Toilet training merupakan salah satu tahap kemandirian yang setiap anak harus lalui. Sayangnya, tahapan yang satu ini seringkali merupakan tahap paling sulit sekaligus membuat stres baik bagi anak ataupun orangtua.
Agar proses toilet training si Kecil berjalan dengan baik. Cobalah simak beberapa kiat berikut ini.
1. Kenali kesiapan anak dan orangtua untuk melakukan toilet training
Penyebab umum gagalnya toilet training pada anak, adalah karena baik anak atau orangtua belum benar-benar siap untuk melakukannya.
Seorang anak biasanya siap untuk memulai pelatihan tersebut pada usia 2 tahun; namun tidak jarang pula yang siap di akhir usia 3 tahun. Dan biasanya, anak laki-laki lebih terlambat untuk siap dibanding anak perempuan.
Untuk itu jangan pernah tergoda untuk memulainya hanya karena sepupu atau anak tetangga yang seusia dengannya telah mulai kemudian sukses melakukannya, karena kesiapan setiap anak memang berbeda satu sama lain.
Ciri kesiapan yang lain adalah:
a. Kesiapan fisik
Bila diperhatikan, si Kecil biasa berkemih dalam rentang waktu yang hampir sama misal 3-4 jam. Bisa juga diketahui dari diapernya yang tetap kering meski telah dipakai hampir 4 jam.
Hal ini menandakan bahwa si Kecil telah mampu menahan rasa berkemihnya, dan menunjukkan bahwa otot-otot kemaluannya telah mampu untuk menahan.
b. Kesiapan perilaku
Misalnya ia tertarik dan ingin mencoba menggunakan toilet; menolak untuk dipakaikan diaper lagi, atau jika masih mau memakai maka ia langsung risih bila merasa diapernya basah.
c. Kesiapan kognitif
Yaitu ia mampu mengungkapkan bahwa ia ingin BAK, mampu memahami, dan bisa melaksanakan perintah untuk mencoba duduk atau berjongkok di atas toilet.
d. Kesiapan orangtua
Orangtua (yang biasanya ibu), pengasuh atau orang dewasa lain yang dipercaya untuk mengawasi si Kecil saat orangtua tidak ada, juga harus siap menjalankan proses ini.
Hindari untuk memulai proses pelatihan saat jadwal orangtua sedang sibuk dengan deadline, memasuki kantor baru, mulai mengandung atau sedang berkonsentrasi pada masalah yang lain. Toilet training tidak hanya membutuhkan kesabaran penuh namun juga konsentrasi yang baik dari orangtua.
Jangan sampai karena orangtua sedang banyak pekerjaan, akhirnya tidak sabar melakukan proses toilet training si Kecil. Terlebih bila si Kecil (kaitkan dgn artikel lambat) masih lambat dalam melaksanakan prosesnya.
Ketidak siapan orangtua biasanya akan memicu ketidak sabaran orangtua yang biasanya memicu kemarahan. Padahal selama proses toilet training, kemarahan orangtua/ pengasuh sebisa mungkin dihindari karena dapat menyebabkan trauma pada anak.
2.Pilih perlengkapan yang tepat
Tidak semua anak berani untuk langsung duduk/ jongkok di atas toilet. Jadi, bila si Kecil sudah menunjukkan kesiapan untuk toilet training tapi menolak untuk mencoba duduk dan jongkok diatas toilet; cobalah untuk menawarkan belajar duduk diatas potty terlebih dahulu. Jika siKecil sudah cukup berani, barulah ajak ia langsung mencoba ditoilet.
Bisa juga menambahkan perlatan tambahan seperti pee trainer (untuk anak laki-laki), cincin toilet, bantalan kursi toilet dan lain sebagainya guna memudahkan proses toilet training si Kecil.
Gunakan pakaian yang mudah untuk dilepas dan dipakai kembali untuk menghindari si Kecil kesulitan saat ia hendak melepas pakaiannya ketika hendak BAK atau BAB. Pakaian dari bahan lebih tipis dan tidak berlapis lebih banyak disarankan saat si Kecil memulain proses toilet trainingnya.
3. Ciptakan rutinitas
Ajak anak untuk ke kamar mandi setiap 2-3 jam sekali, ketika bangun dan hendak tidur. Bila si Kecil lebih nyaman memulai dengan potty training, mintalah ia duduk pada potty-nya setiap 3-4 jam sekali. Rutinitas akan membatu tubuhnya untuk mengenali dan mengontrol BAK-nya.
4. Ajarkan bagaimana cara melakukannya
Prasekolah belajar dengan jalan meng-imitasi orang dewasa di sekitarnya. Jadi, tunjukkan bagaimana seharusnya menggunakan toilet. Tidak perlu secara vulgar menunjukkan aktivitas pribadi Anda; cukup tunjukkan sambil diterangkan bagaimana cara melakukannya dengan benar.
Lakukan secara berurutan cara menggunakan toilet saat BAK (anak laki-laki dengan cara berdiri; dan anak perempuan jongkok), kemudian membersihkan dan mengeringkan daerah kemaluan (terutama untuk anak perempuan), mengenakan kembali celana, menyiram kloset dan terakhir mencuci tangan dengan sabun.
Bagi anak perempuan ajarkan bagaimana ia harus menyiramkan air saat membersihkan kemaluannya, yaitu dari arah depan ke belakang dan untuk anak laki-laki diusap atau disiram tiga kali.
5. Tunjukkan bahwa Anda selalu siap mendampinginya
Kesiapan orangtua diperlukan pada toilet training, karena ia perlu mendampingi dan siap memberi bantuan saat si Kecil ingin BAK atau BAB. Seperti saat ia kesulitan melepas celana atau merasa kurang nyaman saat berasa di kamar mandi.
Selama proses pelatihan, bisa jadi sesekali si Kecil membuat kesalahan seperti mengompol di celana atau malah di lantai kamar mandi.
Bila ini terjadi, sikapi dengan bijak dan hindari untuk membentak. Cukup jelaskan agar pengalamannya ini bisa menjadi pelajaran baginya. Misalkan dengan mengatakan, “Coba lihat, kalo celana adik basah kan jadi ngga nyaman? Lain kali begitu merasa ingin pipis, segera ke kamar mandi, ya.”
Sebaliknya, bila si Kecil menunjukkan kemajuan maka berilah pujian atas usahanya. Katakan betapa Parents sangat bangga bahwa ia bersedia berusaha dan terus mencoba.
6. Konsisten
Jika sudah berniat untuk melaksanakan toilet training, maka konsitenlah dengan keputusan yang sudah Parents buat. Jadi, janganlah kita hanya melakukannya di siang hari, namun juga di malam hari.
Tentu saja semua harus dilakukan bertahap. Setelah si Kecil sukses dengan toilet training-nya di siang hari, barulah mulai melakukannya di malam hari.
Parents, semoga ulasan di atas bermanfaat.
Baca juga:
Parents, Ini Dia 7 Tanda Anak Siap Dilatih Menggunakan Toilet