Di Nepal, ada tradisi di mana seorang balita perempuan memiliki kemungkinan untuk memenuhi takdirnya sebagai Dewi Kumari yang disembah oleh seantero negeri. Dahsyatnya lagi, bahkan seorang raja pun harus mendapatkan restu dari Kumari dulu agar kekuasaannya dianggap sah oleh para pendeta maupun rakyat.
Dewi Kumari yang saat ini menjabat sedang disembah oleh pengikutnya.
Dewi yang dianggap sebagai living goddess atau dewa hidup ini diangkat sejak ia masih sangat kecil. Rata-rata usia Kumari saat diangkat adalah sekitar 3-5 tahun, tergantung dengan ‘suratan takdir’ yang menemuinya.
‘Jabatan’ Dewi Kumari ini akan berakhir ketika sang gadis kecil tersebut sudah mendapatkan haid pertamanya. Jika peristiwa tersebut terjadi, maka Kumari penggantinya harus segera diangkat agar tidak ada periode kekosongan dewi di Nepal nantinya.
Sejarah Dewi Kumari
Sebagai Dewi Kumari, gadis kecil itulah yang dianggap sebagai penjaga Kathmandhu. Para rakyat Nepal beragama Hindu ataupun Budha sudah berabad-abad lamanya menjaga tradisi kepercayaan ini.
Raja terakhir Dinasti Malla yang telah berjaya selama abad 12-17 Masehi lah yang pertama kali memulai tradisi ini. Raja bernama Jayaprakash Malla ini konon sering mengadakan pertemuan rahasia dengan Dewi Taleju.
Diam-diam, istri raja membuntuti suaminya saat berada di kamar rahasia. Akhirnya, ia menyaksikan pertemuan antara Raja Jayaprakash dan Dewi Taleju tersebut.
Sang Dewi Taleju sangat marah pada raja dan istrinya karena rahasia keberadaannya terbongkar. Ia mengajukan sebuah syarat, jika raja Jayaprakash masih ingin bertemu dengannya dan masih ingin kerajaan dijaga olehnya, maka ia harus mencari sosok dirinya lewat reinkarnasi seorang gadis kecil yang kelak disebut sebagai Kumari.
Uniknya, agar tak menghilangkan kemurniannya, sang dewa hidup ini tak boleh menapakkan kakinya pada bumi selama menjabat. Sehingga ia harus digendong maupun ditandu terus-menerus agar kemurniannya tidak hilang.
Kebanyakan, ia hanya duduk dan menunggu orang mengambil berkah darinya. Selain itu, ia juga dilarang untuk berkomunikasi dengan orang lain selain keluarga terdekat dan kepala kuil yang dulu memilihnya.
Wikipedia mencatat bahwa pemilihan Dewi Kumari melalui ritual khusus yang dilakukan oleh para pemuka agama di kuil suci agama Hindu. Kemudian, mereka akan membaca pertanda dan melakukan penilaian melalui Battis Lakhshanas, yaitu penilaian berdasarkan 32 sisi kesempurnaan fisik manusia.
Sedangkan, pemilihan anak perempuan ketimbang wanita dewasa adalah sebuah pertimbangan yang diambil karena hanya anak-anak lah yang melambangkan kemurnian karena tak mengalami menstruasi.
Dewi Kumari periode sekarang
Ramesh Bajracharya adalah seorang ayah yang anaknya menjadi Kumari. Ia mengaku tak pernah menyangka dan menginginkan bahwa anaknya akan menjadi seorang Kumari.
Ramesh Bajracharya meminta berkah dari putrinya.
“Hal tersebut ditakdirkan begitu saja di dalam keluarga kami. Hal yang paling menantang adalah, di usia semuda itu, ia tak boleh kemana-mana,” ujar Ramesh Bajracharya.
Ia mengakui bahwa menjadi Kumari yang bahkan tak boleh menapakkan kaki di bumi adalah hal yang cukup berat untuk anaknya, tapi bagaimanapun, ia sadar bahwa takdir telah memilihnya. Untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan di luar kuil, ia sudah membekali pendidikan a la sekolah formal dan mengajari anaknya bermain biola untuk mengisi waktu luang.
“Saya yakin bahwa usai menjadi Kumari nantinya, ia bisa kembali beradaptasi dengan kehidupan sekolah dan sosialnya,” Kata Ramesh yakin.
Bipsa Bajracharya adalah kakak dari sang Kumari yang menjabat saat ini. Ia mengaku bahwa adiknya memiliki cara tersendiri untuk dapat bahagia sebagai anak-anak.
“Dia suka dengan buku bertema princess seperti Cinderella dan Snow White. Dia sangat suka dengan eyeliner, bunga, dan sejak kecil ia memang menggemari cerita para dewa. Akulah yang membantunya berinteraksi dengan dunia luar karena keterbatasan adikku bergaul dengan dunia luar,” jelas Bipsa.
Bipsa dan Sang Kumari
Seorang Dewi Kumari hanya keluar dari kuil sehari dalam setahun pada saat festival Bhoto Jatra. Festival itu adalah perayaan yang diadakan untuk mensyukuri nikmat atas datangnya musim hujan dan panen.
Saat festival berlangsung, semua orang akan berdiri di pinggir jalan membawa anak-anaknya sambil berlutut. Di sana, Kumari hanya boleh digotong dengan tandu emas atau digendong oleh pengawal khusus.
Sebagai representasi dewi yang menciptakan semesta alam dari perutnya, warga menganggap bahwa wajar jika kehidupannya tak sama dengan orang pada umumnya.
Nasib Para Kumari Setelah ‘Pensiun’
Selama berabad-abad, Somika Boyrachasya adalah mantan Kumari pertama yang mengenyam pendidikan sekolah formal usai masa kedewiannya berakhir. Setelah menjalani kehidupan normal, ia mulai bisa menyesuaikan diri dengan bekerja sambil kuliah dan merasa bahwa kini hidupnya sudah baik-baik saja.
Kepada Broadly yang dipublikasikan oleh Vice, ia mengaku bahwa kehidupannya memang berbalik 180 derajat usai ia mendapatkan haid pertamanya di usia 11 tahun, “tidak ada lagi pemujaan, tidak ada lagi kunjungan orang-orang. Hidup yang aku dan keluarga jalani paska Kumari jadi begitu sulit,” ujarnya.
Chanira Bajracharya yang juga mantan Kumari merasa bahwa hidup normal seperti remaja lainnya adalah hal yang sulit. Bahkan setelah bertahun-tahun masa Kumarinya berakhir, “Bahkan sampai sekarang aku sulit jalan kaki dengan gerakan yang benar karena saat masih kecil dulu aku selalu digendong atau ditandu. Dunia luar benar-benar hal yang asing untukku,” akunya pada SCMP.
Sekalipun ada banyak kritik yang dilakukan aktivis peduli anak pada sistem Kumari karena dianggap mengeksploitasi anak, pemerintah tetap melestarikan tradisi tersebut karena berhubungan dengan agama mayoritas yang tidak dapat diganggu gugat aturannya.
Parents, bagaimana jika balita perempuan Anda yang lucu tiba-tiba terpilih menjadi seorang Dewi Kumari suatu hari nanti? Bagaimana ya caranya meminta anak usia 3 tahun ke atas untuk duduk anteng sepanjang hari tanpa berlarian ke sana kemari?
Baca juga:
Terlahir dengan Dua Wajah, Bayi ini Dianggap Pembawa Berkah dan Reinkarnasi Dewa
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.