Belajar Positive Parenting: Mengatasi Perilaku Anak yang Buruk
Perilaku anak yang buruk memang membuat kita kesal. Tahukah Anda bahwa menghukum mereka ternyata bukan solusi yang tepat?
Pernah menghadapi perilaku anak yang buruk; seperti mengumpat, bicara tidak pantas, atau malah bertingkah kurang ajar?
Suatu hari, saya merasa marah dan kaget saat putri saya mengatakan saya bodoh.
Sebagai orangtua kita pasti seringkali menemui perilaku anak yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Tombol kemarahan kita mudah sekali tertekan saat mendengar kata-kata kasar atau kurang ajar semacam ‘bodoh’, ‘lebay’, ‘kuno’ tertuju pada kita.
Biasanya kita kemudian bereaksi, “Hai, hati-hati dengan ucapan kamu”, “Berani-beraninya bicara seperti itu pada, Bunda, ya!”.
Reaksi lain yang biasanya muncul saat menghadapi perilaku anak yang buruk adalah menghukum, menasehati panjang lebar, atau malah meninggalkan anak disertai dengan ancaman.
Salahkah reaksi kita?
Perilaku anak yang buruk bisa timbul karena kelelahan
Dalam buku “Between Parent and Child” Haim G.Ginott, menuliskan bahwa perilaku anak yang buruk dan hukuman, bukanlah dua hal yang berlawanan dan bisa ‘menghilangkan’ akibat dari kedua hal itu. Sebaliknya perilaku anak yang buruk dan diikuti dengan hukuman malah akan saling menguatkan.
Saat anak-anak berperilaku buruk atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, bisa jadi mereka sedang stres, kelelahan, atau malah tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaan mereka (kita juga sering merasa seperti itu, bukan?)
Sebutan “bodoh” saya terima dari putri saya, ketika kami terburu-buru hendak berangkat ke bank. Saat itu putri saya masih membereskan semua mainannya. Khawatir kesiangan, saya meminta ia bergerak lebih cepat.
Ia meminta saya untuk membantunya, tapi saya masih sibuk berpakaian. Saya menolak dan berkata, “Kan sudah ibu bilang dari semalam, jam 9 pagi ini mau pergi; kenapa tadi malah mengeluarkan mainan?”
Di tengah jalan saya tersadar, beberapa dokumen kelengkapan administrasi bank, justru lupa saya bawa. Begitu turun dari mobil, meluncurlah kata-kata tersebut, “Bunda bodoh bener si. Lupa melulu.”
Terus terang saya kaget dengan perilaku anak saya yang buruk itu.
Perilaku anak yang buruk timbul karena mereka belum bisa mengeskpresikan emosinya
Anak-anak sesungguhnya juga sering masgul; sangat masgul hingga kadang mereka sering kebingungan bagaimana mengatakannya. Jadi, seringkali yang keluar adalah kata-kata seperti
“Nggak mau”
“Aku nggak mau diperintah terus”
“Bodoh”
“Kepala udang”
“Pergi sana”
“Aku nggak suka ayah/ ibu”
“Aku benci ayah/ ibu”
Sebagai orangtua jelas sedih rasanya mendengar kata-kata tersebut. Kita ingin agar anak-anak kita tumbuh menjadi anak-anak yang sopan-santun, baik hati, dan disukai oleh banyak orang karena perilaku baiknya. Apa yang ia ucapkan bertolak belakang dengan harapan kita.
Saat itu, putri kecil saya baru berusia 4 tahun, saat dimana berusaha untuk tetap tenang, berkepala dingin, dan mengalahkan stres yang ia rasakan, bukanlah sebuah hal yang mudah.
Jadi, mengapa kita harus menghukum mereka saat mereka sesungguhnya butuh tuntunan untuk mengekspresikan perasaan mereka? Bukankah mengakui perasaan mereka, mendengarkan mereka adalah lebih baik?
Coba kita renungkan, akankah hati kita tergerak dengan penuh semangat saat seseorang menunjuki dan menasehati kita cara yang benar, namun dengan cara yang kasar?
Reaksi yang tepat saat perilaku anak yang buruk muncul
Saya mengamati bahwa kata-kata kita benar-benar akan mempengaruhi anak-anak kita. Dan bisa dipastikan mereka juga akan menggunakan kata-kata yang sama saat merasa emosi berlebih.
Bisa jadi saya juga pernah menyebut putri saya ‘bodoh’ saat merasa kesal atau benar-benar frustasi. Mungkin saja kata ‘bodoh’ yang disebut ia tujukan pada saya, sebetulnya berarti “Aku kesal saat ini.”
Jadi begitu masuk rumah dan usai membersihkan diri, saya mencoba mengkonfirmasi apa maksud perkataanya tersebut.
“Tadi ibu bilang aku nggak boleh lupa, tapi ibu sendiri lupa.”
“Oh, apa adik kesal ibu minta cepat-cepat?”
“Iyalah, pakai keras lagi bilangnya.”
“Kalo gitu ibu minta maaf.”
Dari hal itu saya belajar, bahwa fokus pada akar masalah, tidak menghukum, atau malah mengharap penghormatan dari anak, bukanlah solusi untuk perilaku anak yang buruk.
Yakin pada kedekatan hubungan kita dengan anak, menunjukkan empati, serta menjadi contoh untuk berani minta maaf terlebih dahulu, ternyata lebih tepat dan efektif untuk mengatasi perilaku anak yang tak sesuai dengan norma.
Semoga pengalaman belajar positif parenting diatas bermanfaat, ya, Parents. Salam untuk si Kecil dari kami.
Ref: positiveparentingconnection.net