“Saya harap semua perempuan yang belum punya anak bisa menemukan support system – orang-orang yang akan memberi dukungan dan mengatakan kalau selalu ada harapan untuk memiliki anak. Daripada orang -orang yang terus mempertanyakan ketidakmampuan Anda untuk melahirkan seorang anak …”
Joylyn Guiao-Sigua bermimpi suatu hari ia akan menjadi seorang ibu. Meskipun saat ini perjuangannya karena belum punya anak masih terus berlanjut, namun ia masih terus berpegang pada imannya. Dia juga ingin bisa menginspirasi perempuan lainnya yang sedang merasakan situasi serupa.
Dalam sebuah surat terbuka yang ditulis di laman Facebook, Joylyn menulis kepada semua perempuan khususnya yang telah menyandang status sebagai istri sedang merindukan perjalanan sebagai seorang ibu.
“Bulan lalu, seluruh dunia merayakan Hari Ibu Internasional. Saya telah melihat banyak foto anak-anak dengan orangtua mereka serta pesan panjang yang membanjiri media sosial.
Postingan ini bukanlah ditujukan untuk merayakan hari ibu yang terlambat. Surat ini saya tulis bukan untuk para ibu, tetapi untuk para istri seperti saya yang belum bisa menyebut diri mereka sebagai ‘ibu’. Para perempuan yang telah menunggu untuk mengumumkan berita baik tentang kehamilan yang mereka alami,” tulis Joylyn di awal suratnya.
Joylyn juga masih ingat bagaimana dia dan suaminya telah berusaha untuk mendapatkan selama setahun terakhir.
“Saya tahu, (satu tahun) tidak cukup lama dibandingkan dengan lamanya waktu pasangan lain menunggu. Tetapi sama seperti mereka, rasa ‘sakit’ yang saya rasakan juga sama,” lanjutnya.
Dalam surat itu, dia juga kembali mengingat jauh sebelum ia menikah, dirinya tidak pernah membayangkan bahwa dirinya mengalami ketidaksuburan.
“Ya, saya memang mengalami dysmenorrhea, gangguan menstruasi yang sangat menyakitkan setiap bulan. Tetapi saya tidak berpikir kalau kondisi ini akan memengaruhi perencanaan kehamilan kami. Setelah menikah, saya dan suami pun tidak berpikiran untuk menunda kehamilan, kami bahkan tidak mempertimbangkan untuk menunggu satu atau dua tahun lebih dulu untuk hamil seperti yang banyak disarankan oleh orang-orang pada kami.”
“Kami justru sangat bersemangat. Tetapi bulan demi bulan ternyata memang tidak terjadi apa-apa. Saya belum juga hamil. Saya mulai bertanya apakah ada yang salah dengan saya atau suami? Dan ya, ternyata kami memang memang ada masalah,” paparnya dalam surat terbuka.
Namun sebelum melanjutkan kisahnya Joylyn, meminta maaf karena ia tidak membahasnya lebih lanjut dan secara mendetail perihal masalah kesehatan yang dialami.
Ia melanjutkan, “Saya mungkin tidak melihat Anda sekarang, kita mungkin memang tidak saling mengenal secara pribadi, tetapi saya ingin berbagi rasa sakit yang saya rasakan. Rasa sakit karena saya memang telah berhasil menjadi seorang istri, tetapi bukan seorang ibu.”
Joylyn menceritakan bagaimana dirinya mendapat banyak nasihat, dan bahkan melakukan saran tersebut. Tetapi tidak satu pun dari mereka, meskipun telah memberikan banyak nasihat dan beragam saran untuk dilakukan, tetap saja tidak sepenuhnya memahami situasi yang dirasakan Joylyn dan suami. Kondisi seorang istri yang belum punya anak.
“Kita memang bisa mengendalikan sebagian besar hal yang terjadi dalam hidup kita. Baju apa yang akan kita kenakan, makanan yang kita makan, memilih pekerjaan, bahkan menentukan cat rumah kita atau warna lipstik yang akan kita pakai pada hari itu. Namun bagaimana dengan keinginan untuk hamil?”
“Tidak semua orang mengerti bahwa tidak semua perempuan bisa memilih, tidak semua wanita dapat mengendalikan tubuh mereka,” keluhnya karena masih belum punya anak.
“Saya tahu, perempuan yang belum punya anak mungkin saja pernah mengunjungi ginekolog. Ruangan tersebut penuh dengan perempuan hamil, dan ternyata ada 1 dari 10 orang yang di sana yang datang karena belum bisa hamil. Seorang perempuan yang sebenarnya ingin menghilang dan bagaimana berharap kalau dirinya tidak datang. Ya, dan itu kami.” tulisnya.
“Saya tahu ada hari di mana Anda melihat seorang teman yang mengumumkan berita kehamilan yang baru saja mereka ketahui. Kemudian Anda akhirnya bertanya-tanya sendiri, kapan giliran Anda… ”
Dia melanjutkan untuk memberi tahu ibu-ibu lain betapa dia memahami betapa menyakitkannya untuk berharap bisa hamil, namun ketika di Facebook pengumuman kehamilan juga muncul beberapa kali.
“Saya tahu ada hari ketika Anda memberikan respon postingan teman di Facebook hanya untuk melihat pengumuman kehamilan seseorang. Kemudian Anda bertanya kapan giliran Anda. Saya tahu Anda mencoba merasa bahagia untuk calon ibu yang sangat bersemangat memberitahu dunia bahwa janin yang sedang dikandung akan segera lahir, ”tulisnya.
“Saya tahu mungkin Anda akan menahan air mata saat mengklik ikon love. Anda pun mencoba merasa bahagia untuk calon ibu yang akan segera memiliki seorang anak.”
Saya juga tahu Anda mungkin pernah datang ke department store dan menyempatkan diri datang ke bagian pakaian bayi. Apakah Anda merasakan kehangatan saat memegang pakaian dan sepatu-sepatu yang sangat mungil itu? Saya tahu hati Anda seakan melompat dengan gembira, berharap bahwa suatu hari kelak si kecil akan mengenakannya. Ya, itu perasaan yang kami rasakan.
Saya juga tahu bagaimana Anda merencanakan untuk bayi khayalan Anda bagaimana pakaiannya, dan posting OOTD si kecil. Atau pada malam hari, Anda akan mengunggah banyak foto tingkah polah si kecil di Instagram. Ya, itulah kami.
Saya tahu bahwa Anda mungkin seperti saya, telah memiliki daftar nama-nama bayi yang begitu panjang. Saya sangat yakin akan hal itu. Atau semanis kedengarannya, Anda bahkan merencanakan untuk merayakan ulang tahun pertama bayi Anda di masa depan. Ya, itulah kami.
Tidak apa-apa jika ingin menangis. Tak apa terkadang merasa kesal. Tidak masalah untuk terus berharap. Semoga tes berikutnya akan menunjukkan dua baris. Tidak apa-apa untuk berharap bahwa keinginan untuk bisa hamil akan segera terwujud,” dia menulis sebagai penutup.
“Tetapi jangan pernah berhenti menjalani hidup karena ini. Jangan biarkan kondisi ini menjauhkan kita dari sukacita hal-hal kecil dalam hidup. ”
Dia juga melanjutkan untuk mendorong para istri yang ingin menjadi ibu untuk berpegang pada janji-janji Tuhan, pada kebesaran Tuhan untuk bisa mewujudkan mimpi para istri yang belum punya anak.
“Dan yang tak kalah penting, jangan lupa untuk menemukan support system – orang-orang yang akan menyemangati Anda bahwa masih ada harapan. Ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian. Kami pun seperti itu.”
Artikel ini disadur dari theAsianparent Singapura
Baca juga:
Sedang Program Hamil? Ini 9 Pose Yoga untuk Tingkatkan Kesuburan