Di zaman sekarang, rasanya makin banyak orang yang ingin viral. Namun, bukan viral karena prestasi, justru lebih sering karena kasus-kasus yang melanggar hukum bahkan mengancam keselamatan jiwa. Kira-kira, apa, sih, alasan orang ingin viral dan rela melakukan tindakan negatif tersebut?
Sebagai contoh ada seorang ibu bernama Yulianti yang setelah melanggar protokol kesehatan di sebuah restoran di Padang, Sumatera Barat. Dalam video berdurasi 1 menit 4 detik itu ia memperlihatkan kondisi sebuah restoran tempat ia dan teman-temannya makan, penuh pengunjung dan tidak menerapkan protokol kesehatan.
Sambil memperlihatkan suasana restoran yang penuh, ia pun memprotes kebijakan protokol kesehatan dan menyebut pemerintah zalim. Yulianti juga mengklaim warga Padang tidak takut Corona. “Padang aman, tidak takut sama Corona. Takutnya sama kolor si Nana,” katanya.
“Padang kota bebas, makan apa saja kita enggak ada yang di-lockdown dan enggak ada pembatasan dan sekat-sekat. Kenapa kita di Jakarta pada panik semua. Sudah, jangan panik. Terus saja lawan, pemerintah zolim. Selamat makan teman-teman semua,” tambah Yulianti.
Artikel terkait: Fenomena Panic Buying Saat Pandemi, Berikut 5 Alasan Psikologisnya!
Akibat video tersebut, Yulianti harus berhadapan dengan aparat kepolisian. Ia membuat video yang berisi permohonan maaf.
“Saya yang bernama Yulianti yang bikin video di Bebek Sawah, saya meminta maaf, khususnya Pemerintah Kota Padang dan masyarakat Indonesia. Saya bikin video cuma canda-candaan. Mohon maaf, ya, pemilik rumah makan Bebek Sawah,” kata Yulianti dalam sebuah video viral tersebut, Senin 5 Juli 2021.
“Jangan diperpanjang permasalahan ini,” imbuhnya.
Meski Yulianti telah meminta maaf atas aksi viral tersebut, tetapi tetap saja nama Yulianti sudah viral, dan bahkan dicap negatif oleh sejumlah masyarakat.
Berkaca dari kasus Yulianti, apa, sih, alasan yang membuat orang ingin viral?
3 Alasan Orang Ingin Viral Menurut Psikolog
Menurut Sarah R. Siahaan, MA, M.Psi, Psikolog, selaku Psikolog Klinis Dewasa, ada beberapa alasan yang mendasari mengapa seseorang ingin viral, di antaranya:
1. Seseorang Ingin Viral karena Kebutuhan untuk Diakui
Pertama adalah keinginan untuk dilihat dan diakui kehebatannya. Sarah mengatakan, bahwa ini sudah menjadi sifat dasar manusia yang senang jika dirinya menoreh apresiasi.
“Jadi orang itu, kan, punya kebutuhan untuk diakui, salah satunya dengan itu (membuat aksi viral) seperti mendapat pengakuan, mendapat perhatian. Basic needs sebenarnya.”
2. Ada Platform yang Mendukung
Selain keinginan untuk diakui, saat ini ada platform yang menampung kebutuhan bagi orang yang haus akan pamor. Oleh karena itulah, seseorang kini dengan mudah melakukan aksi viral.
“Kebetulan sekarang ada platform yang ‘menampung’ itu. Pemenuhan si psychological needs dan self-fulfillment itu,” jelasnya.
3. Kaitan dengan Masa Lalu Seseorang
Alasan lain dari keinginan seseorang untuk viral juga bisa dikaitkan dengan masa lalu seseorang. Meski begitu, tidak melulu berkaitan dengan ini.
“Bisa saja (berkaitan dengan masa lalu seseorang), tapi tidak mesti. Mungkin saat ini memang dengan viral akan boost self esteem-nya,” imbuh Sarah.
Artikel terkait: Berhasil Curi Perhatian, Intip 6 Potret Jadul Ibunda Prilly Latuconsina
Teori Kebutuhan Manusia ala Maslow
Selain ketiga hal yang disampaikan Sarah, seperti diutarakan Abraham Maslow, secara psikologi ada beberapa alasan yang mendasari kehidupan manusia. Salah satunya, saat seseorang melakukan aksi viral.
Dikemukakan oleh tokoh psikologi asal Amerika Serikat, Abraham Maslow, kebutuhan manusia memang bermacam-macam. Di antaranya:
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur, dan oksigen. Manusia akan mengabaikan atau menekan terlebih dahulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan.
Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang.
Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual.
Kedua, yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus-menerus mencari makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul.
2. Kebutuhan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini di antaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.
Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.
Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir, atau perilaku berbahaya orang lain.
3. Kebutuhan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki.
Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar dia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya.
Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.
4. Kebutuhan akan Penghargaan (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Maslow menemukan, bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi.
Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan.
Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya.
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow menggambarkan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Namun, selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.
Artikel terkait: Resmi Menikah, Penyanyi Gwen Stefani: “Mimpi Jadi Kenyataan”
Menurut Sarah, aksi viral yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
“Gak harus sesuai urutan, tapi paling besar kebutuhan yang fisiologis paling bawah. Semua kebutuhan itu dalam seseorang mesti terpenuhi,” jelas Sarah.
Dengan seluruh alasan di atas, tentu saja bisa menjadi rem buat Anda jika tertarik untuk menjadi viral.
Demikian alasan psikologis orang ingin viral. Namun, daripada melakukan aksi-aksi yang tidak menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang sekitar Anda, lebih baik melakukan hal lain yang positif untuk mendapatkan pengakuan, ya, Parents!
Baca juga:
Viral Perempuan Dibungkus Kain, Psikolog:"Itu Gangguan Parafilia"
Viral! 8 Fakta di balik Potret Pasangan yang Menikah Saat Banjir
3 Kasus Viral COD yang Makin Marak, Ini Hal Penting yang Perlu Dipelajari