Ada sebuah stigma di mayararakat bahwa perempuan harus selalu bertingkah lemah lembut dan tenang. Jika anak perempuan punya kemarahan yang ditampakkan ke publik, maka ia akan dicap sebagai wanita kasar yang liar.
Padahal, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh jika membiarkan anak perempuan punya kemarahan yang tersalurkan.
Berikut ini manfaat anak perempuan punya kemarahan saat ia tumbuh dewasa nanti:
1. Keberanian
Tak semua kemarahan itu buruk. Seseorang yang punya kemarahan di dalam hatinya cenderung punya keberanian saat ditindas oleh orang lain.
Jadi, jangan sampai, anak perempuan kita nantinya jadi sosok perempuan baik di dalam sinetron Indonesia yang hanya bisa pasrah saat ditindas oleh orang lain. Karena berdaya membela dirinya sendiri jauh lebih bermartabat daripada hidup dengan harga diri yang terinjak-injak.
Seorang anak perempuan yang punya kemarahan cenderung lebih peka saat ada orang yang melanggar batas nilai yang ia pegang teguh. Sehingga ia akan bisa melawan ketika diganggu.
Hal ini akan berguna jika kelak ia mengalami pelecehan seksual. Ia akan mampu membela dirinya sendiri, bahkan tak segan untuk berani memukul balik orang yang mengganggunya.
2. Belajar managemen emosi dengan lebih baik
Managemen emosi bukan hanya soal menahan emosi agar tidak meledak. Namun, punya emosi yang lengkap untuk diekspresikan. Ada sedih, marah, senang, ceria, menangis, kecewa, dan sebagainya.
Semakin lengkap emosi yang bisa diekspresikan anak, maka akan semakin lengkaplah pilihan yang bisa ia tunjukkan saat menghadapi sebuah peristiwa. Orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki emosi yang tertunda. Artinya, ia tidak reaktif begitu saja saat ada sebuah kejadian tertentu.
Maka dari itu, pengenalan anak tentang buku emosi tak hanya soal yang indah-indah saja. Ia tidak hanya perlu mengenal beragam ekspresi emosi yang ada, melain kan juga peka dalam merasakannya.
3. Menemukan jati diri
Jika anak perempuan punya kemarahan, maka ia juga akan bisa menemukan jati dirinya lebih cepat daripada anak perempuan yang selalu ingin tampak baik hati kepada semua orang.
Beberapa dari kita mungkin punya perasaan serba tak enak hati pada orang lain sehingga seringkali susah berkata ‘tidak’ saat orang lain bersikap sangat merepotkan. Ia akan rela mengalah terus menerus sekalipun sebenarnya itu sangat menyakiti dirinya sendiri demi terlihat baik di mata orang lain.
Sebagian orang mungkin merasa bahwa karakter ini adalah karakter baik yang wajib dipertahankan. Sayangnya, hal itu tidak akan membuat mental yang sehat. Orang bermental sehat akan tahu kapan ia harus menolak, kapan harus ramah, dan kapan harus membantu orang lain tanpa perlu membuat dirinya sendiri kerepotan.
4. Menyaring pertemanan
Saat kita dewasa, kita jadi tahu mana yang benar-benar teman kita yang sejati, mana yang hanya berpura-pura. Jika anak perempuan punya kemarahan di dalam dirinya, maka kemarahan itulah yang dapat menyaring pertemanan guna menemukan sahabat sejati dalam hidupnya.
Seorang sahabat sejati akan tahu bahwa kemarahan yang ada di dalam diri kita bukan tanda bahwa kita adalah orang yang jahat, melainkan kita sedang membela nilai-nilai luhur yang dipegang. Jika ada orang lain yang melanggar nilai batas toleransi kita, maka kemarahan itu memang harus dikeluarkan sebagai bentuk proteksi diri.
Jangan sampai, anak perempuan kita kelak dikelilingi oleh orang-orang penjilat yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya saja hingga ia bingung mana yang temannya, mana yang musuh dalam selimut. Dunia ini keras, tak ada salahnya mengajari anak untuk melindungi mentalnya sejak dini.
5. Menyadari posisinya
Perempuan sering diingatkan tentang siapa dirinya. Sayangnya, seringkali pengingatan ini justru membuat ia merasa bahwa ia tak pantas melawan sekalipun ia sudah ditindas.
Di jaman modern, mestinya kehormatan seseorang ditentukan dari perilakunya. Bukan dari jabatan, usia, apalagi gendernya. Jika anak perempuan punya kemarahan, ia akan tahu diri bahwa martabat seseorang bukan berasal dari otoritas, melainkan dari tingkah lakunya.
Jangan sampai, hanya karena seseorang itu adalah bos, maka bos itu bisa memperlakukan anak perempuan kita dengan semena-mena. Mentang-mentang posisi sosialnya lebih tinggi, bukan berarti seseorang berhak menindas yang lain.
***
Agar anak perempuan punya kemarahan yang diekspresikan dengan tepat, kepada orang yang tepat, dan di saat yang tepat, managemen emosi tersebut sangat diperlukan. Justru itulah yang akan membuat ia menjadi seseorang yang kuat di masa depan dan siap menghadapi dunia.
Jika anak perempuan sering distigma negatif karena punya kemarahan, anak lelaki pun memiliki masalah yang mirip. Bedanya adalah, anak lelaki cenderung dilarang memperlihatkan kesedihan ataupun menangis. Padahal, menangis dan bersedih adalah bagian dari emosi yang wajar dimiliki siapapun tanpa memandang jenis kelaminnya.
Referensi: Mamapedia, Everyday Feminism, MSU.
Baca juga:
Anger Management, Ketrampilan yang Perlu Dimiliki Setiap Orangtua