Minggu pagi yang tenang tiba-tiba berubah setelah terdengar kabar mengejutkan ada ledakan bom di tiga gereja di Surabaya. Peristiwa bom Surabaya ini menimbulkan duka dan kemarahan, apalagi setelah mengetahui ada anak-anak yang menjadi korban.
Ledakan bom terjadi di tiga gereja: Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di jalan Ngagel Madya Utara, Gereja Kristen Indonesia di jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di jalan Arjuna.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Frans Barung Mangera mengatakan kepada Kompas, korban tewas akibat ledakan bom kini menjadi 10 orang. Jumlah tersebut menurut perkembangan terakhir Minggu 13 Mei 2018 pukul 12.30 WIB.
“Tiga korban meninggal telah teridentifikasi, sementara tujuh masih di lokasi kejadian,” ujar Frans. Sedangkan jumlah korban luka bertambah menjadi 41 orang.
Anak-anak yang jadi korban bom Surabaya
Vincencius Evan (11), salah satu korban bom Surabaya di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel, Jawa Timur akhirnya meninggal dunia. Saat dibawa ke RS Bedah Surabaya, kondisi Evans terluka parah.
“Ada luka bakar, luka patah, dan luka lainnya,” ujar dr. Priyanto Swasono MARS, direktur RS Bedah Surabaya.Evans merupakan korban meninggal pertama yang teridentifikasi.
Adik Evans, Nathanael (8), yang juga jadi korban ledakan, sempat dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Namun sepertinya takdir tidak mau memisahkan kakak beradik ini. Nathan menyusul sang kakak pada pukul 8 malam. Semoga keduanya bisa beristirahat dengan tenang. Selamat jalan malaikat-malaikat kecil….
Kami segenap tim theAsianparent menyampaikan simpati dan belasungkawa terhadap keluarga korban bom Surabaya. Kami mengutuk keras tindakan teror bom dan berharap tidak perlu ada lagi kejadian seperti ini.
Artikel terkait: Ibu Tewas Karena Lindungi Anak dari Berondongan Peluru dalam Tragedi Paris
Bagaimana menjelaskan pada anak mengenai kejahatan terorisme?
Parents mungkin penasaran dengan perkembangan kasus teror bom Surabaya sehingga terus menerus menyalakan televisi untuk mengetahui kabar terbaru. Wajar, hampir semua orang juga melakukan hal yang sama.
Hanya perlu diingat bahwa ada anak-anak yang mungkin juga ikut menyaksikan meski ia belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi. Lalu, bagaimana menjelaskan hal ini pada anak?
Anak masih belum bisa menyaring informasi yang ada. Tugas kita sebagai orangtua membantunya memahami sesuai dengan usianya.
Menurut Najeela Shihab, pemerhati pendidikan, Parents bisa melakukan hal ini untuk membantu menjelaskan pada anak tentang teror kekerasan, situasi darurat, dan memahami informasi:
- Berbicara tentang teror kekerasan, situasi darurat, dan memahami informasi kepada anak membutuhkan waktu dan suasana yang tepat. Kondisi saat ada kejadian khusus di lingkungan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya aksi bom di Surabaya 13 Mei 2018 ini bisa menjadi salah satu kesempatan belajar yang tepat.
- Selalu mulai dengan mengecek perasaan anak tentang kejadian teror atau situasi darurat serta mencari tahu seberapa banyak informasi awal yang dimiliki anak. “Apakah kamu dengar berita pagi ini?”
- Ajak anak mengenali, melabel, serta mengekspresikan emosinya. Ingat, setiap anak memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dan cara mengekspresikan yang unik.
- Pastikan Parents dan guru juga bersikap tenang serta tidak menularkan kekhawatiran yang berlebihan pada anak. Apalagi menyalahkan dan memperkuat stereotip yang salah mengenai kelompok tertentu.
- Jadilah contoh yang baik bagi anak tentang literasi media dan informasi. Selalu bersikap kritis, tidak menyebarkan berita yang belum dicek kebenarannya yang dapat menimbulkan keresahan yang tidak perlu.
- Pastikan anak tahu bagaimana bereaksi dalam situasi darurat; memiliki informasi yang diperlukan, misalnya: hapal nomer HP orangtua, serta tingkah laku yang tepat dalam situasi darurat misalnya mengikuti instruksi, menghindari kerumunan, dll.
- Ajarkan anak untuk sensitif dan responsif pada lingkungan di sekitarnya. Mengamati kondisi dan tingakah laku orang di sekelilingnya; misalnya siapa yang butuh bantuan, tahu cara mengungkapkan kecemasan pada orang dewasa di sekitarnya, memerhatikan tanda/lambang keamanan (contohnya pintu darurat). “Apa yang bisa kamu lakukan kalau…?” atau “Bagaimana kita bisa bantu ya?”
- Biasakan membahas kejadian sehari-hari maupun berita populer di media massa yang sesuai dengan usia anak sebagai bagian dari rutinitas keluarga. Hal ini membuka pintu komunikasi dan mengajarkan anak pentingnya nilai sosial dalam masyarakat.
Infografik cara bicara pada anak tentang kejahatan terorisme
Sementara itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI membuat dua buah infografik untuk orangtua dan guru terkait membahas kejahatan terorisme dengan anak.
Kami berharap Indonesia tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh kembang.
Baca juga:
Bagaimana Ungkapan Hati Putri Polisi yang Hampir Terkena Bom di Sarinah?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.