Kematian anak sebabkan perceraian?
Sudah sepantasnya orang tua pergi mendahului anaknya menuju alam baka. Tapi bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya?
Ya, kematian anak adalah mimpi buruk bagi kita, para orang tua. Entah karena penyakit, kecelakaan, kriminalitas, atau bahkan jika misalnya ia belum sempat dilahirkan dan tiada karena keguguran.
Ironisnya, di saat pasangan yang kehilangan anak karena kematian seharusnya saling mendukung dan menguatkan, banyak di antara mereka gagal melakukannya. Bahkan pernikahan mereka berakhir dengan perceraian.
Sebuah sumber mengklaim bahwa 80-90% pasangan yang mengalami musibah kematian putra/putri mereka memutuskan untuk mengakhiri pernikahan dan mengajukan perceraian. Meski pernyataan ini masih diperdebatkan, fakta bahwa kematian anak menjadi sebab utama perceraian cukup mengguncang banyak pihak.
Pukulan besar dalam hidup
Saat pasangan suami istri dianugerahi seorang anak, maka mereka akan menyambut kehadirannya dengan penuh suka cita. Hidup menjadi makin berwarna bukan hanya karena kehadiran pasangan, namun juga si buah hati.
Semua daya dan upaya dikerahkan demi kelangsungan hidup Si Kecil, serta kebahagiaannya. Ketika ia tiada, dunia menjadi tidak sama lagi. Dan rutinitas pun juga berubah, tapi bukan ke arah yang lebih baik.
Saya masih ingat betapa Bibi saya sangat terpukul ketika putranya, saudara sepupu saya, meninggal di usia 6 tahun karena penyakit jantung yang dideritanya saat lahir. Kini setelah menjadi ibu, saya pun memahami bahwa kematian anak tidak hanya merenggut kebahagiaan para orang tua, namun juga alasan mereka untuk hidup.
Orang tua telah hafal pada jam berapa anak harus makan, film kartun kesukaan mereka dan pada jam berapa mereka biasa bermain. Setelah kepergiannya, orang tua tak tahu lagi bagaimana harus menggunakan energi dan kepada siapa harus mencurahkan perhatian serta kasih sayang mereka.
Terperangkap dalam duka
Kekosongan yang tiba-tiba dalam rumah seharusnya disikapi dengan upaya saling mendukung dari kedua belah pihak. Akan tetapi yang sering kali terjadi adalah, baik suami maupun istri, saling menjauh karena rasa duka yang teramat dalam membuat mereka terpuruk sehingga tak bisa bangkit bahkan demi pasangan masing-masing. Dan inilah yang akhirnya akan membawa pernikahan berujung pada perceraian.
Sebelum hal terburuk terjadi, sangat disarankan agar suami istri segera mencari bantuan. Mereka dapat meminta nasihat dari seseorang yang dipercaya seperti penasihat pernikahan, penasihat spiritual/keagamaan, atau anggota keluarga dan sahabat di saat-saat seperti ini.
‘Mengapa?’
Orang tua yang belum dapat menerima kenyataan pahit bahwa anak mereka telah meninggal akan berusaha mencari penjelasan mengapa nasib malang menimpa mereka. Sayangnya, mereka cenderung menampik jawaban-jawaban yang masuk akal, dan hanya menerima jawaban yang ingin mereka dengar.
Oleh karena itu bukan tidak mungkin orang tua malah terlibat pertengkaran terus menerus setelah kepergian anak, karena saling mencari kesalahan satu sama lain. Bisa ditebak, perceraian akan diputuskan sebagai jalan penyelesaian karena pasangan telah tak tahan dengan pertengkaran berkepanjangan.
Jika kematian anak terjadi akibat keteledoran orang tua, misalnya kecelakaan, ada baiknya pasangan saling mengakui dan memaafkan kesalahan itu. Memang benar kepergian anak tak akan tergantikan, namun pengakuan dan permaafan akan membuat hati kita terasa lebih lapang.
You’ll never walk alone
Satu hal yang pasti, perceraian yang terjadi setelah meninggalnya anak membuktikan satu hal. Yaitu bahwa tragedi itu bukanlah satu-satunya penyebab utama perceraian, melainkan karena pernikahan sudah tidak kokoh sejak pertama kali dilangsungkan.
Bisa saja pasangan sudah saling menyimpan api dalam sekam sejak masa awal pernikahan, dan menjadikan anak sebagai alasan untuk bertahan. Ketika anak telah tiada, maka hilanglah pula alasan mereka untuk tetap bersama dan terjadilah perceraian.
Padahal, sebuah tragedi kehilangan sudah cukup menyakitkan. Mengapa harus menambah pedihnya luka itu dengan perpisahan?
Tak ada yang dapat dilakukan orang tua yang berduka, selain doa-doa kepada Yang Kuasa dan penerimaan terhadap kenyataan. Setelah itu, pasangan masih harus melangkah dan melanjutkan hidup. Ini hanya bisa dilakukan jika suami dan istri sama-sama menguatkan hati agar dapat menerjang badai yang menghalangi perjalanan selanjutnya.
Ref: Does the death of a child lead to divorce?
Baca juga artikel menarik lainnya:
12 Tips yang Membuat Pernikahan Langgeng dan Bahagia