Kehadiran vaksin corona di tengah pandemi yang tak berujung ini bagaikan air yang menyejukkan. Cukup melegakan dan mengurangi ketakutan yang berlebihan akan infeksi Covid-19. Meski demikian, yang menolak vaksin pun tidak sedikit. Salah satunya karena ada anggapan bahwa vaksin COVID-19 pengaruhi kesuburan
Betulkah demikian?
Perdebatan Soal vaksin COVID-19 Pengaruhi Kesuburan
Vaksin untuk virus corona baru mulai dikembangkan di pertengahan tahun 2020. Dan di penghujung tahun itu, sebagian vaksin sudah mulai dipakai secara darurat di beberapa negara. Salah satunya, vaksin buatan Pfizer/BioNTech yang menggunakan teknologi m-RNA.
Kala itu, Wolfgang Wodarg bersama seorang mantan staf Pfizer meminta European Medicines Agency untuk menunda studi dan pengeluaran izin penggunaan vaksin corona buatan Pfizer/BioNTech. Wodarg, yang adalah dokter dan epidemiolog dari Jerman ini, memang diketahui cenderung bersikap skeptis terhadap vaksinasi untuk berbagai pandemi sebelumnya.
Hal yang membuatnya khawatir soal vaksin corona kali ini berkaitan dengan keberadaan protein syncytin-1 di dalam plasenta mamalia. Kode genetik protein ini diketahui sama dengan protein spike virus, yang memicu respon antibodi di dalam tubuh.
Bila teori ini betul, antibodi yang terbentuk akibat vaksin corona juga akan membuat tubuh menyerang dan menolak protein syncytin-1 di dalam plasenta. Akibatnya, wanita bisa menjadi tidak subur atau sulit hamil.
Klaimnya banyak disanggah oleh para pakar lain. Protein spike virus corona dan syncytin-1 memang berbagi kode genetik yang sama, namun tidak cukup banyak untuk dikatakan matched atau bersesuaian. Ibaratnya, seperti dua orang yang sama-sama memiliki nomor telepon berawalan 5. Anda tidak akan tersambung dengan orang lain bila angka-angka lainnya berbeda atau susunan angkanya berbeda meski mengandung digit yang sama. Dengan kata lain, sangat sedikit persamaannya.
Fakta Hasil Studi Terkait Vaksin COVID-19 Pengaruhi Kesuburan
Untuk membuktikan bahwa klaim Wodarg tidak benar, Pfizer melakukan uji klinis vaksin corona yang melibatkan lebih dari 37.000 orang. Semua partisipan wanita yang terlibat diminta untuk tes kehamilan terlebih dulu. Bila terbukti hamil, otomatis tidak ikut uji.
Selama periode uji vaksin, diketahui 23 wanita kemudian hamil. Dua belas di antaranya berasal dari kelompok vaksinasi, dan 11 sisanya dari kelompok plasebo (vaksin kosong). Semua wanita yang hamil selama periode uji vaksin tetap mengikuti studi sampai selesai.
Studi berikut dilakukan di University of Miami, Amerika Serikat dan melibatkan 45 pria sehat berusia 18-50 tahun. Kali ini, studi bertujuan untuk melihat kualitas sperma sebelum dan setelah vaksinasi corona dengan vaksin m-RNA dari Pfizer atau Moderna.
Semua pria yang terlibat sudah diskrining terlebih dulu untuk memastikan mereka tidak memiliki masalah kesuburan. Partisipan diminta untuk mengumpulkan sampel cairan sperma sebelum mendapatkan dosis pertam dan + 70 hari setelah dosis kedua vaksin corona.
Hasil studi ini, yang dimuat dalam Journal of American Medical Association, 17 Juni 2021, juga menunjukkan hasil yang positif. Pada kedua kelompok, baik yang mendapatkan vaksin Pfizer maupun Moderna, tidak ditemukan penurunan parameter kualitas sperma setelah dua dosis vaksin corona. Pria dengan oligospermia (jumlah sperma kurang dari normal) pun, tidak mengalami penurunan lebih lanjut akibat vaksinasi corona.
Studi-studi ini menjadi dasar mengapa berbagai organisasi kesehatan dalam bidang kesehatan reproduksi—seperti American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), American Society of Reproductive Medicine (ASRM), The British Fertility Society, dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)— menyatakan bahwa vaksin corona tidak menyebabkan gangguan kesuburan pada wanita maupun pria.
Tidak Divaksin Justru Berbahaya Bagi Kesuburan
Perlu diketahui bahwa vaksin corona jenis apapun, termasuk yang beredar di Indonesia, tidak mengandung virus hidup sehingga tidak akan memengaruhi sel telur, sel sperma, embrio maupun plasenta.
Faktanya, institusi kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi, baik di Indonesia maupun luar negeri, sangat mendorong setiap pasangan yang menjalani program hamil apapun untuk segera mendapatkan vaksinasi bila memenuhi syarat. Vaksinasi tidak akan menunda inisiasi program hamil maupun mengganggu jadwal terapi kesuburan yang sedang berjalan.
Secara resmi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) telah memberikan rekomendasi yang menyatakan bahwa pasangan tidak perlu menunda kehamilan setelah mendapatkan vaksinasi corona. Program hamil atau terapi keseburan yang sedang berjalan juga dapat diteruskan.
Sebaliknya, tidak divaksin justru dapat memengaruhi kesuburan dan program hamil yang sedang berjalan. Wanita yang sedang menjalani terapi kesuburan atau persiapan untuk menjalani program bayi tabung tentu akan mengalami penundaan siklus pengobatan. Yang ingin hamil alami pun pasti tertunda karena harus memulihkan diri terlebih dulu.
Pada pria, infeksi virus corona diketahui dapat menurunkan kualitas sperma hingga 3-6 bulan setelahnya. Jumlah sperma baru akan normal kembali setelah 6 bulan. Tentunya, ini bukan kabar baik pasangan sudah sangat ingin memiliki keturunan, apalagi bila usia wanitanya sudah di ambang batas.
Jangan Ragu! Segera Dapatkan Vaksinasi COVID-19
Bisa disimpulkan bahwa hingga kini, belum ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa vaksinasi corona berdampak pada kesuburan seseorang. Sejak awal, pandemi ini pun tidak menyebabkan perubahan pada angka fertilitas atau kesuburan pria maupun wanita di dunia.
Apalagi vaksin, yang tidak mengandung virus hidup dan tidak menimbulkan penyakit, sejatinya tidak akan memengaruhi kesuburan.
Jadi, selama memenuhi syarat, segera lindungi diri Anda dan pasangan dengan mendapatkan vaksinasi corona. Pandemi ini dapat segera berakhir bila semakin banyak jumlah orang yang divaksin. Tentu, dengan tetap menjalani protokol kesehatan 5M.
Setelah mengetahui fakta sebenarnya terkait vaksin COVID-19 pengaruhi kesuburan, masih jangan tunda untuk mendapatkan vaksin, ya!