Jelang bulan Ramadan usai, istilah fidyah menjadi sesuatu yang tak asing di telinga umat Muslim. Tak terkecuali, bagaimana cara membayar fidyah itu sendiri.
Mengutip laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), fidyah berasal dari kata fadaa yang artinya mengganti atau menebus. Fidyah ini merupakan keringanan bagi golongan orang yang tidak memungkinkan menjalankan ibadah puasa dan tidak dapat menggantinya di lain waktu.
Karena itulah, orang tersebut bisa mengganti puasanya dengan fidyah. Fidyah wajib dilakukan yang hitungannya mengikuti jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Nantinya, fidyah akan disumbangkan kepada orang yang berhak menerimanya.
Dalil Membayar Fidyah
Hukum membayar fidyah untuk mengganti puasa ini sudah ditetapkan Allah dalam Al Quran, yang berbunyi:
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”, (QS. Al-Baqarah: 184)
Ketentuan dan hukum membayar fidyah bagi ibu hamil juga tercantum dalam hadits yakni:
“Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (Al-Baihaqi dalam Sunan dari Imam Syafi’i, sanadnya shahih).
Cara Membayar Fidyah bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I, fidyah yang harus dibayarkan untuk ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa yaitu sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg.
Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras. Fidyah sendiri tak harus berupa beras atau gandum, namun bisa diganti dengan makanan pokok lain yang berlaku di tempat tinggal Anda.
Misalnya jika ibu hamil tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah sebanyak 30 takar yang masing-masing takarnya seberat 1,5 kg. Nantinya, fidyah ini dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja sesuai takarannya. Sebagai contoh jika ibu hamil berniat memberikannya kepada 2 orang miskin, berarti masing-masing mendapatkan 15 takar.
Di sisi lain, menurut kalangan Hanafiyah, fidyah juga boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku. Dengan kata lain, sebanyak 1,5 kilogram makanan pokok per hari tadi dikonversi menjadi mata uang yang berlaku di sini.
Cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.
Berdasarkan SK Ketua Baznas Nomor 7 Tahun 2021 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, nilai fidyah dalam bentuk uang tunai ditetapkan sebesar Rp 45.000 per hari per jiwa.
Lantas, kapan pembayaran fidyah ini sebaiknya dilakukan? Yaitu terhitung setelah puasanya bolong. Misal ia luput 5 hari, maka ia boleh membayar sejak saat itu juga hingga akhir bulan Ramadan. Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadan atau ketika memasuki Bulan Sya’ban.
Siapa saja orang yang harus membayar fidyah?
Adapun kriteria orang yang wajib membayarkan fidyah yaitu:
- Perempuan hamil dan menyusui, yang apabila memaksakan berpuasa dapat membahayakan kesehatannya dan janin atau bayi yang disusui
- Orang sakit yang kecil kemungkinannya untuk sembuh
- Orangtua renta yang lemah fisiknya dan tidak mampu menjalankan puasa
- Orang yang menunda kewajiban meng-qadha’ puasa Ramadan tanpa uzur syar’i hingga akan tiba Ramadan tahun berikutnya. Selain meng-qadha’, mereka juga wajib membayar fidyah puasa Ramadan di tahun sebelumnya, sebanyak hari puasa yang ditinggalkan di tahun lalu
- Orang yang meninggal dengan membawa hutang puasa, maka keluarganya yang masih hidup hendaknya membayarkan fidyah atas nama almarhum/almarhumah sebanyak jumlah hutang puasanya.
Sementara, kriteria orang yang berhak menerima fidyah antara lain:
- Orang fakir. Fakir senantiasa disandingkan dengan miskin, padahal nyatanya golongan ini berbeda. Fakir sendiri sejatinya lebih tidak mampu dari segi perekonomian. Mereka tidak memiliki harta dan penghasilan sama sekali dan hanya bertahan hidup dari uluran tangan orang sekitarnya.
- Orang miskin. Berbeda dengan orang fakir, orang miskin masih memiliki harta dan penghasilan. Namun, harta tersebut tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhannya sehari-hari. Karena itu, mereka juga butuh uluran tangan agar bisa hidup dengan layak
- Orangtua yang sakit dan tidak ada harapan sembuh. Selain orang fakir dan miskin, orangtua yang sakit bertahun-tahun berhak menerima fidyah. Khususnya orangtua yang mengalami sakit parah namun dinyatakan tidak ada harapan untuk sembuh.
Jika fidyah diberikan ke orang-orang selain tiga kelompok ini, maka fidyah yang dibayarkan tidak sah.
Parents, semoga informasi cara membayar fidyah ini bermanfaat.
Baca juga:
5 Waktu Pelaksanaan Zakat Fitrah Menurut Ulama, Jangan Sampai Terlewat
Bunda, Ini 5 Persiapan Puasa Ibu Hamil Berdasarkan Saran Dokter
6 Pertanyaan Seputar Bayar Utang Puasa Ramadhan, Bolehkah Digabung dengan Puasa Lain?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.