinjemin adik mainannya boleh dikasih pada adik ya Kak”
Setelah itu biasanya disambut jawaban iya dari kakak dan jeritan tangis kecewa adik.
Jika anak diperlakukan seperti itu apakah nanti bisa menjadi tambah egois ya?
Kuncinya yaitu sabar parents, fase ini akan hilang dalam sendirinya begitu melewati usia enam tahun. Ketika dia telah cukup mendapatkan haknya menikmati fase egosentris ini maka dengan sendirinya akan tumbuh menjadi anak yang mudah berbagi.
Dalam kisah ini ada dua orang anak yang sama-sama bertumbuh memeroleh hal yang baru. Kakak akan menyadari dengan baik barang-barang miliknya serta bertanggung jawab atas barang tersebut. Selain itu dapat melatih adik tentang adab meminta izin, belajar untuk sanggup kecewa jika sesuatu yang ia inginkan namun tak bisa didapatkan.
Demikian sharing singkat dari saya, semoga ada kebaikan yang dapat diambil didalamnya ya parents 🙂
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.