Bayi meninggal keracunan air ketuban, waspadai Sindrom Aspirasi Mekonium

Rizalya Dewi, dokter anak di RSIA Budhi Mulia ini membagikan kisah sedih meninggalnya bayi akibat terkena sindrom Aspirasi Mekonium.

Baru-baru ini, sebuah status seorang dokter anak menjadi viral yang menceritakan kronologis bayi meninggal, karena terlambatnya penanganan medis yang tepat. Janin mengalami kondisi yang disebut Aspirasi Mekonium disertai komplikasi Asfiksia Neonatorum.

Kedua kondisi yang terkait dengan tali pusar dan kantung ketuban ini, bisa sangat berbahaya bagi bayi. Bahkan berisiko tinggi menyebabkan kematian.

Rizalya Dewi, dokter anak di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru ini, membagikan kisah sedih meninggalnya bayi akibat terkena sindrom Aspirasi Mekonium (Meconium aspiration syndrome, MAS) disertai komplikasi Asfiksia Neonatorum.

Dalam status bertanggal 7 September 2017 tersebut, Dr. Dewi menceritakan seorang pasien bayi meninggal, karena terkena Aspirasi mekonium. Bayi lahir melewati tanggal HPL, dan tidak langsung ke rumah sakit tapi ke bidan terlebih dahulu.

Ketika bayi tersebut dibawa ke rumah sakit tempat Dr. Dewi bekerja, kondisinya sudah memprihatinkan. Bayi yang lahir dengan berat 3,9 kg itu sudah membiru, tubuhnya dingin dan napas tersengal-sengal. Kantung ketuban berwarna hijau kental, bayinya juga tidak menangis.

Bayi tersebut segera dibawa ke ruang NICU, dipasangi berbagai alat untuk menopang kehidupannya. Serta diusahakan berbagai macam perawatan untuk menyelamatkan nyawanya. Akan tetapi, dia tidak bisa diselamatkan, bayi itu menghembuskan nafas terakhir di usia 24 jam.

Apa itu Aspirasi Mekonium?

Kidshealth menyebut, sindrom aspirasi mekonium (MAS) adalah aspirasi cairan amnion bernoda, yang dapat terjadi sebelum, selama, atau segera setelah kelahiran. Mekonium sendiri merupakan hasil sekresi pertama dari usus bayi, mirip dengan kotoran feses pada orang dewasa.

Mekonium berbentuk zat hijau kental yang mengandung sel epitel intestinal, lanugo, lendir, serta sekresi usus seperti empedu, dengan kandungan air yang cukup banyak. Mekonium ini bersifat steril dan tidak mengandung bakteri, yang membedakannya dari kotoran feses.

Masalah yang terjadi pada bagian intrauterine dapat menyebabkan mekonium masuk ke dalam cairan amnion (cairan di dalam ketuban). Faktor yang mengakibatkan terjadinya hal ini ialah komplikasi kehamilan yang dialami ibu seperti hipertensi, preeklampsia, dan infeksi vagina.

Faktor eksternal seperti konsumsi narkoba dan merokok juga bisa menyebabkan terjadinya aspirasi mekonium. Cairan amnion yang telah terkontaminasi mekonium bisa diserap oleh bayi sebelum atau selama persalinan.

Kondisi ini jarang ditemukan pada usia kehamilan dibawah 34 minggu, sehingga biasanya terjadi pada bayi dengan kehamilan postmatur.

Pelajaran dari kasus bayi meninggal karena aspirasi mekonium

Dalam status yang sama Dr. Dewi juga memberikan catatan penting untuk menjadi bahan pelajaran bagi semua orangtua, yakni sebagai berikut:

1. Plasenta mempunyai "umur", kalau sudah lebih bulan, kemampuannya memasok oksigen dan zat makanan jadi berkurang. Kekurangan oksigen berat, membuat bayi mengeluarkan mekonium (BAB) di dalam kandungan. Ketuban yang bercampur mekonium, bisa merusak paru-paru bayi

2. Bayi yang lahir dengan berat badan lebih (dalam hal ini 3,9kg) dan anak pertama, biasanya sulit lahir lewat persalinan normal

3. Asfiksia (bayi tidak segera bernapas setelah lahir), adalah keadaan yang sangat buruk. Efek kekurangan oksigen yang diderita bayi, mulai dari kejang (HIE), sesak napas, gangguan jantung, gangguan usus, gangguan ginjal, asidosis dan lain-lain.

4. Untuk persalinan yang berisiko, sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan peralatan medis lengkap. Jika bayi sudah lahir baru dipindah ke rumah sakit besar, risikonya lebih tinggi. Transportasi terbaik neonatus adalah saat masih di dalam perut ibu.

5. Tindakan medis selalu dilakukan atas indikasi. Kasus di atas, dengan kondisi bayi berukuran besar dan lebih bulan, adalah indikasi harus dilakukan operasi.

Dr. Dewi juga menegaskan, operasi cesar dilakukan bukan dikarenakan dokternya hobi melakukan operasi, atau ibunya lemah iman sehingga tak mau melahirkan normal. Yang laing penting adalah bagaimana memastikan bayi lahir dengan selamat dan dapat bertumbuh kembang dengan baik di luar rahim.

"Untuk apa dipaksakan lahir spontan tapi bayinya asfiksia, kejang, trauma lahir dan lain-lain," tegas Dr. Dewi mengakhiri statusnya.

Bagi Anda yang mengalami kehamilan postmatur, atau sudah melewati hari prakiraan lahir namun belum mengalami kontraksi, sebaiknya segera menghubungi dokter, untuk menghindari kasus serupa terjadi pada Anda.

Jaga kesehatan, jauhi rokok dan obat-obatan yang bisa membahayakan kehamilan. Bila mengalami komplikasi kehamilan, rutinlah berkonsultasi dan memeriksakan diri, untuk memastikan bayi Anda lahir dengan selamat tanpa kurang satu apapun.

 

Baca juga:

id.theasianparent.com/waspadai-air-ketuban-merembes/

Penulis

Fitriyani