Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan topik seksualitas. Masalahnya, anggapan bahwa topik ini tabu untuk dibicarakan membuat anak akhirnya mengakses informasi di wadah yang tidak sesuai. Penting bagi Parents menuturkan edukasi seksual pada anak sejak dini sesuai dengan rentang usia yang tepat.
Usia ideal anak mendapat edukasi seksual
Kendati dinilai sebagai hal tidak pantas untuk dibicarakan, kenyataannya semua orang akan bersentuhan dengan topik seksualitas. Hal ini dijelaskan secara gamblang oleh Psikolog Klinis Dewasa dari Klinik Angsamerah, Inez Kristanti saat ditemui dalam peluncuran kampanye #FearlessBeauty oleh Sariayu Martha Tilaar beberapa waktu lalu.
Menurut Inez, saat ini orang dewasa cenderung menakut-nakuti remaja alih-alih memberi penjelasan terstruktur mengenai seksualitas. Akibatnya, remaja mencari informasi melalui sumber yang salah, seperti pornografi di internet atau sekadar berdiskusi dengan teman sebaya.
Kekeliruan terkait edukasi seksual membuat mereka melakukan aktivitas seksual minim edukasi. Hubungan intim di luar pernikahan dilakukan tanpa memeriksakan kesehatan reproduksi dan tidak menggunakan alat kontrasepsi sehingga menimbulkan hal yang tak diinginkan. Seperti kehamilan usia dini dan penyakit menular seksual.
“Remaja ingin tahu mengenai seks tetapi di sekolah tidak ada pendidikan yang mumpuni, akhirnya mencari video porno. Video porno bukanlah sarana belajar yang tepat karena dikhawatirkan salah persepsi,” ungkap Inez.
“Perkenalkan seksualitas sesuai rentang usia anak. Bukan hanya tentang berhubungan seksual tetapi juga citra tubuh, organ seksual yang dimiliki, cinta kasih dan gender, harus dibicarakan,” sambung Inez.
Edukasi seksual, ujar Inez bisa dimulai sedini mungkin yaitu saat anak usia satu tahun. Pada fase ini, orangtua bisa mulai memperkenalkan organ seksual anak. Seiring bertambahnya usia, Parents bisa mengajarkan hal yang semakin kompleks.
Di usia 3-5 tahun, anak dapat diperkenalkan pada alat reproduksi dan fungsinya, usia 6-8 tahun anak mulai mengerti gender yaitu laku-laki dan perempuan serta perbedaannya.
Memasuki usia 9-12 tahun, orangtua bisa mulao mempersiapkan anak pada masa pubertas dan perubahan apa yang akan terjadi pada tubuhnya di masa itu.
Setelahnya, membiasakan komunikasi terbuka akan membuat anak dapat menganggap bahwa orangtua adalah teman yang bisa diajak berbicara mengenai seksualitas.
Pentingnya edukasi seksual pada anak
“Kekeliruan orangtua yang paling banyak adalah menyampaikan informasi, contoh menyebutkan nama organ intimnya. Dengan alasan tabu, orangtua akan menyebutkan nama alias berbeda dengan penyebutan organ tubuh lain seperti mata, hidung dan telinga.
Padahal sebut saja ini vagina, dan kamu punya penis. Sebutkan nama yang sudah disebutkan dalam buku pelajaran”, jelas Inez.
Dengan begini, anak akan terbuka wawasannya bahwa seksualitas bukan hal memalukan dan jorok untuk dibahas. Informasi tepat akan membuat anak sepenuhnya paham dan menjalani masa remaja yang bijak. Mengajarkan anak area pribadi tubuhnya juga akan meminimalkan pelecehan seksual.
“Edukasi seksual akan membuat anak paham mana anggota tubuhnya yang tidak boleh disentuh sembarang orang. Jika sesuatu hal yang tak diinginkan terjadi, anak bisa melaporkan dengan tepat. Misalnya, menceritakan bahwa penisnya disentuh orang yang tidak dikenal,” pungkas Inez.
Nah Parents, sudah sampai mana tahapan edukasi seksual pada si kecil?
Baca juga :
Pentingnya mendidik anak perempuan di era digital, ibu milenial ini ungkap rahasianya